webnovel

LOVE IN THE PAST LIFE

Surya Dewangga memiliki keluarga yang lengkap. Rumah tangganya sempurna seperti impian semua pasangan. Istri yang pengertian dan dua anak manis melengkapi kebahagiannya. Namun, dunianya tergoncang saat ia satu persatu bertemu dengan jiwa keluarga dari kehidupan sebelumnya. Mereka seperti bereinkarnasi bersama lagi. Sesuatu yang tak mudah untuk dipercayainya. Mulai dari anak-anaknya yang lain hingga sosok perempuan yang dulu menjadi istrinya. Dan nyatanya perasaan itu masih sama. Tak berubah! Sungguh membingungkan dan tak masuk logika. Tugas terberatnya adalah menyelesaikan urusan masa lalunya tanpa bertabrakan dengan alur hidupnya saat ini. Mampukah?

Dione_Vee · realistisch
Zu wenig Bewertungen
31 Chs

Cerita Horor Rachmat

Sementara itu di rumah singgah sayap kasih, Gita sedang mendengarkan semua cerita dan pengalaman Rachmat saat mengantarkan Surya. Ia bercerita dengan antusias, terutama saat mereka mengalami pengalaman-pengalaman mistis dan tak masuk akal.

"Jadi kalian ketemu hantu, saat di tengah sawah?!" tanya Ratna yang ikut nimbrung dalam obrolan mereka.

"Iya, jeng. Aduh, aduuh! Hampir mau copot jantung saya saat melihat itu nenek-nenek berubah jadi pocong dan jalannya melompat-lompat!" heboh Rachmat bercerita.

"Terus, terus dia hilang ke mana?" tanya Ratna penasaran.

"Hilang ke area kuburan di tengan sawah itu lah. Masa dia bilang kuburan itu rumah dia, hii … pokoknya serem deh!" ungkap Rachmat sambil bergidik.

"Lagian kan dia sudah pesan, jangan nengok ke belakang, kamunya malah nengok. Salah sendiri," ucap Gita.

"Yah, namanya orang penasaran. Lagian kepala aku 'kan nggak nengok, lihatnya lewat kaca spion, apa itu termasuk menengok?" Rachmat berusaha membela diri.

"Huu, dasar! Kamunya iseng!" celetuk Gita.

"Pocongnya lebih iseng lagi, Mbak! Untung Mbak Gita nggak jadi ikut, coba kalau ikut, aku jamin lebih ketakutan daripada kami," ujar Rachmat.

"Siapa bilang? Kamu tahu 'kan aku suka diceritain apa-apa yang dilihat Lissa?" tanya Gita.

"Iya, iya. Memangnya dia biasa melihat apa, Mbak?" tanya Rachmat penasaran. Ia sering mendengar cerita kalau Lissa bisa melihat penampakan, tapi tak pernah menaruh minat mengetahui apa saja yang dilihat bocah kecil itu. Awalnya dia menganggap itu imajinasi seorang anak saja. Sampai terjadilah peristiwa yang membuka mata semuanya.

"Kalau diceritakan pokoknya ngeri, aku saja tak bisa membayangkan betapa ketakutannya kalau aku jadi Lissa," ujar Gita.

"Contohnya apa saja itu, Mbak?" desak Rachmat.

"Lissa suka melihat penampakan hantu dengan kondisi yang mengerikan, mungkin mereka mati mengenaskan. Ada yang kepalany hampir putus, tubuh bersimbah darah, sekujur tubuh gosong, … aih, ngeri sekali pokoknya!" urai Gita sambil menutup mukanya.

"Iya, Mbak. Aku sekarang percaya apa yang sering dikatakan neng Lissa. Apa yang dilihatnya memang benar. Kemarin si penculik itu, si Abah Rudi itu juga sudah membuka kehidupan masa lalu mereka. Kehidupan Pak Surya dan Lissa," papar Rachmat.

Gita semakin berminat. "Jadi mereka benar memiliki hubungan yang dekat?" tanyanya.

"Bukan lagi dekat, Mbak. Lissa itu anaknya Pak Surya, di kehidupan yang lalu. Mereka mati dibantai dalam peristiwa tragedy. Seram pokoknya deh!" jelas Rachmat.

"Jadi semua itu benar, bukan imajinasi atau khayalan, benar bisa terjadi?" tanya Ratna yang masih setengah percaya.

"Benar, Jeng. Yang saya dengar begitu. Makanya mereka berdua sering merasakan kesakitan, juga mereka berdua memiliki ikatan rasa yang kuat." Rachmat meyakinkan Ratna.

"Iya, bisa jadi semuanya memang benar. Jika begitu, berarti kita harus bersiap melepas Lissa dari rumah ini. Ia akan lebih bahagia jika hidup bersama Papanya, bersama orang tuanya," ungkap Gita.

"Mbak Gita nggak apa-apa dia meninggalkan kita? Tidak sedih atau sayang?" tanya Rachmat. "Maaf lho, Mbak. Karena yang saya tahu yang merawat Lissa sedari bayi merah itu Mbak Gita."

Gita menarik nafas. "Tentu saja saya bersedih, tapi mau bagaimana? Kebahagiaan Lissa lebih utama dari pada egoku untuk terus mendekapnya," ujar Gita dengan bijak.

Rachmat dan Ratna menggut-manggut.

"Mungkin jalannya sudah begini, ya kita ikhlaskan saja. Lagi pula kamu masih muda, Sis. Ngomong-ngomong sampai kapan betah menyendiri?" ucap Ratna pada Gita. Memang yang ia tahu, sampai saat itu Gita tak pernah terlihat dekat dengan pria manapun, artinya ia juga tak ada pasangan.

"Hmm, aku bertanya balik begitu juga padamu. Sampai kapan betah melajang?" balas Gita meledek Ratna.

"Hanya bintang-bintang dan langit yang tahu," balas Ratna puitis. Ia kemudian tertawa dan berbalik ingin ke dapur. "Sudah aku mau menyiapkan makan siang lagi untuk anak-anak," jelasnya.

Rachmat juga berdiri, ia ingin kembali ke pos jaga depan. "Mbak aku tugas lagi ya," ucapnya.

"Kamu nggak capek? Kalau ngantuk dan ingin tidur, panggil saja si Aziz buat gantiin sementara," ujar Gita.

"Jadi aku boleh libur, Mbak?" tanya Rachmat dengan wajah senang.

"Tentu saja boleh, tapi sehari ini saja ya," jawab Gita.

"Oke, terima kasih Mbak. Kalau gitu aku kabari Aziz dulu buat menggantikan tugasku," ucapnya.

"Ya, kamu atur sajalah," ucap Gita. Ia kembali menyibukkan diri dengan setumpuk kerjaan yang harus di selesaikannya.

"Oh iya, Mbak. Tadi Pak Surya titip pesan, suruh saya bertanya, perihal adopsi Lissa dari rumah singgah ini bagaimana prosesnya?" Rachmat menyampaikan pesan dari Surya.

"Oh itu, nantilah saya bicara secara pribadi dengan beliau. Nanti saya hubungi beliau langsung," jawab Gita.

"Okelah kalau begitu, tampaknya semua aman terkendali," ujarnya senang.

"Ya, semoga begitu seterusnya." Gita membalas pendek.

Jauh di lubuk hatinya Gita merasa kehilangan Lissa. Bocah itu sekarang sudah bertemu dengan orang yang selama ini dicarinya. Ia tak perlu lagi bersusah payah hidup dengannya di rumah singgah dengan segala keterbatasannya.

'Iya, aku harus bersiap ikhlas untuk melepaskannya, untuk kebahagiaan dan masa depan Lissa,' bisik hati kecil Gita. 'Lagipula dia sudah berada di tangan orang yang tepat', imbuhnya.

"Tapi aku kangen dia, kangen manja dan nakalnya dia," gumam Gita sambil memandangi foto Lissa yang ada di galeri ponselnya.

Saat itulah panggilan video call masuk. Gita mambacanya, rupanya Bu Sarah yang menghubunginya.

Sebelum mengangkat panggilan video itu, Gita merapikan rambut dan bajunya, Ia tak mau terlihat berantakan.

Setelah dirasa rapi, Gita menekan tombol terima panggilan video.

"Hallo …" sapanya.

Sesosok wajah muncul di layar benda kotak persegi itu. Senyum dan suara tertawanya yang khas sangat dikenali Gita.

"Lissaaaa …!" seru Gita kegirangan. "Hallo, apa kabar kamu, sayang?" tanyanya.

Lissa terlihat melambaikan tangannya. "Hallo, mami Gita … aku kangen," ujarnya.

"Lissa, mami juga kangen. Kamu baik-baik saja ya di situ bersama Papa dan Ibu," ucap Gita. Air mata terasa menggenang di sudut matanya. Sedemikian terharu ia bertemu dengan Lissa, meskipun hanya lewat media ponsel.

"Iya, Lissa baik-baik saja. Sehat, senang di sini …" ucap Lissa.

Gita bahagia mendengarnya. "Mami Gita senang kalau kamu senang, sayang," ucapnya.

"Mami Gita kapan ke sini?" tanya Lissa. "Aku mau bertemu, aku kangen," celoteh Lissa beruntun.

"Nanti Mami Gita pasti ke situ kok, Lissa. Tunggu ya, Mami atur jadwal dulu," jawab Gita.

Lissa terlihat mengangguk. "Oke, aku tunggu, Mami. Lissa sayang, Mami. Dadaaah," Lissa melambaikan tangan.

"Mami juga sayang Lissa. Kiss bye, mmuaah!" balas Gita.

Tak lama layar ponsel kembali gelap.

'Ahh, Lissa. Terima kasih sudah video call, Mami. Kamu tahu Mami juga sedang merindukanmu,' batin Gita.

Perempuan itu kembali melanjutkan kesibukannya. Ia juga mulai mengumpulkan surat-surat yang dibutuhkan untuhkan adopsi Lissa.

Ia teringat pada temannya yang seorang notaris. Tak menunggu lama, ia menghubungi sahabatnya itu. "Hallo, Mel. Aku mau minta bantuanmu lagi."