webnovel

My version, Lucia [Hunter x Hunter]

Aku adalah seorang gadis biasa yang berumur 29 tahun dan namaku adalah Airine. Hidupku bisa dibilang sangatlah biasa dan membosankan. Aku ini termasuk otaku, sangat menyukai anime. Untungnya masih belum akut. Pada suatu hari, saat aku terbangun dari tidurku dan membuka mataku, aku terkejut dan bingung. Kenapa? Ya karena aku bukan berada di dalam kamarku sendiri. Sepertinya aku sudah berada di dunia yang bukan dari duniaku. Aku melihat sekelilingku, tidak ada jendela, hanya ada satu pintu besi yang terkunci, dan ada banyak boneka dan mainan di ruangan ini. Kenapa aku terkurung di tempat ini? Entah kenapa aku merasa tempat ini tidak asing, dan aku sering melihat hal-hal seperti ini. Tapi dimana ya? Aku sangat yakin, kalau aku berada di dunia anime. Tunggu itu berarti... Apa aku mati?! Atau bereinkanasi? Bertransmigrasi? Tunggu! Kenapa tidak ada Dewa atau Dewi atau Tuhan yang akan memberikanku system atau apa pun itu yang biasanya muncul seperti yang aku baca di novel-novel pada umumnya? Silva, ayahku memberiku tugas dan aku keluar meninggalkan rumah. Aku mengikuti ujian Hunter. Bisakah aku menjadi seorang Hunter profesional bersama Gon dan teman-temannya? -------------------------------------------------------------- Sebelum membaca lebih lanjut, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya, jika ada kata-kata yang menyinggung atau tidak berkenan dihati. Cerita ini hanya untuk kesenangan saya sendiri atau hanya untuk menghibur semata. Cerita ini hanyalah fiksi penggemar dan di ambil dari cerita HxH (Hunter x Hunter). Semoga kalian suka ya. Selamat membaca :D

Rybee · Anime und Comics
Zu wenig Bewertungen
145 Chs

105 - Kejujuran x Dan x Kebohongan

Seluruh anggota Genei Ryodan kecuali Lucia sudah berada di dalam markas, mereka semua berkumpul di satu tempat di hadapan Chrollo. Hanya Hisoka seorang yang tidak ikut berkumpul di hadapan Chrollo.

Dia lebih memilih untuk duduk di pojokan jendela besar. Tanpa melihat ke arah para Genei Ryodan yang sedang berkumpul di satu tempat, dia hanya melirik dengan sudut matanya. Dia menajamkan pendengarannya untuk mendengarkan perkataan Chrollo.

Chrollo : Pengguna rantai ya... Dia mungkin tipe Manipulation atau tipe Conjuration. Tapi untuk lebih pastinya, kita harus menunggu Lucia kembali. Dia mengatakan apa padamu, Shalnark?

Shalnark : (Ah, maksudnya Zero ya? Aku selalu penasaran, kenapa hanya Ketua yang memanggil Zero dengan nama Lucia?) Tidak ada. Zero cuma bilang dia akan segera kembali.

Feitan : Dia pasti membantu Uvo meskipun Uvo melarangnya.

Shalnark : Hahaha... Zero memang susah diatur.

Chrollo hanya tersenyum mendengarkan perkataan teman rekannya.

Franklin : Dia kan memang selalu begitu.

Hisoka yang mendengar pembicaraan anggota Ryodan, secara bersamaan juga melihat ke arah ponselnya pun langsung tersenyum licik yang sangat lebar. Dia sedang membaca pesan dari Lucia.

"Pertarungan antara pengguna rantai dan 11** sudah selesai. Hasilnya 11 yang mati. Aku yang membunuhnya. Itu permintaannya."

(**nomor Uvogin.)

Chrollo : Uvogin lebih unggul di pertarungan. Tapi pertarungan 1 lawan 1 itu sangatlah bernilai untuk dua kategori itu. Banyak pengguna Conjuration memberikan kekuatan khusus pada benda yang dibuatnya.

Semua anggota Genei Ryodan hanya diam. Mereka mendengarkan dengan fokus apa yang sedang dikatakan oleh Chrollo.

Chrollo : Beberapa kemampuan itu bisa membuat Uvogin tidak berdaya. Dan jika pengguna Manipulation, dia bisa memojokkan kekuatan Uvogin.

Shalnark : Untung saja Zero mengikutinya (Tapi entah kenapa aku merasa tidak tenang...)

Chrollo : Jika Uvogin dan Lucia tidak kembali sampai fajar, maka penggantian rencana.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan di ujung koridor. Semua anggota kecuali Hisoka, refleks melihat ke arah pintu masuk. Hisoka yang bisa menebak dan mengetahui apa yang akan dilakukan Lucia pun hanya tersenyum licik.

Machi : Biar aku yang mengeceknya. Kalian di sini saja. Jangan semua meninggalkan tempat.

Akan tetapi, Chrollo, Nobunaga, Feitan dan Shalnark tetap mengikuti Machi dari belakang. Setibanya di tempat tujuan, Machi tersentak kaget saat melihat Lucia menangis di sudut koridor.

Lucia's POV.

Lucia hampir tiba di tempat markas. Selama perjalanannya, dia mengirim sebuah pesan kepada Hisoka mengenai kematian Uvogin. Lucia yang hampir tiba di depan gedung reruntuhan yang terbengkalai, tempat berkumpulnya para anggota Genei Ryodan pun menghentikan langkah kakinya karena dia mendapatkan sebuah pesan balasan.

"Zannen... ( ´△`) (Sayang sekali... ( ´△`) )"

Lucia hanya tersenyum tipis saat membaca pesan balasan yang singkat dari Hisoka di layar ponselnya. Lalu dia mengubah auranya menjadi Zetsu dan menghilangkan hawa keberadaannya.

Lucia : Baiklah, setelah masuk ke dalam sana, sepertinya aku harus berpura-pura menangis dan kelihatan sedih supaya tidak dicurigai oleh lainnya. Ayo, bayangkan hal-hal sedih. Lalu menangislah! (tersenyum)

Secara perlahan-lahan, Lucia berjalan masuk ke dalam gedung. Dia mendengar ada seseorang yang sedang berbicara. Lalu memfokuskan dirinya dan mempertajam pendengarannya. Dia tersenyum dan duduk di sudut koridor.

Lucia : (Chrollo, sepertinya dia sedang membicarakan tentang kekuatan Kurapika kepada lainnya ya... Timingnya belum tepat untuk menangis. Akan kutunggu sampai timingnya pas.)

Chrollo : Jika Uvogin dan Lucia tidak kembali sampai fajar, maka penggantian rencana.

Lucia merasa situasinya sudah tepat. Dia mulai menjalankan rencananya.

Lucia : (Aku rindu ibu dan ayah...) Hiks...

Lucia menangis saat memikirkan tentang keluarganya yang ada di kehidupannya yang lampau. Kedua orang tuanya meninggal dunia karena kecelakaan mobil saat dia berumur 16 tahun, sehingga kehidupannya dibiayai oleh pamannya sampai dia bisa hidup mandiri dan membiayai kehidupan dirinya sendiri.

Machi : Zero?

Lucia menoleh tapi tangisannya pun langsung pecah saat melihat Machi.

Lucia : Uwaaa... (Sifat Machi sangat mirip dengan ibu...)

Machi tersentak kaget dan kebingungan.

Machi : Zero, ada apa?

Feitan : Kenapa kau menangis?

Chrollo : Kau tidak pulang bersama Uvogin?

Lucia : Uvo... Uvo... Hiks...

Shalnark : Zero, apa yang sudah terjadi?

Lucia : Ma-maafkan aku... Hiks... A-aku tidak bisa menolongnya. Hiks... Uvo sudah... Hiks... Uwaaa...

Lucia mencoba untuk menjelaskan sambil menangis. Tangisan Lucia terdengar semakin besar, sehingga membuat anggota lainnya meninggalkan ruangan dan menuju ke arah koridor.

Lucia sedikit menunduk dan menutupi satu matanya. Dia menangis tersedu-sedu bagaikan seorang anak kecil yang terjatuh saat bermain kejar-kejaran. Machi pun langsung memeluknya dengan erat untuk menenangkan dirinya.

Lucia : (Semoga dengan begini mereka tidak mencurigaiku atau pun menanyaiku mengenai kematian Uvo.)

Di samping itu, Machi yang sudah mengerti akan situasinya menunjukkan ekspresi kemarahan pada wajahnya. Shalnark yang mendengar hal itu pun sangat terkejut. Dia tidak bisa mempercayai dengan apa yang telah terjadi pada Uvogin. Dia mengepal erat tangannya lalu meninju tembok.

Seketika itu juga, suasana di sekitar pun menjadi berbeda. Selain itu juga, ekspresi wajah anggota lainnya terutama Feitan juga berubah menjadi sangat menyeramkan.

Shalnark : Sial! Seharusnya aku juga ikut sewaktu Zero pergi membuntutinya!

Feitan : Akan kubunuh si pengguna rantai itu!

Nobunaga : Aku kutebas dia!

Chrollo langsung pergi meninggalkan mereka semua. Dia kembali ke dalam ruangan dan duduk di tempat biasanya dia duduk. Hisoka masih diam di tempatnya, dia hanya tersenyum licik. Sekilas dia melirik ke arah Chrollo lalu menyandarkan kepalanya ke tembok dan memainkan sebuah kartu joker di tangannya.

Meskipun Chrollo kelihatan sangat tenang, akan tetapi perasaannya sangat terluka dan sedih. Cahaya lilin yang hanya sedikit menyinari ruangan gelap itu menjadi semakin mencengkram. Dan tanpa sadar dia mengeluarkan sedikit aura gelapnya dan menunjukkan ekspresinya yang menyeramkan.

Chrollo : Lucia...

Chrollo yang merasa ada keganjilan pun mulai menginterogasi Lucia. Lucia yang memasuki ruangan dalam keadaan diam menunjukkan ekspresinya yang dingin. Dia tidak membalas panggilan Chrollo dan hanya menatapnya dingin.

Lucia : (Sudah kuduga, cara seperti ini tidak mungkin bisa berhasil 100% terhadap Chrollo. Terpaksa aku harus mengatakan yang sebenarnya...)

Seluruh anggota Ryodan melihat ke Chrollo. Lucia yang bisa mengetahui semua pemikiran dari seluruh anggota hanya tersenyum di dalam hatinya. Dia berusaha untuk bersikap seperti biasanya.

Chrollo : Apa yang telah terjadi pada Uvogin?

Lucia : Dia mati terbunuh. Dan aku yang telah membunuhnya.

Seluruh anggota Ryodan kecuali Hisoka terkejut.

Machi : Zero, kau...

Nobunaga : TEME... (BRENGSEK...)

Nobunaga hendak maju ke depan, tapi dia menahan dirinya karena Lucia kembali membuka suaranya.

Lucia : Itu karena dia sudah kalah, aku menangkan dia pun percuma, karena dia bukan laba-laba lagi.

Nobunaga : Itu hal yang tidak mungkin! Brengsek, katakan kenapa kau membunuh Uvo, hah?!

Nobunaga sudah mengeluarkan pedang katananya dan mengarahkannya ke arah Lucia. Lucia mengabaikan pertanyaan Nobunaga. Dia melanjutkan perkataannya dengan tenang.

Lucia : Kenapa kau tidak biarkan saja dia mati sebagai laba-laba?

Nobunaga : Brengsek, omong kosong apa yang sedang kau katakan, hah?!

Shalnark dan Machi buru-buru berdiri di tengah-tengah antara Lucia dan Nobunaga untuk mencegah pertarungan terjadi. Shalnark mengarahkan satu tangannya ke samping, tepatnya ke arah Nobunaga.

Nobunaga : Shalnark, Machi minggir! Akan kutebas dia!

Machi : Nobunaga, turunkan pedangmu.

Shalnark : Nobunaga, tenang dulu. Kita dengarkan dulu penjelasan Zero.

Nobunaga : Apa lagi yang mau dijelaskan, brengsek! Dia yang telah membunuh Uvo!

Feitan yang berdiri di samping Lucia, maju selangkah ke depan dan sudah bersiap untuk melindungi Lucia jika Nobunaga menghunuskan pedangnya ke arah Lucia. Dia memusatkan aura pada tangannya.

Feitan : Nobunaga, apa kau lupa pada peraturan kita? Sesama anggota dilarang untuk bertarung serius! Kalau kau berani maju, maka kau akan berurusan denganku!

Nobunaga : Sialan! Persetan dengan peraturan!

Lucia : Nobu, dengar aku tidak berbohong. Uvo sendiri yang menyuruhku untuk membunuhnya...

Nobunaga yang terbawa emosi semakin murka dan mengabaikan perkataan Lucia. Dia berlari ke arah Lucia dan hendak mau menebas Lucia, akan tetapi Lucia hanya berdiri diam di tempatnya saja. Dia menatap Nobunaga dengan dingin tanpa berkata apapun.

Feitan hendak mau menghadang pedang Nobunaga. Tiba-tiba Chrollo sudah berada di depan Nobunaga dan menggunakan pisau belati Ben untuk menahan pedang Nobunaga. Chrollo menggunakan Nennya untuk berpindah tempat dalam sekejap.

Chrollo : Tenanglah, Nobunaga.

Refleks semua anggota terkejut. Nobunaga juga terkejut. Dia langsung mundur ke belakang. Anggota lainnya yang heboh pun langsung terdiam dan melihat ke arah Chrollo. Seketika itu juga, suasana tegang di antara mereka pun menghilang. Chrollo berjalan ke arah Lucia.

Hisoka yang sejak tadi duduk di pojokan jendala dan menyaksikan semuanya pun tiba-tiba berdiri dan sedikit maju ke depan. Dia berdiri atas tumpukan rongsokan yang berada di dekat jendela besar yang tempat biasanya dia duduki itu dan melihat ke arah bawah, tepatnya ke arah Chrollo.

Dia menunjukkan ekspresi psychonya dengan matanya yang berbinar-binar. Dia sangat ingin ikut campur, akan tetapi dia terpaksa mundur dan menahan dirinya, dikarenakan Lucia menatap tajam dan dingin ke arahnya.

Hisoka : (Aahh, jangan menatapku begitu...)

Sekarang Chrollo berdiri di hadapan Lucia dengan jarak yang sangat dekat dengan Lucia. Dia menoleh sedikit ke belakang.

Chrollo : Nobunaga, jika kau tidak ingin mendengarkan penjelasan Lucia. Bagaimana jika Pakunoda yang memeriksanya? Apakah dia berkata jujur atau tidak?

Nobunaga berdecak kesal dan dengan berat hati menyetujui permintaan Chrollo. Dia mengembalikan pedang pada sarung pedangnya. Lalu berdiri sedikit menyamping sambil melipatkan kedua tangannya di depan dadanya.

Chrollo : Jadi, apa kau bersedia memperlihatkan memorimu kepada Pakunoda?

Lucia : Kalau dengan cara ini kalian bisa mempercayaiku, lakukan saja.

Chrollo : Pakunoda...

Lucia tidak menyangka Chrollo menggunakan Pakunoda untuk ikut campur kedalamnya. Sebelum Pakunoda menyentuhnya, Lucia sudah segera memalsukan seluruh ingatannya dengan sebegitu detailnya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan maupun keraguan.

Pakunoda langsung mendekati Lucia. Dia menyentuh pundak Lucia. Semua mata tertuju pada Lucia dan Pakunoda. Pakunoda sangat terkejut dengan semua memori yang dia lihat dari dalam diri Lucia.

Pakunoda melihat jati diri si pengguna rantai adalah hanya seorang wanita yang berambut panjang dengan memakai topi dan mengenakan kacamata hitam tanpa nama. Dia melihat pada saat Lucia tiba di tempat Uvogin berada, Uvogin sudah tertangkap oleh Kurapika. Uvogin sudah terlihat sangat tidak berdaya dan menyedihkan.

Dia melihat Kurapika hanya menggunakan rantainya untuk mengikat Uvogin. Kurapika tidak menggunakan keempat rantai yang lainnya. Dia melihat Uvogin meneriaki Lucia dengan kencang.

"Zero, bunuh aku!"

Dalam keadaan kritis dan berat hati, Lucia langsung menebas Uvogin dan sekalian Kurapika. Namun, Kurapika berhasil menghindar. Pada saat Kurapika menghindar, rantai yang mengikat tubuh Uvogin melonggar. Lucia langsung memutuskan rantai Kurapika dengan pedang darahnya.

Lalu terjadi pertarungan sengit antara Kurapika dan Lucia sebentar sampai akhirnya Kurapika berhasil melarikan diri. Pakunoda terkejut saat melihat Uvogin sendiri yang meminta Lucia untuk membunuh dirinya.

Pakunoda tiba-tiba menangis sedih karena dia melihat Lucia menangis histeris setelah Uvogin mati di pelukannya. Dia tidak bisa membayangkan betapa beratnya beban Lucia yang masih anak-anak itu harus membunuh teman terdekatnya.

Machi : Pakunoda...

Shalnark : Paku, kenapa kau menangis? Berikan memorinya padaku.

Setelah selesai melihat serpihan ingatan Lucia, Pakunoda langsung memeluk Lucia dan merasa sangat iba. Lucia pun menangis dipelukan Pakunoda sambil memanggil nama Pakunoda. Setelah itu, Pakunoda memberikan semua ingatan Lucia yang dia dapatkan kepada Feitan, Shalnark, Machi dan Nobunaga.

Mereka semua terutama Nobunaga yang mendapatkan serpihan ingatan penyesalan Lucia itu terkejut bukan main. Seketika itu juga mereka langsung percaya dengan semua perkataan Lucia dan Nobunaga yang merasa bersalah pun hanya bisa terbungkam diam.

Machi : Sudah jangan menangis lagi. Kita akan menemukannya dan membalaskan kematian Uvo.

Machi memeluk dan mengelus-elus lembut kepala Lucia. Meskipun Lucia masih menangis, akan tetapi di dalam hatinya, dia tersenyum puas. Sekilas Lucia melirik ke arah Chrollo.

Chrollo hanya diam dalam situasi itu. Dia menatap bukunya. Akan tetapi, pikirannya tidak ada di situ. Dia sedang memikirkan hal lain. Lucia tahu apa yang sedang dipikirkan Chrollo pun hanya bisa tersenyum.

Lucia melompat ke atas dan duduk di samping jendela yang dekat dengan Hisoka dan mengunyah cookies yang diberikan Nobunaga sebagai permintaan maaf. Dia menatap ke arah Hisoka dan tanpa di sengaja pandangan mata mereka bertemu.

Lucia : Mau?

Hisoka mengambil satu cookies. Lucia menggunakan telepatinya kepada Hisoka tanpa melihat ke arah Hisoka.

Lucia : "Hisoka, gimana aktingku?"

Hisoka : "Kau sungguh menipu semuanya ya. Apa yang kau perlihatkan pada Pakunoda?"

Lucia : "Itu rahasia! Lagipula itu bukanlah penipuan tapi bisnisku dengan Kurapika! Kau juga begitu, kan?"

Hisoka hanya tersenyum sambil mengunyah cookies. Dia mengambil satu cookies lagi dari bungkusan yang di pegang Lucia.

Lucia : "Lalu apa jawaban Kurapika? Dia menerima kerja samamu?"

Hisoka : "Kemungkinan..."

Lucia : "Selamat. Mau kubantu?"

Hisoka tidak sempat menjawab karena tiba-tiba Machi memanggilnya. Telepati pun terputus. Lucia memberikan bungkusan cookies yang tersisa 5 buah kepada Hisoka lalu melompat turun ke bawah. Hisoka tersenyum licik.

-Bersambung-