webnovel

Nomor Tidak di Kenal

"Galau lah mau dilamar sama sang pujaan hati, kan."

Tiara langsung melotot ke arah sumber suara tersebut dan penuh ancaman lewat tatapannya itu. Tiara langsung mendaratkan pukulan yang bertubi-tubi pada tubuh si pemilik suara itu.

"Ngomong apaan sih lu, sejak kapan gue mau di lamar!" elak Tiara.

"Kalo nggak gitu, jangan marah dong. Masa gue di pukulin begini," keluh Raza.

"Lagian lu rese, selalu aja bahas kesitu. Gue masih pengen sekolah, belom mikir kesitu. Heran deh dari tadi bahasannya nggak ada yang lain," ucap Tiara meninggikan suaranya.

"Tau nih, rese banget lu. Jadi ngambek kan anak orang," balas Zia sambil menenangkan Tiara.

"Baru anak orang belom istri orang," ejek Raza.

"RAZA!!" pekik Tiara.

Suara tawa terdengar di taman belakang kala mendengar teriakan Tiara, bagi Zia dan Raza itu adalah lucu karena saat berteriak Tiara langsung tersedak suaranya sendiri.

"Rese banget lu, ledekin gue terus," ucap Tiara merajuk.

"Assalamualaikum," salam Sartika dan langsung membuka pintu.

Sartika menyusuri rumahnya karena mendengar ada yang berbincang.

"Ternyata ada yang main, lagi apa?" tanya Sartika saat masuk ke taman belakang.

"Lagi ngerjain tugas sekolah, Tante. Tiara nggak masuk hari ini, kan," jawab Zia.

"Iya, dia nggak masuk. Tante aja sampai bingung, padahal dia nggak sakit," jawab Sartika.

"Biasa Tiara i ..."

Tiara langsung melotot ke arah Raza sehingga dia tidak melanjutkan perkataannya.

"Loh kenapa, Za? Kok ngomongnya nggak di lanjutin," kata Sartika bingung.

"Ng-nggak, jadi Tan. Nanti aku di serang lagi sama Tiara," kekeh Raza.

"Tante bawa buah, tunggu ya. Tante kupasin dulu buahnya," ucap Sartika dan langsung menuju dapur.

Di tengah-tengah mengerjakan tugas, handphone Tiara bergetar menandakan ada pesan masuk. Tiara langsung membuka pesan tersebut dan membalasnya. Senyuman terlukis di bibir Tiara setelah membalas pesan tersebut. Tanpa di ketahui oleh Tiara, ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik Tiara saat memegang handphone. Tiara pun melanjutkan aktivitas mengerjakan tugasnya.

"Cemilan sudah datang, silahkan dimana. Buahnya segar loh," kata Sartika sambil meletakkan piring berisi buah-buahan.

"Jangan di makan apelnya, punya gue semua!" titah Tiara.

Raza yang ingin mengambil potongan apel tidak jadi karena mendapat perintah dari Tiara.

"Hush, kamu apaan sih. Ambil saja Raza, masih banyak di kulkas." Sartika membela Raza.

"Mama apaan sih, apel itu punya aku," ucap Tiara merajuk.

"Kamu ini seperti anak kecil saja, masih banyak apelnya di kulkas. Mama suguhi ini buat tamu bukan kamu doang."

"Iya nih Tiara, kayak anak kecil deh," ejek Zia.

Tiara menjulurkan lidahnya pada Zia, Raza yang melihat kelakuan Tiara menjadi tertawa.

"Ngapain lu ketawa. Gak ada yang lucu," balas Tiara sambil menepuk pundak Raza.

"Sudah sudah, kalian ini berantem terus ya," ucap Sartika melerai Tiara dan Raza.

"Iya tuh, Tan. Dari tadi mereka berdebat terus loh, nanti kalau mereka jodoh baru tau rasa," kata Zia dan langsung tertawa.

Tiara langsung melotot ke arah Zia dan mulutnya terlihat komat-kamit seperti sedang mengumpat.

Sartika pun menimpali perkataan Zia, "iya benar. Kalau merek jodoh apa mungkin akan berantem terus."

"Mama apaan sih," balas Tiara merajuk, "dah lah kalo mau ngeledek terus mendingan kalian pulang!"

"Lagian siapa juga yang mau jadi lu, pede banget dih," balas Raza.

"Woaah, nggak ada takutnya lu ngomong kayak gitu." Tiara tidak terima dengan ucapan yang di lontarkan Raza.

"Ya gue mikir beribu-ribu kali kalo mau nikahin lu," ledek Raza lagi.

"Rese banget sih, lu kan suka sama gue, kenapa bilang begitu!" cebik Tiara.

"Suka belum berarti mau nikahin," elak Raza.

Sartika dan Zia hanya melihat dua insan yang sedang berdebat panjang sambil memakan buah yang ada di piring. Bagi mereka itu adalah pemandangan yang menyenangkan karena Tiara dan Raza seperti anak kecil yang memperebutkan mainan.

Didalam hati Raza sangat menyenangkan bisa bercanda dengan Tiara, tentu saja ucapan dan hatinya sangat berbeda. Jika saja Tiara berani untuk memulai hubungan lebih lanjut, dia akan berusaha membuat Tiara bahagia disampingnya.

"Saya pulang dulu ya, Tan. Terima kasih atas semuanya," ucap Zia pamit pulang.

"Aku juga, Tan. Permisi," timpal Raza.

Sehabis mengerjakan tugas Zia dan Raza pamit pulang karena sudah sore juga dan mereka ditelpon oleh orang tua masing-masing. Sebenarnya tugas sudah selesai, hanya saja mereka memilih untuk bercanda. Melihat temannya sudah pulang, Tiara langsung masuk ke dalam kamarnya.

"Akhirnya selesai juga tugasnya, banyak banget pula," keluh Tiara.

Dia memasukkan bukunya untuk jadwal pelajaran besok. Handphone ya berdering, dia langsung memeriksa siapa yang menelpon. Penyejuk hati. Tiara menjadi deg-degan saat membaca siapa yang menelpon dirinya.

"Duh, mau ngapain dia ya nelpon gue," ucap Tiara merasa gugup dan menormalkan suaranya.

"Assalamualaikum," salam Tiara menjawab telpon dari Zaidan.

"Waalaikumsalam, maaf, apa kakak menganggu dek Tiara?" tanya Zaidan dari ujung telpon.

Hati Tiara menjadi berbunga-bunga kala dirinya dipanggil dengan sebutan dek, betapa bahagianya Tiara.

"Ng-nggak kok, Kak. Aku abis ngerjain tugas sama teman tadi," jawab Tiara menyembunyikan rasa gugupnya, "ada apa ya, kak?"

"Nggak ada apa-apa. Kakak lagi melamun aja terus wajah dek Tiara muncul, dari pada penasaran jadinya nelpon deh. Nggak apa-apa, kan," jawab Zaidan.

'Ha, kak Zaidan mikirin gue,' batin Tiara.

"Tiara," panggil Zaidan, karena tidak ada jawaban darinya.

"Eh? Oh iya, kak. Kenapa?" tanya Tiara.

"Ya sudah, rasa penasaran kakak sudah hilang. Kalau begitu kakak sudahi dulu ya, mau siap-siap ke masjid," ucap Zaidan.

"Iya kak," jawab Tiara.

"Assalamualaikum," ucap Zaidan.

Tiara pun membalas dan sambungan telpon terputus.

"Apa dia tidak suka aku telpon ya, kok jawabnya hanya seperti itu," kata Zidan tengah berpikir tentang respon Tiara.

Sementara Tiara langsung menutup wajah dengan kedua tangannya karena merasa malu ditelpon dengan sang penyejuk hati. Bagaimana bisa secara terang-terangan Zaidan berbicara sedang memikirkan dirinya, itu yang membuat Tiara merasa senang dan malu.

"Bagaimana kalau kak Zaidan memang serius mengatakannya," gumam Tiara.

Tiara memikirkan bagaimana jika tiba-tiba Zaidan menyatakan perasaannya, apa dia akan menerimanya atau tidak. Bahkan dia sendiri tidak mengetahui dengan pasti akan perasaannya, perasaan kagum atau memang Tiara menyukainya. Tiara menghembuskan napas panjangnya, pikirannya terus berputar tentang akan perasaannya pada Zaidan. Tiara terkejut tiba-tiba mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal.

"Apa-apaan orang ini!" ucap Tiara, emosi.

Tiara langsung menelpon nomor tersebut, tapi tidak diangkat.

"Siapa sih nih orang, rese banget ih. Bikin mood gue jelek aja, awas aja kalo gue tau orangnya, abis lu sama gue," ancam Tiara.

Tiara merasa kesal karena dirinya di cap sebagai perempuan perebut kekasih orang.