"Ayo segera kembali berdiri dengan benar. Kalau kamu berlutut, maka saya juga akan berlutut untukmu"
Kepala sekolah sedikit membungkukkan badannya. Wajahnya menunjukkan keseriusan, seakan dia benar-benar akan berlutut di hadapan Sandra saat itu juga. Tentu saja hal ini membuat Sandra panik. Ia dengan cepat berdiri dan membantu wanita tua itu menegakkan tubuhnya kembali.
"Bu. Bagaimana bisa ibu ingin berlutut di hadapanku. Itu tidak pantas. Akulah yang telah berbuat salah. Silahkan hukum saja aku. Asal jangan mengeluarkanku dari sekolah ini," kata Sandra kembali memohon.
Melihat Sandra yang sepertinya begitu trauma dengan perkataannya pagi ini, tiba-tiba saja kepala sekolahnya kembali membungkuk dan bahkan berlutut. Membuat Sandra begitu terkejut dan ikut membungkuk mencoba menahan wanita tua itu. Saat itu juga keduanya seperti sedang dalam kompetisi siapa yang bisa berlutut lebih cepat.
"Sandra. Kamu tidak salah. Saya yang harus minta maaf. Saya menarik kembali apa yang sebelumnya sudah saya katakan kepadamu. Kamu bukan pengaruh buruk. Kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau. Ini adalah hakmu dan kebebasanmu. Tolong maafkan saya." Kepala sekolah berkata dengan suara penuh dengan penyesalan dan kerendahan hati.
Sandra merasakan ketulusan dari kepala sekolahnya. Tidak hanya ketulusan, ia juga merasakan adanya ketakutan dari wajah wanita tua itu. Membuatnya terheran-heran. Bagaimana bisa seorang kepala sekolah bahkan berlutut di hadapannya? Kekuatan apa dari alam semesta yang bisa membuat ini semua terjadi? Sungguh sulit bagi Sandra untuk mencerna kejadian ini.
"Ibu ini kenapa?" Sandra bertanya dengan linglung. Ia bahkan merasa seperti sedang dikerjai oleh seseorang. Seakan satu-satunya penjelasan masuk akal kenapa ini semua terjadi adalah ini semua hanya prank semata. Tanpa sadar Sandra melihat sekeliling mencari kamera di setiap sudut ruangan. Tentu saja tidak ada.
"Ibu tahu kamu pasti merasa tidak nyaman. Kata-kata saya begitu keterlaluan. Tentu tidak mudah bagimu untuk memaafkan saya. Kalau kamu belum puas, saya bersedia untuk meminta maaf kepadamu di depan umum dengan disaksikan semua siswa. Bagaimana? Ah, ibu tidak menerima perkataan tidak. Izinkan ibu melakukan ini demi integritas ibu sebagai kepala sekolah."
Gila. Bahkan sampai sejauh itu. Apakah ini sungguh terjadi? Ini semua terasa seperti mimpi. Sandra tidak punya pilihan lain selain mengangguk, kalau tidak kepala sekolahnya itu sama sekali tidak mau bangkit.
"Terima kasih, Sandra. Kamu sangat baik, tidak heran kamu bertemu pria yang begitu baik. Silahkan kembali ke kelas" Wanita tua itu menghela nafas lega, menunjukkan senyuman paling manis.
"Baik bu" Sandra bergegas keluar. Otaknya sulit untuk memproses kejadian yang baru saja terjadi. Tapi tunggu dulu… kenapa tiba-tiba kepala sekolah menyebut pacarnya seseorang yang baik hati. Seakan-akan mereka sudah pernah bertemu secara langsung. Tidak mungkin. Kepala sekolah hanya mengetahui Nico dari rumor yang tersebar di sekolah. Apa mungkin...
Resty yang sedang duduk di bangkunya, tak berhenti menatap pintu kelas menunggu kedatangan Sandra. Ketika melihat wajah temannya yang terlihat pucat dan berjalan lemas dengan putus asa, Resty bahkan lebih khawatir.
Di saat yang sama, Leo juga memandang kedatangan Sandra. Ia tak kalah khawatirnya. Dia begitu ingin menghampiri gadis itu dan memastikan dirinya dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan mungkin mendekapnya erat jika gadis itu menangis. Tetapi dia hanya bisa melihat dari kejauhan, dan tidak tahu bagaimana cara menghadapi Sandra. Ia merasa begitu tidak berguna.
"San, apa yang dikatakan kepala sekolah? Apa kamu dihukum? Atau bahkan dikeluarkan?" Tanya Resty dengan panik. Wajah lesu Sandra pasti merupakan pertanda yang tidak baik.
Sandra kembali duduk dengan lemas, bergumam di mulutnya: "Ini mengerikan, benar-benar mengerikan."
"Ah cepat katakan! Apakah lebih buruk dari hukuman? Orang tuamu dipanggil? Kalau ayahmu tahu kamu pasti dicambuk tanpa ampun! " Resty semakin ketakutan oleh reaksi Sandra.
"Ini mengerikan, mengerikan." Sandra masih mengulangi kata-kata yang sama. Seakan-akan sengaja ingin membuat temannya panik.
"Apa yang terjadi, Sandra, bicaralah, aku sangat mengkhawatirkanmu!", gadis itu meraih tangan Sandra dan menggenggamnya dengan erat. Membuat Sandra tersadar dan berkata, "Apakah kamu tahu apa yang wanita tua itu lakukan padaku di kantor?"
Tentu saja tidak. Resty menggelengkan kepalanya. Dia tidak dapat menebak dengan pasti, tapi melihat dari reaksi dan raut wajah Sandra, itu jelas bukan hal yang baik.
Sandra mencondongkan tubuhnya dan berbisik ke telinga Resty, "Dia berlutut padaku, dan meminta maaf."
"Hah? Bagaimana mungkin? Kepala sekolah benar-benar berlutut?" , Resty menarik kepalanya, tidak percaya dengan perkataan Sandra. Wajar saja baginya untuk bereaksi seperti itu.Tidak akan ada satupun yang percaya bahwa kepala sekolah yang angkuh itu bisa berlutut untuk seorang siswa. Benar sekali. Jangankan Resty, bahkan Sandra yang ada di tempat kejadian dan menyaksikan itu secara langsung juga masih tidak percaya.
"Apa aku pernah bohong padamu?", tanya Sandra, sorot matanya menunjukkan keseriusan.
Belum sempat Resty menjawab Sandra, saat itu juga, bel sekolah berbunyi. Semua orang berlari ke dalam kelas. Sandra dan Resty tidak berbicara lagi, karena kepala sekolah masuk dengan membawa buku pelajaran di pelukannya. Tidak ada satupun yang berani berbicara, wanita tua itu kemudian membuka mulutnya.
"Pagi ini, tanpa mengetahui kebenaran yang jelas, saya memanggil Sandra ke kantor untuk memarahinya dan mengatakan hal yang tidak pantas kepadanya. Saya meminta maaf kepada Sandra untuk masalah ini. Saya seharusnya menjadi teladan, dengan tidak mudah terpengaruh dan percaya dengan rumor. Saya harap Sandra bisa memaafkan saya"
Kalimat permintaan maaf itu seolah menjadi bom yang menghantam seisi kelas. Membuat seisi ruangan menjadi kaget bukan main. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka. Tidak hanya teman-temannya, Sandra pun menunjukkan wajah yang sama. Tidak menyangka kepala sekolahnya akan benar-benar membuat permintaan maaf di depan umum. Ia menjadi semakin yakin dengan perasaannya. Ini semua pasti ulah Nico.
.........
Sore harinya, Nico mengendarai sepeda dengan sikap rendah hati dan berhenti di pintu masuk sekolah. Tentu saja kedatangannya masih menarik banyak penonton.
Sandra dan Resty sedang berjalan di halaman bersama-sama. Begitu melihat kerumunan di depan gerbang, keduanya diam-diam menyadari apa yang sedang terjadi disana.
"Jemputanmu sudah datang. Sampai jumpa besok", Resty melepaskan tangan Sandra dan bergegas pergi meninggalkannya.
Sandra mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya hingga ke luar sekolah, tidak sabar untuk melompat ke pelukan Nico. Namun tiba-tiba matanya menemukan beberapa pengajar termasuk kepala sekolah sedang ada di dekat gerbang dan memperhatikannya. Sandra segera berhenti dan berjalan dengan kikuk. Tapi semua guru itu tidak memarahinya, hanya tersenyum ke arahmua dan melambaikan tangan. Sandra dengan gugup membalas lambaian tangan mereka.
Inikah kekuatan yang dimiliki Nico? Benar-benar tidak ada yang bisa melawan pacarnya itu.
Sandra melompat ke atas sepeda dan menyandarkan kepalanya ke dada Nico.
"Bagaimana keadaanmu siang ini?" tanya Nico sambil tersenyum. Walaupun dalam hati di tahu betul apa yang pasti sudah terjadi.
"Sangat baik!", Sandra mengangguk penuh semangat. "Kamu pasti menemui kepala sekolahku bukan? Tadi wanita tua itu berlutut dan minta maaf kepadaku" Sandra mendongakkan kepalanya dan menjelaskan dengan tidak bisa berhenti tertawa.
"Ya", jawab Nico mengakui.
"Apa yang kamu katakan kepadanya? Dia begitu ketakutan sampai meminta maaf di depan umum juga" tanya Sandra terlalu penasaran.
"Sederhana saja. Aku membeli sekolah itu."