"Bibi, apa aku berat?"
Setelah berapa lama menggendong Eugene. Jane tersadar dengan celetukan bocah kecil itu. Dia menoleh ke sampingnya dan bertemu pandang dengannya.
"Iya kau berat. Kalau kau ringan, Bibi akan mengomeli ibumu yang tidak memberimu makan," ucap Jane.
Eugene tertawa mendengar kejujuran Jane. Dia semakin mengeratkan pelukan pada Jane.
"Eugene."
Perawat Nadine yang baru selesai ke kamar kecil datang, dan melihat anak asuhnya digendong perempuan asing. Sejenak dia terpaku lantaran seperti pernah melihat gadis tersebut.
"Perawat Nadine. Aku memiliki Bibi baru," celetuk Eugene.
Seperti sudah memiliki ikatan. Eugene masih saja menempel erat dengan Jane. Yang mana membuat Jane jadi gemas sendiri. Bukan risih atau tidak nyaman, dia juga memeluk Eugene erat.
"Oh ya. Bibinya mau kerja ya. Sini sama Nadine."
Nadine berusaha mengambil Eugene dari gendongan Jane. Tapi bocah kecil itu justru menolak.
"Eh, biarkan saja ... dia—"
"Ini Nadine, Jane. Dia yang asuh Eugene." Nakula tahu kebingungan Jane. Dia mendekat dan merentangkan tangan ke arah bocah Lima tahun itu.
"Sini sama Paman. Kau mau merebut Bibi Jane dari sisi Paman, heh."
Eugene tertawa. Dia turut merentangkan tangan ke arah Nakula. Tapi sebelum benar-benar berpindah gendongan, Eugene dengan cepat mengecup pipi Jane.
Baik Jane mau pun Nakula sama-sama melonjak terkejut. Tidak menyangka dengan tingkah laku bocah tersebut
"Weh kau mau jadi selingkuhan kecil."
"Nakula."
Nakula bersungut-sungut. Baru ingin memiting Eugene. Sandra sudah lebih dulu berteriak. Membuatnya manyun dan menyerahkan Eugene ke tangan Nadine begitu saja.
Nadine yang sedikit tidak siap. Cukup kesulitan. Untungnya Nakula memang becanda dan setelahnya mereka tertawa.
"Perawat Nadine ini, Jane."
Nakula akhirnya mengenalkan Jane. Kisah cintanya memang sudah menjadi konsumsi publik di keluarga Hernandez. Tidak heran, setelah dikenalkan, Nadine sadar siapa perempuan di depannya.
"Oh halo. Saya Nadine. Perawat atau pengasuh Eugene. Senang bertemu denganmu."
Jane salah tingkah dengan perempuan di depannya. Orang yang pernah dia tuduh sebagai istri Nakula itu tidak lain hanya perawat anak yang tadi dia gendong.
"Halo, saya Jane. Senang juga melihat anda."
Jane tersenyum ramah. Begitu juga perempuan cantik di depannya. Tidak salah sebenarnya kalau Jane salah paham dengan Nadine. Gadis itu begitu cantik.
"Nakula."
"Ya Sayang."
Mendengar panggilan yang begitu lembut, refleks Nakula menyahut dengan berani. Padahal di sini masih ada pengasuh anak-anak Sandra. Terlebih Sandra dan Bara juga masih bisa mendengar jawabannya.
"Sayang ... sayang. Memangnya Jane mau kembali?" sahut Sandra yang sudah gerah dengan tingkah laku keduanya.
Jane yang merasa malu, langsung menarik tangan Nakula menjauh. Dia membawa atasannya itu keluar ruangan.
"Kenapa kita harus keluar?" tanya Nakula setelah Jane sudah berhenti dari pelariannya.
"Nakula apa mereka tahu terkait kelakuanmu yang aneh ini?" tanya Jane yang langsung membuat Nakula keheranan.
"Aneh dari mana? Aku normal-normal saja. Buktinya masih suka perempuan cantik seperti kau."
Jane memutar bola matanya malas. Ada-ada saja tingkah laku Nakula yang membuat Jane harus mengelus dada.
"Bukan ih. Aku malu dengan Kak Sandra dan Bara. Juga banyak anak-anak mereka. Oh ya, Eugene itu siapa?"
Jane baru teringat dengan fakta Eugene. Dia merasa tidak asing dengan anak itu.
"Oh ya. Selain ingin bertemu kau, ada yang ingin Kak Sandra dan Bara katakan. Kita kembali ke dalam ya?"
Jane langsung menggeleng. Dia jujur begitu penasaran dengan fakta itu, tapi tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu lama.
"Aku harus bekerja Nakula. Lain kali saja ya."
Nakula mendesah. Dia juga tidak bisa memaksa keinginan Jane. Di samping ada urusan pribadi. Mereka berdua terikat profesionalisme untuk bekerja.
"Baiklah. Nanti aku bilang Kak Sandra. Kau boleh bekerja tapi jangan lupakan kesehatanmu."
Jane mengangguk. Dia merasa senang diperhatikan Nakula. Mereka berpisah karena Jane yang ingin segera kembali bekerja.
Nakula kembali seorang diri. Bibirnya tidak henti tersenyum. Dia begitu merasa senang.
"Untuk apa kau senyum-senyum sendiri? Mana Jane?"
Sandra yang melihat Nakula kembali seorang diri, tidak terima. Dia masih ingin berbicara dengan Jane.
"Jane harus bekerja Kak. Tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama."
Sandra mencebik. Tapi kemudian di beri pengertian oleh Bara.
"Kau dan anak-anak pulang saja ya. Ada hal yang masih harus kami urus. Ini terkait pekerjaan, Sayang."
Sandra ingin protes. Tapi melihat raut serius Bara, dia mengurungkan niatnya.
"Baiklah, ayo kita pulang anak-anak. Intan kau panggil Syden ya?"
Intan mengangguk dan keluar lebih dulu untuk mencari anak asuhnya.
***
Selepas kepergian Sandra dan anak-anaknya. Nakula dan Bara duduk bersama. Mereka saling berhadapan karena ingin membicarkaan hal yang serius.
"Nakula, aku mendengar kabar kalau Mobile Cash kekurangan dana untuk pengoperasian mesin kiosk. Kau mau investasi?" ucap Bara langsung ke inti poin.
"Yang benar Paman? Bukankah mereka dapat pendanaan dari Jepang dengan nilai bagus?"
Nakula merasa heran dengan fakta baru tersebut.
"Biasa terkait penyelewengan dana. Juga banyak makan promosi yang tidak perlu. Target pasar yang mereka sasarkan, sudah begitu nyaman dengan tarif yang mereka berikan. Sehingga saat, pelan-pelan dinaikkan, pelanggan justru lari."
Bara menjelaskan singkat. Dia juga memberikan bukti berupa rekaman yang telah dia dapatkan dari asistennya.
"Apa Pamam yakin, akan berhasil kalau kita investasi ke sana?" tanya Nakula yang berusaha mencerna hal tadi.
Bara seketika mengangguk. "Pandemi telah usai. Tidak ada alasan lagi. Kita benahi manajemennya. Masukan Jane untuk mengelola kas. Rekomendasi dari Samuel tidak akan meragukan."
Nakula langsung cemberut begitu mendengar nama Jane. Kalau Jane dia lempar ke sana, tentunya mereka akan jarang bertemu.
"Jiah, kekanak-kanakan sekali. Kau nikahi saja, lalu ikat dia," ujar Bara menanggapi protesan Nakula.
"Memang enak kalau bicara."
Bara seketika terkekeh. Nakula seperti anak remaja yang begitu labil.
"Bagaimana Nakula? Kau begitu lama mengambil keputusan. Nanti Paman keburu karatan di sini," sahut Bara yang merasa menunggu lama.
"Oke Paman. Aku mau bergabung. Asal bukan Jane yang pergi ke sana. Aku akan buka lowongan saja, Biar Jane di sini. Yang saat ini saja belum stabil."
Bara mengangguk saja, tidak masalah sama sekali. Dia hanya memberi pendapat. Semua keputusan tetap ada di tangan Nakula.
"Terserah kau saja. Tapi carilah yang betul-betul benar. Jangan mencari asal. Karena Paman rasa ini bukan ajang untuk coba-coba."
Nakula mengangguk paham. Dia juga akan lebih ketat dalam mencari tenaga ahli.
"Kalau untuk itu, aku bisa minta bantuan Jane untuk menyeleksinya."
"Ya boleh."
"Jadi alasan utama mereka merugi karena pandemi. Lalu setelah ditelusuri ternyata banyak kecurangan ya Paman."
Nakula membaca laporan di laptop Bara. Menyimpulkan hal yang menurutnya terjadi kejanggalan di sana.
"Ya. Pandemi beberapa tahun lalu memang menjadi alasan kuat. Tapi setelah diselidiki tidak hanya itu saja."
"Ya aku paham, Paman. Aku pelajari dulu, besok aku kabari."
"Baiklah." Bara langsung mengangguk. Dia juga tidak ingin membuat Nakula terburu-buru. "Paman permisi dulu."
***