webnovel

Lorex 19

Sebuah benda misterius berbentuk bola besi, menghantam halaman depan rumah. Roki Helberm datang mendekat lalu tiga serum hitam misterius keluar dari dalam bola tersebut. Tiga serum tersebut masuk ke dalam tubuhnya secara paksa. Tubuhnya mulai terbakar dan bermutasi menjadi mutan. Bola besi itu, pernahan menyatu pada tangan kanannya hingga menjadi tangan besi. Tanpa sengaja, dia terlempar ke tahun 2500 dan terdampar di sebuah kota tua penuh dengan zombie. Di sana dia bertemu dengan Profesor Xenom dalam wujud hologram. Beliau merupakan orang bertanggung jawab membuat serum dan memaksanya datang ke tahun 2500. Dalam perjalanannya, Roki bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Angela. Dia merupakan turunan terakhir keluarga Van Helix setelah kematian kakaknya di kota itu. Kemudian mereka bertiga, bertemu dengan Ninja Cyborg di dalam sebuah gedung. Cyborg mengucap sumpah setiap kepada Roki lalu dia memberi nama Jhon Luwis. Perjalanan mereka dimulai menuju Laboratorium Bawah Tanah milik Profesor Xenom. Sesampainya di sana, Roki melakukan time travel ke tahun 2015 lalu kembali ke tahun 2500 dan memulai dari awal untuk menyusul kekuatan berperang melawan Kota Horizon.

Tampan_Berani · sci-fi
Zu wenig Bewertungen
152 Chs

Di manja

Pagi telah tiba, sinar matahari masuk dari jendela kamar telah membangunkan gadis kecil itu, lalu dia melihat sebuah jam elektrik terpajang di dinding. Rupanya kini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, lalu dia beranjak dari tempat tidurnya meninggalkan Roki yang masih tertidur lelap. Kemudian gadis kecil itu berjalan lemas dengan raut wajah yang masih mengantuk, dengan beralaskan kaki menuju kamar mandi yang terletak tak jauh dari dapur. Dia masuk ke dalam untuk memenuhi panggilan alam, dan ia mengeluarkan semua itu dengan perasaan lega.

Kemudian dia berjalan ke luar untuk menghirup udara segar, lalu ia melihat Jhon sedang meletakkan ember-ember di atas tanah, ada yang sudah terisi tanah namun ada juga yang tidak. Di samping ember tersebut kedua matanya terbuka, dia pun tersenyum bahagia saat melihat sebuah motor terbang terparkir dengan gagahnya. Motor itu memiliki bentuk seperti motor ninja, hanya saja tidak memiliki roda namun terdapat dua peluncur roket kecil pada bagian depan dan belakang. Juga terdapat sebuah bak kursi tertempel di sisi kanan.

"Selamat pagi nak," sapa Profesor dalam wujud hologram bertengger di atas bahu Jhon.

"Pagi Profesor," balas gadis itu.

"Bagaimana dengan tidurmu? Apa kamu tertidur nyenyak?"

"Tidurku nyenyak sekali," ucapnya lalu ia pun fokus memandang motor tersebut dan ia bertanya,"motor itu?"

"Motor itu? Ah maksudmu Aviomotor rongsokan itu, aku menemukannya di halaman belakang. Jhon dan aku sudah memodifikasinya, jadi bagaimana menurutmu?" Tanya Profesor sembari sedikit menyombongkan diri.

"Keren sekali Profesor! Profesor memang hebat! Dengan begini kita tidak perlu berjalan kaki," puji gadis kecil itu.

"Senang aku mendengarnya," ujarnya dengan senang.

"Profesor ember-ember itu untuk apa?" Tanya gadis kecil itu.

"Nanti kamu juga akan tau, sekarang kamu bangunkan Roki. Setelah kalian mandi dan sarapan datanglah kemari," pinta Sang Profesor pada gadis kecil itu.

"Baik Profesor," ujarnya.

Kemudian gadis kecil itu berjalan ke dapur, lalu ia menggunakan celemek dan mengambil sebuah daging ayam kaleng dalam lemari kayu. Gadis kecil itu dengan riang gembira, memasukkan daging tersebut ke dalam wajan yang sudah di taburi minyak sayur, lalu dia menggorengnya hingga matang. Setelah matang gadis kecil itu meletakkan daging ayam, pada kedua piring yang sudah di sediakan. Sesekali dia menghirup aroma daging ayam yang sudah matang, lalu berjalan ke luar dan meletakkan kedua piring tersebut di atas meja makan.

Kini sudah saatnya bagi Angela untuk membangunkan Roki. Dia menaiki anak tangga, lalu berjalan dengan penuh rasa riang gembira menuju sebuah kamar tempat Roki tertidur. Angela pun berjalan mendekat, lalu menepuk kedua kakinya sembari menyebut namanya dengan suara lantang. Tiba-tiba Roki pun menyergapnya lalu membantingnya di atas kasur setelah itu memeluk gadis kecil itu layaknya sebuah guling. Sontak gadis kecil itu terkejut, wajahnya seketika memerah serta terasa sesak karena pelukannya cukup erat. Roki tersenyum dan dia pun bersikap seolah dirinya masih tertidur.

"Ha.ha.ha ampun kak geli!" Ucapnya sembari menahan geli ketika Roki mencium seluruh permukaan wajahnya sembari mengelitik kedua sisi perut Angela.

"Idih bau, belum mandi yah? Pergi mandi dulu sana," ujarnya sembari menutup hidung dengan kedua tangannya.

Sepatah kata pun tak terucap dari gadis kecil itu, ia hanya menatap Roki dengan kesal lalu pergi meninggalkan dirinya yang sedang menahan tawa. Gravitasi pada kasur membuat Roki enggan untuk meninggalkan kasur, namun dia sadar bahwa dirinya tak bisa selamanya berada di atas kasur. Dia pun berjalan merangkak, dan ia pun beranjak meninggalkan kasur. Aroma daging ayam terhendus olehnya, seketika perutnya keroncongan lalu ia berjalan cepat menuruni tangga.

Dia melihat dua tumpukkan potongan daging ayam, pada sebuah piring di atas meja makan. Roki pun berjalan dan duduk pada sebuah kursi meja makan, tak berlangsung lama gadis kecil itu keluar. Dia mengenakan baju dress hijau sejengkal di bawah lutut, dengan rambut panjangnya yang belum tertata rapih. Kedua tangannya membawa, satu style baju yang sebelumnya ia kenakan. Roki pun memandang gadis kecil itu dengan sebuah senyuman, melihat hal itu Angela langsung memalingkan wajah dengan raut wajah merah merona dan dia pun pergi ke belakang untuk menjemur pakaiannya.

Sementara Roki mulai menikmati sarapan paginya seorang diri, membiarkan Angela menjemur pakaiannya sendiri. Pemuda itu sempat terpikir untuk mencuci pakaiannya, mungkin dia akan melakukannya setelah sarapan. Sesuap daging ayam, masuk ke dalam mulutnya rasa yang hambar membuat Roki sempat terpikir untuk berhenti mengunyahnya. Namun perutnya yang tak bisa di ajak kompromi membuat dirinya menghabiskan sarapan pagi. Selesai menjemur, Angela pun berjalan menuju meja makan tempat lalu ia menatap Roki dengan kesal.

"Sebal!"

"Sebal? Sebal kenapa," ucapnya sembari melirik gadis kecil itu dalam keadaan mulut yang masih mengunyah makanan.

"Angela sebal dengan kak Roki, kenapa kak Roki menghabiskan makananya? Padahal Angela ingin makan bersama kakak," ucapnya dengan nada kesal.

"Menghabiskan? Tidak, masih ada satu suap di atas piringku." Timbalnya dengan nada bercanda.

"Itu sama saja!" Ucapnya dengan raut wajah cemberut.

"Ha.ha.ha maaf perut gak bisa di ajak kompromi. Begini saja, sebagai permintaan maafku bagaimana kalau aku menyuapimu?"

Gadis itu terdiam, lalu dia pun menganggukkan kepalanya dengan tersenyum dan ia pun berjalan dengan rasa malu-malu. Dia pun duduk pada sebuah kursi, berada tepat di samping Roki. Angela pun melirik ke arah Roki, lalu membuka mulutnya selebar mungkin dengan rasa malu-malu. Sesendok daging ayam mendekati mulut gadis kecil itu, namun bukannya masuk ke dalam mulutnya Roki tanpa rasa dosa malah memasukkan sesendok daging ayam ke dalam mulutnya sendiri. Raut wajah gadis kecil itu semakin cemberut, dia pun langsung memukul-mukul sekujur tubuh Roki dengan kesal. Sedangkan Roki hanya tertawa melihat tingkah menggemaskan ketika gadis kecil itu memukul-mukul sekujur tubuhnya. Kemudian Roki pun meminta maaf dan mulai menyuapinya. Sendok demi sesendok masuk ke dalam mulut gadis itu, jika ada sisa makanan menempel Roki mengusap dengan ujung jarinya. Selesai menyuapinya, Roki pun pergi ke dapur lalu meletakkan kedua piring kotor begitu saja di wastafel. Kemudian dia kembali sambil membawa sebuah sisir kecil yang ia temukan tak jauh dari wastafel, lalu dia kembali duduk di tempatnya.

"Hei gadis imut, duduklah di pangkuanku biR aku sisir rambutmu."

Angela pun langsung duduk di atas pahanya, sembari menahan geli Roki menyisir rambutnya dari atas hingga ujung pangkal rambutnya. Dua pun terus menyisir rambut gadis itu secara perlahan, sesekali dia meniup daun telinga hingga ia merasa geli. Mendapatkan perlakuan khusus dari Roki membuat gadis itu sangat sangat, sesekali dia meliriknya dengan tersipu malu dan terkadang dia memberikan sebuah senyuman yang sangat manis kepadanya. Roki pun membalas senyumannya, hingga membuat gadis itu semakin tersipu malu.

Seketika dia teringat akan sosok gadis bernama Dinda, kekasih Roki yang ia lihat dalam sebuah tayangan hologram. Dia membandingkan kecantikan gadis itu dengan dirinya sendiri, lalu dia pun berpikir akan hal yang di sukai Roki dari gadis itu.

Angela tak mengerti dengan apa yang dia pikirkan saat ini, mengapa dirinya bersih keras untuk mencari tau suatu hal yang tidak penting. Gadis kecil tetaplah gadis kecil, seiring berjalannya waktu dia akan segera mengerti. Dia pun teringat akan perintah Sang Profesor, lalu dia memberitahu Roki agar menemuinya di halaman luar setelah mandi.

"Baiklah aku akan kesana setelah aku mencuci bajuku," ucapnya pada Angela.

"Biar Angela yang mencuci baju Kak Roki, sebaiknya kakak cepat pergi ke kamar mandi kasihan Profesor sudah menunggu lama," pinta gadis kecil itu pada Roki.

"Ok," jawabnya.

Roki pun beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menaiki anak tangga lalu kembali dengan satu style baju sementara berukuran cukup besar, dan masuk ke dalam kamar mandi begitu saja. Dia pun mulai membasuh tubuhnya dengan air, lalu mendongak ke atas sembari menikmati setiap tetesan air. Tidak lupa membersihkan mulutnya dengan sikat gigi yang sudah di taburi jel berwarna hijau. Selesai membersihkan tubuhnya, dia pun mengelap dengan selembar handuk yang tergantung dalam kamar mandi, setelah itu dia keluar mengenakan kaos merah serta celana pendek hitam.

Kini giliran Angela, masuk ke dalam untuk mencuci satu style pakaiannya dengan riang gembira. Melihat senyumannya Roki pun merasa sangat senang, sebab sepertinya gadis kecil itu melupakan rasa duka atas kehilangan kakaknya. Dia pun semakin bertekat, terus melindungi senyuman malaikat kecil peninggalan seorang kakak yang rela mempertaruhkan nyawanya demi keluarga yang dia cintai. Kemudian dia berjalan menuju halaman depan untuk menemui Sang Profesor, lalu sesampainya di luar ia melihat sebuah motor yang belum pernah dia lihat serta beberapa ember berdiri di atas tanah.

"Lama sekali kamu nak, sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Profesor dengan nada sedikit kesal.

"Maaf ada gadis kecil yang harus di manja," ujarnya sembari tersenyum pada mereka berdua. "Ngomong-ngomong ada apa profesor memanggilku?"

"Ada berita baik dan buruk, yang harus kamu dengar. Jadi berita apa yang ingin kamu dengar terlebih dahulu?"

"Berita baik."

"Berita baiknya, kita tidak perlu berjalan kaki lagi hingga sampai ke kota Dolten. Kita pergi kesana cukup menaiki Aviomotor."

"Aviomotor? Maksudmu motor terbang yang terkenal itu?" Ucapnya memotong pembicaraan.

"Iya, ini adalah generasi ke dua walau terlihat agak kuno serta jarak ketinggiannya hanya mencapai 35 m. Setidaknya kita bisa menghindari monster dan para zombie di daratan. Tapi berita buruknya, karya minimnya energi serta bahan bakar avtur motor ini tidak bisa membawa kalian ke kota Horizon. Motor ini hanya sanggup mengantar kalian ke kota Dolten." Ujarnya menjelaskan.

"Tidak apa-apa, itu sudah cukup profesor setidaknya aku bisa mengantar Angela kembali pulang ke rumahnya."

"Begitu rupanya, kamu benar-benar anak yang baik. Gadis kecil itu memang seharusnya tidak ikut, sebab perjalanan menuju kota Horizon sangatlah berbahaya."

"Maaf memotong pembicaraan kalian berdua, sebenarnya ada perlu apa kalian berdua menuju kota Horizon?" Tanya Jhon dengan rasa penasaran.

"Ada satu tempat yang harus aku kunjungi," kata Roki.

"Hamba berjanji akan selalu melindungi tuanku hingga tiba disana dengan selamat," janjian pada Roki.

"Thanks Jhon, oh iya sebaiknya kamu beristirahat sekarang aku tak mau terjadi apapun padamu di saat perjalanan nanti. Sebab aku masih membutuhkan bantuanmu Jhon." Perintah Roki pada Jhon agar ia beristirahat.

Mendengar hal itu Jhon pun berdiri, lalu menempelkan telapak tangan kanannya pada dada kirinya. Kemudian dia pun sedikit membungkuk sebagai tanda hormat pada tuannya, setelah itu dia berjalan masuk ke dalam lalu dia membaringkan tubuhnya di atas lantai sembari mematikan sistem dalam tubuh. Melihat Jhon tertidur seperti itu, Roki merasa bahwa Jhon tak ada bedannya dengan action figur berukuran dewasa, lalu dia pun berhenti menatapnya. Setelah itu Roki menatap langit biru yang cerah, sembari menikmati hembusan angin sejuk yang damai.