webnovel

Mengejar Cintamu

“Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Jika di hatimu hanya ada dia?” Hanya satu pertanyaan itu yang tidak bisa dijawab dengan cepat oleh Alekta Suryana. Dia hanya bisa terdiam dalam duduknya dan masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih.

macan_nurul · Urban
Zu wenig Bewertungen
331 Chs

22. Tidak Bisa Dipaksa

Alekta terbangun saat merasakan ada belaian lembut yang menyentuh kepalanya. Dia begitu kaget melihat pria yang sudah tidak ingin dilihatnya lagi, siapa lagi jika bukan Caesar.

"Untuk apa kau ke sini? Dari mana kamu tahu kalau aku ada di sini?" tanya Alekta sembari menepis tangan Caesar yang menyentuh kepalanya.

"Itu tidak penting. Yang terpenting adalah saat ini aku akan menemanimu, hingga kamu pulih." Caesar menjawab dengan nada tidak peduli dengan penolakan Alekta.

"Aku tidak butuh kau! Lebih baik kau pergi dan temani wanitamu itu!" tukas Alekta sembari membuang wajahnya.

Caesar tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Alekta. Wanita mana yang dimaksudkan, karena beberapa hari ini dirinya dan Kamila belum bertemu.

Ingin rasanya dia langsung memeluk wanita yang sedang marah padanya itu. Caesar ingin memberikannya sebuah ciuman hangat agar wanita yang ada di hadapannya itu tidak marah lagi padanya.

Dia pun tidak bisa menahan dirinya lagi, tanpa mengatakan apa pun Caesar memilik Alekta lalu mencium bibirnya. Namun, Alekta tidak menginginkan itu.

"Apa kau sudah tidak waras hah? Ini di rumah sakit dan kau melakukan semua ini padaku!" tukas Alekta sembari mendorong tubuh Caesar dengan sangat kuat.

"Ada apa denganmu, Sayang? Aku sangat merindukanmu. Aku ingin kembali bersama denganmu, kita tidak perlu memedulikan orang-orang yang tidak setuju dengan hubungan kita." Ujar Caesar.

Alekta tersenyum miring, dia tidak mengira jika pria yang sangat dicintainya itu bisa mengatakan semua ini. Dulu yang dia ketahui jika Caesar ini adalah pria yang sangat mengerti akan arti persetujuan kedua orang tua.  

Dia menatap dengan lekat Caesar sembari mengingat semua yang sudah dialami oleh mereka berdua. Apakah ini adalah pria yang dicintainya. Apakah ini adalah pria yang kelak jika menikah akan menjadi seorang suami dan menantu yang baik.

"Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu lagi! Kau sudah membuatku kecewa." Alekta berkata pada Caesar dengan nada dingin.

"Tidak, Sayang. Aku tidak akan pergi meninggalkan dirimu dalam keadaan seperti ini." Timpal Caesar yang berusaha untuk tetap tinggal menemani Alekta.

"Pergi sekarang juga! Jika tidak aku akan memanggil perawat untuk mengusirmu!" tukas Binar dengan nada mengancam.

Caesar terdiam, dia berpikir sejenak jika terus memaksa untuk tetap tinggal maka Alekta akan semakin marah padanya. Dia tidak ingin semua itu terjadi sebab dia sangat mencintai wanita yang ada di hadapannya itu.

"Baik. Aku akan pergi dari sini. Namun, kamu harus ingat aku akan selalu mencintaimu, Alekta Suryana!" kata Caesar lalu berjalan pergi meninggalkan Alekta.

Alekta menghela napasnya, akhirnya dia bisa menyuruh Caesar untuk pergi dari ruangan ini. Dirinya masih belum bisa melupakan apa yang sudah dilihatnya sebelum kecelakaan itu terjadi.

Senyum yang penuh kehangatan dan perlakuan lembut agar Caesar pada seorang wanita lain. Mengapa Caesar bisa melakukan semua itu tanpa beban, dia berpikir jika Caesar hanya akan memperlakukan hal itu padanya saja.

Bahkan dia tidak pernah melihat Caesar melakukan hal selembut itu pada Kamila. Karena Kamila adalah wanita yang sudah membantu Caesar dan tidak pernah mendapatkan cintanya.

Caesar pernah menjelaskan pada Alekta jika Kamila hanya seseorang yang sudah membantunya saja tidak lebih dari itu. Namun, seiringnya berjalan waktu Kamila memintanya untuk menjadi kekasihnya walaupun tidak ada rasa cinta antara mereka berdua.

Alekta berusaha untuk melupakan semua hal yang berhubungan dengan Caesar. Sudah cukup baginya mempertahankan rasa cinta yang ada di dalam hatinya, mungkin untuk melupakan cintanya itu akan terasa sulit.

Dia kembali berusaha untuk memejamkan kedua matanya tetapi tidak bisa. Akhirnya dia tidak tidur lagi hingga matahari mulai menampakkan dirinya.

"Dokter, apakah saya bisa keluar dari rumah sakit hari ini?" tanya Alekta pada dokter yang sedang memeriksanya.

"Sebenarnya, Nona sudah bisa keluar. Namun, ada baiknya untuk beristirahat beberapa hari lagi di rumah sakit," jawab dokter.

Alekta tidak ingin berada terus di rumah sakit, lebih baik berada di rumahnya sendiri. Dia pun terus memohon pada sang dokter untuk mengizinkannya pulang. Sedangkan untuk kasus kakinya, dia akan mengikuti semua saran yang diberikan oleh sang dokter.

"Dokter, izinkan saja dia untuk keluar dari rumah sakit." Ucap seseorang yang baru saja masuk ke ruangan Alekta.

Orang itu tidak lain adalah Elvano Mahardika, dia sudah tidak ingin mendengar wanita itu merengek meminta untuk dipulangkan ke rumahnya. Dia pun sudah tidak ingin mendengar sang adik yang menyuruhnya untuk menemani wanita itu.

"Baiklah, Tuan. Akan saya izinkan Nona Alekta untuk keluar dari rumah sakit ini." Dokter berkata lalu berjalan keluar.

Elvano menyuruh seseorang yang selalu ada di sampingnya untuk mengurus semua kepulangan Alekta. Dia ingin semuanya cepat diurus sehingga dia bisa kembali mengenakan semua yang belum terselesaikan.

"Cepat bersiap. Kau akan aku antar sampai rumahmu!" ujar Elvano dengan nada dinginnya.

"Iya. Bisa tidak sih kamu bicara biasa saja?" timpal Alekta sembari berusaha untuk beranjak dan berjalan dengan terpincang-pincang menuju almari.  

Diambilnya dress dalam almari lalu dia kembali berjalan menuju kamar mandi. Alekta dengan kekesalannya memasuki kamar mandi dan mengganti pakaiannya.

"Mengapa ada orang sedingin itu? Sebenarnya aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku berharap ini adalah terakhir kalinya aku bertemu dengan Elvano!" gerutu Alekta sembari memaki dress yang tadi diambilnya di almari rumah sakit.

Tidak berapa lama Alekta keluar dari kamar mandi, dia melihat seorang pria yang belum pernah dilihatnya. Apakah dia adalah asisten dari Elvano tetapi orang itu tidak sama dengan asisten yang bertemu dengan setiap kali bertemu Elvano.

Alekta menghempaskan apa yang ada di pikirannya itu. Untuk apa juga dia memikirkan orang yang berhubungan dengan Elvano. Semua itu tidak penting, yang terpenting kali ini adalah dia bisa pulang ke rumah.

Dia pun sudah melihat tas di atas tempat tidur, apakah semua itu bersisian barang-barangnya yang dibawakan oleh Casandra kemarin. Siapa yang sudah merapikannya.

"Ayo kita pergi!" ucap Elvano pada saat melihat seorang perawat membawa kursi dorong.

"Nona, silakan duduk di sini." Perawat itu berkata sembari memegang tubuh Alekta seraya membantunya untuk duduk.

Alekta pun duduk di kursi tersebut dan perawat itu pun mendorong kursinya dengan perlahan. Dia sekilas melihat Caesar yang sedang membawa buket bunga mawar.

Namun, Alekta memalingkan wajahnya, dia sudah tidak ingin melihat Caesar lagi. Karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melupakan cintanya itu. Cinta yang sudah mengkhianatinya.

Kursi yang diduduki Alekta terhenti tepat di depan sebuah mobil yang pintunya sudah terbuka lebar. Alekta berusaha untuk berdiri tetapi tidak bisa, entah apa yang terjadi padanya. Sehingga tubuhnya merasa lemas dan tidak memiliki tenaga sedikit pun.

"Menyusahkan!" ucap Elvano sembari menggendong Alekta dan mendudukkannya di dalam mobil.

Caesar mencengkeram erat buket bunga yang dibawanya itu. Dia sungguh tidak rela jika Alekta diperlakukan seperti itu oleh pria lain. Karena yang berhak memperlakukan itu semua adalah dirinya.