1 Awal Pertemuan

Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 18 tahun. Ibu dan Ayahku sengaja membuat perayaan kecil untukku. Sebuah kue kecil yang dibeli oleh Ayah, sudah sangat membuatku bahagia.

"Ucapkan keinginanmu, Nak!" ucap Ibu.

"Aku ingin bisa membahagiakan orang tuaku, berikan semuanya yang belum bisa ku berikan." kataku.

"Baik sekali doamu, Nak!" kata Ayah.

"Karena aku ingin melihat, kedua orang tuaku hidup bahagia." senyumku.

"Andini, kau anak Ayah yang paling Ayah sayang. Semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik untukmu," ucap Ayah.

Tiba-tiba dua orang preman bertubuh besar, datang menghampiri kami. Wajah mereka begitu menyeramkan, dengan otot-otot yang besar. Dia menarik tanganku kasar, memintaku mengikuti mereka.

"Aku diminta Pak Bagas Sangkar untuk membawa Andini. Seperti perjanjian yang telah dibuat, jika anda tidak bisa melunasi hutang pada Pak Bagas, maka anakmu harus menikahi Gilang Andrian Sangkar." Kata seorang preman itu.

"Ayah, ada apa ini? Kenapa mereka ingin membawaku? Ayah... Ayah..." Aku berteriak keras,meronta sekuat tenaga. Tapi Ayah diam mematung, dia membiarkan aku dibawa oleh dua preman itu.

"Maafkan Ayah, Nak!" teriak Ayah.

Apa maksud Ayah? Maaf? Apa Ayah benar-benar menjual ku pada laki-laki bernama Gilang itu? Tapi kenapa?

Mobil itu berhenti disebuah rumah besar, preman itu segera membawaku masuk kedalam rumah itu. Aku menatap laki-laki seumuran Ayahku, menatap kearah ku dengan senyum manis. Apa aku harus menikahi, laki-laki seumuran dengan Ayahku?

"Kemari... Tidak usah takut!" ucapnya.

"Kenapa anda membawa saya kemari?" tanyaku.

"Apa Ayahmu tidak menceritakan semuanya padamu? Baiklah biar aku yang jelaskan! Ayahmu berhutang padaku. Perusahaannya mengalami kebangkrutan. Dia dituntun para karyawan, karena dia tidak bisa membayar gaji mereka. Dia meminta bantuan padaku dan aku membantunya. Tapi, dengan syarat, kau sebagai jaminannya." kata Pak Bagas.

"Apa! Tapi Ayah tidak pernah cerita apa-apa padaku."

"Karena Ayahmu tidak mau kau tahu. Dia terpaksa menyetujui persyaratan ku ini, karena karyawannya mengancam akan melaporkan Ayahmu kekantor polisi," kata Pak Bagas.

"Tapi... Apa aku harus menikahi mu? Pria yang seumuran dengan Ayahku!" ucapku pelan.

"Menikah denganku? Haha... Kau bercanda? Aku sudah punya istri. Aku akan menikahi kau dengan anak laki-lakiku. Namanya Gilang!" katanya.

Pak Bagas menunjukkan foto anak laki-lakinya itu, laki-laki dengan wajah sangat tampan. Kenapa laki-laki setampan itu, meski dijodohkan? Dengan wajah rupawan, harusnya dia bisa mendapatkan wanita manapun, tapi kenapa harus aku?

"Pasti kau bingung, kenapa aku menjodohkan anakku padamu. Anakku memang tampan dan rupawan, tapi di bukan laki-laki biasa. Kau akan tahu, saat kau sudah mengenalnya!" ucap Pak Bagas.

Ada apa dengan anaknya? Apa anak Pak Bagas itu seorang psikopat? Atau laki-laki tidak waras? Aku masih bingung dengan perjodohan ini!

Aku hanya bisa pasrah, menerima pernikahan itu untuk membebaskan Ayah dari hutang-hutangnya. Pak Bagas sudah merencanakan pernikahan itu. Dia bilang, Minggu depan aku harus siap menikah dengan Gilang.

Entah seperti apa laki-laki bernama Gilang itu, aku hanya bisa berdoa semoga laki-laki itu orang baik.

****

Satu Minggu kemudian, dihari pernikahan aku dan Gilang, itulah kali pertama kami bertemu. Laki-laki dingin tanpa senyum sedikitpun dibibirnya. Raut wajah penuh misteri yang tidak mampu diterka keinginannya.

Setelah pesta pernikahan itu selesai, aku diantarkan masuk kedalam kamar oleh seorang pelayan wanita. Aku segera mandi, lalu aku mengganti baju pernikahan itu dengan baju tidur yang tersedia didalam lemari pakaian.

Aku menatap laki-laki itu masuk kedalam kamar, tidak ada yang dia ucapkan, dia langsung tidur ditempat tidur tanpa menoleh padaku sedikitpun. Kenapa denganku? Bukankah ini bagus?

Aku duduk ditepi tempat tidur, saat aku hendak berbaring, tiba-tiba...

"Tidur dilantai sana! Aku tidak mau satu ranjang denganmu," ucap Gilang dengan nada ketus.

Aku segera bangun dan menggelar kasur lantai disamping tempat tidur. Apa-apaan? Kenapa harus aku yang tidur dilantai?

Laki-laki angkuh itu melemparkan bantal dan selimut kearah ku tanpa bicara apapun. Apa dia itu tidak pernah diajari tentang sopan santun? Huh, laki-laki seperti ini ternyata yang aku nikahi.

Aku merapikan bantal, lalu berbaring dilantai yang beralaskan kasur tipis. Aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Lalu terlelap dalam tidur.

****

Pagi harinya, aku bangun dari tidur yang sama sekali tidak nyaman. Badanku sakit semua, ini karena laki-laki dingin itu memintaku tidur dilantai. Kemana laki-laki itu? Apa dia sudah pergi? Baguslah kalau begitu!

Aku membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba aku menjerit, mendapatkan laki-laki itu sedang mandi dan aku melihat semua, yang harusnya tidak aku lihat.

Aku buru-buru keluar dari kamar mandi dengan wajah ketakutan. Kenapa laki-laki itu tidak mengunci pintu kamar mandi? Ini masih pagi, masa aku sudah lihat pemandangan menyeramkan?

Laki-laki itu tersenyum sinis menatap kearah ku. Apa yang dia pikirkan? Apa di sedang menertawakan aku?

"Kalau mau masuk kedalam kamar mandi, ketuk pintu dulu. Jangan diulangi!" katanya.

"Harusnya, kau kunci pintunya," ucapku pelan.

"Jangan menyalahkan aku. Lebih baik, kau siapkan baju kantorku sekarang. Aku mau berangkat kerja," ucap laki-laki bernama Gilang itu.

Aku memberikan baju itu pada Gilang, lalu tanpa malu, dia mengganti pakaiannya dihadapanku. Aku segera memalingkan pandanganku, menatap kearah lain agar aku tidak harus melihatnya ganti baju.

Tanpa bicara apa-apa, laki-laki itu keluar dari kamar. Huh... Laki-laki menyebalkan!

Aku keluar dari kamar, menatap kearah Pak Bagas yang ada dimeja makan bersama istrinya dan laki-laki angkuh itu. Istri Pak Bagas tersenyum, lalu mengajakku makan bersama mereka.

"Sini Andini! Ayo kita sarapan," ucapnya.

"Terimakasih," ucapku pelan sambil duduk dimeja makan.

Aku duduk disamping laki-laki sombong dan angkuh, yang kini menjadi suamiku. Tapi, suami macam apa yang meminta istrinya tidur dilantai? Huh, laki-laki yang tidak punya perasaan!

Aku mengambil roti lalu mengolesi roti itu dengan selai coklat. Aku memakan habis sarapanku. Aku benar-benar lapar sekali!

Gilang menatap kearah ku, tatapan tidak suka terpancar jelas diwajahnya. Memangnya kau pikir aku senang, menikahi pria angkuh sepertimu?

Gilang selesai sarapan, langsung pergi meninggalkan meja makan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia bahkan tidak mengganggap keberadaan Ayah dan Ibunya disana, mana mungkin dia bisa menganggap ku istrinya?

Laki-laki macam apa yang ku nikahi? Dimana dia menaruh hati dan perasaannya? Kenapa aku merasa, ini adalah awal kehancuran ku?

Tiba-tiba, Ibu Gilang mengusap lembut tanganku. Seakan dia tahu, bahwa aku sangat kecewa dengan sikap anak laki-lakinya itu.

"Bersabarlah menghadapi Gilang ya, Nak! Sebenarnya, Gilang itu anak yang baik dan ramah. Setelah dia merasa nyaman denganmu, kau akan tahu sikapnya yang sebenarnya," ucap Ibu Gilang.

Apanya yang baik dan ramah? Bahkan aku rasa, dia laki-laki yang tidak punya hati nurani. Tidak pernah tersenyum, berbicara saja enggan. Huh, serasa menikahi seorang robot saja!

"Oh, iya. Jika kau butuh sesuatu, bicara pada Ibu ya," ucap Ibu Gilang dengan ramah.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu berdiri dari kursi untuk merapikan meja makan. Tapi Pak Bagas, melarang ku.

"Mau apa?" tanyanya.

"Membereskan piring-piring ini," ucapku.

"Tidak usah. Biar para pelayan ku yang akan membersihkannya. Tugasmu hanya satu sebagai istri Gilang. Buat anakku, jatuh cinta padamu. Itu saja!" kata Pak Bagas.

"Kenapa? Sepertinya, itu syarat berat!" ucapku.

"Nak, aku yakin kau bisa. Buatlah Gilang jatuh hati padamu. Lakukan cara apapun!" ucap Pak Bagas kekeh.

Aku hanya mengangguk lalu kembali kedalam kamarku. Selama aku berada didalam kamar, aku terus memikirkan ucapan Pak Bagas. Bagaimana bisa, aku membuat robot angkuh itu jatuh cinta padaku?

Aku membuka laci meja dikamar itu, lalu menatap sebuah foto seorang wanita. Wajahnya cantik, namun terlihat sangat sombong. Apakah wanita difoto ini adalah kekasih si robot angkuh itu?

Aku menemukan sebuah buku, lalu dengan lancang, aku membaca buku itu. Buku harian tentang Gilang. Ternyata pria angkuh sepertinya, membuat buku harian juga?

Aku kembali menatap buku yang berada di tanganku. Tapi tiba-tiba...

"Jangan lancang memegang barang-barang pribadiku. Kembalikan!" teriak Gilang sambil merebut buku yang ada di tanganku.

"Maaf..." ucapku.

"Ini peringatan keras untukmu. Jauhi semua barang-barang milikku!" teriak Gilang geram.

Aku memegang dadaku, aku sangat takut dengan suara besarnya itu. Dia membentak ku hanya karena sebuah buku, yang bahkan belum sempat aku baca.

Gilang mengambil dompetnya yang tertinggal di atas tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar dengan ekspresi wajah kesal. Pria macam apa dia itu? Seenaknya saja memaki dan membentak ku tanpa rasa bersalah!

Aku berbaring ditempat tidur, mau apalagi memangnya? Aku menatap langit-langit rumah itu sampai seorang wanita seumuran denganku, masuk kedalam kamar.

"Jadi kau yang menikahi Kakakku?" tanya wanita itu sambil tersenyum. Aku tidak menjawab, hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Kau sudah lihat, seperti apa Kakakku? Kalau kau tidak sanggup, lebih baik angkat tangan. Kakakku itu pria dingin, sombong, angkuh. Mana ada wanita yang akan betah bersama pria macam Kakakku," ucap wanita itu.

"Namaku Andini. Kau adik Mas Gilang?" tanyaku.

"Namaku Keysa. Senang berkenalan denganmu! Sepertinya kita seumuran ya. Tapi kenapa kau tidak sekolah? Kau menikah diusia muda?" tanyanya.

"Aku tidak melanjutkan pendidikan ku, karena terhimpit biaya. Ayahku seorang pengusaha, tapi perusahaan Ayahku mengalami kebangkrutan beberapa bulan lalu. Kami jatuh miskin, dan terpaksa aku berhenti sekolah," ucapku sambil menangis haru.

"Kasian sekali!" ucap Keysa sambil memelukku.

"Kini kau juga harus mengalami hari-hari buruk setelah menikah dengan Kakakku. Bersabarlah, kuatkan hatimu. Jika butuh sesuatu, panggil aku!" kata Keysa sambil tersenyum.

Syukurlah, ternyata seisi rumah ini masih begitu baik menerima kehadiranku. Mungkin hanya pria angkuh itu saja yang jadi penghalang kebahagiaanku. Benar kata Pak Bagas, aku harus bisa membuat robot angkuh itu jatuh cinta padaku. Tapi bagaimana caranya?

Aku mulai memutar otak, tapi tidak ku temukan caranya. Tiba-tiba Keysa menatap kearah ku dengan raut wajah bingung.

"Apa yang kau pikirkan Kakak ipar?" tanyanya.

"Tadi, aku menemukan sebuah foto di laci meja, saat aku menyentuhnya, Kakakmu marah padaku. Foto siapa memangnya? Apa kau tahu?" tanyaku.

"Foto Kak Elisha. Dia mantan kekasih Kakakku. Dia..." Keyla tak melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Ibu muncul didepan pintu kamar.

"Key, ayo keluar! Biarkan Kakak ipar mu beristirahat," ucap Ibu Gilang sambil menarik lembut tangan Keyla keluar dari kamarku.

Aku kembali sendiri, menatap langit-langit kamar sambil memikirkan cara membuat Gilang jatuh cinta padaku. Semangat Andini, kamu pasti bisa!

avataravatar
Next chapter