Dua hari kemudian.
Sebelum acara pernikahan tiba, mereka harus melakukan sesi foto prewedding dan fitting baju pengantin untuk terakhir kalinya.
Nindya merasa seluruh tubuhnya sudah tidak sakit lagi dan dia bisa beraktifitas seperti biasanya karena kemarin dia benar-benar beristirahat total didalam kamarnya. Ray juga tidak menghubunginya membuat Nindya merasa hidupnya sangat tenang.
Masih meminum obat itu, Nindya terlalu ketakutan padahal hanya sekali saja sudah cukup.
Nindya keluar dari kamarnya dan melihat ada Ray yang sudah duduk di ruang tamu dan sudah menunggunya sejak tadi.
Nindya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Ray, tapi mau bagaimana pun dia adalah calon suaminya jadi Nindya harus menerimanya walaupun hatinya menolak akan kehadirannya.
Saat ini, Ray sedang duduk di sofa ruang tamu sambil menyesap secangkir kopi yang di hidangkan oleh pelayan yang bekerja di rumah Nindya.
Nindya menarik nafas panjang dan mencoba menenangkan dirinya. Setelah merasa cukup tenang, Nindya pun berjalan mendekati Ray dan mencoba tersenyum kepadanya.
"Hai Ray," sapa Nindya dengan senyuman indah terukir didalam wajahnya.
Ray yang sedang minum langsung terkejut bahkan hampir tersedak karena melihat Nindya pagi ini terlihat sangat cantik. Bahkan jauh lebih cantik dari biasanya.
"Uhukkk ... Uhukkk," Ray terbatuk dan langsung mengambil tissue yang berada didepannya.
Nindya membantu menepuk bahu Ray dan bertanya, "Kamu kenapa Ray? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Nindya sambil menepuk pelan bahu Ray.
Setelah melewati cukup lama. Akhirnya Ray berhenti batuk dan dia kembali normal kembali.
"Hhhmm … terima kasih sudah membantu aku. Ini semua karena aku yang ceroboh, hehehe … aku terlalu terpesona saat melihat kamu tadi tersenyum," ucap Ray, dia tersenyum bodoh sambil mengelap mulutnya.
Nindya hanya tersenyum dan dia duduk didepan Ray.
"Hari ini, bukankah kita akan pergi, mau sekarang atau …." sebelum Nindya melanjutkan ucapannya Ray langsung menyela, "Ayo kita pergi sekarang, nanti kita bisa terlambat."
Ray langsung bangun dan dia mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Nindya.
Nindya tidak mau tapi dia terpaksa haru melakukannya. Dia membalas uluran tangan Ray dan mereka pun pergi bersama.
Selama di dalam mobil Nindya hanya diam dan selalu memandang kearah jendela. Ray melirik sesekali padanya dan hanya bisa menghela nafas pendek. Dia masih sangat bersalah karena kejadian semalam yang sudah membuat Nindya marah padanya.
Tidak lama kemudian, mereka pun sampai didepan tempat dimana mereka akan melakukan sesi foto prewedding.
Nindya langsung membuka pintu mobil dan keluar secepatnya.
Ray pun menyusul dan mengikutinya dari belakang.
Mereka pun masuk dan didalam sudah disambut dengan hangat. Nindya tersenyum seolah-olah dia adalah calon pengantin wanita sangat bahagia tapi jauh didalam hatinya dia tidak menginginkan pernikahan ini.
Nindya diajak salah satu penata rias untuk mengganti pakaiannya dan saat didalam ruang ganti, Nindya terus melamun dan bayangan wajah Arkana kembali datang menghampiri pikirannya.
"Seharusnya aku menikah sama kamu Ar, bukan dengan Ray. Kenapa semuanya jadi begini?" Ucap Nindya dan tanpa terasa air mata pun jatuh dari sudut matanya.
Tiba-tiba seseorang memeluknya dan berbisik ditelinganya.
"Dya, aku datang."
Nindya merasa terkejut dan dia menoleh ke belakang. Dia merasa terkejut jika itu adalah Arkana.
Nindya menggosok matanya berkali-kali dan yakin jika itu adalah Arkana.
Nindya kembali tersenyum dan dia membalikkan tubuhnya untuk membalas pelukannya.
"Ar, apakah ini kamu? Ini bukan mimpi kan? Ar, aku tidak ingin menikah dengannya. Aku tidak ingin!" Ucap Nindya dan dia kembali menitikkan air matanya didalam pelukan Axcel.
Axcel membalas pelukannya dan merasa jika dia memang harus mendapatkan Nindya apapun yang terjadi.
Hatinya sudah terikat dengan Nindya, terlepas itu hati miliknya atau pun milik pria yang mirip dengannya, yang pasti Axcel menyukai Nindya.
"Aku bukan Ar, tapi aku berjanji akan menyelesaikan semuanya. Kamu tenang saja, aku akan membantu kamu dan kamu harus menjadi milikku," ucap Axcel, dia mengecup puncak kepala Nindya sambil mengusap lembut rambutnya.
Nindya langsung terkejut dan dia melepaskan pelukannya.
"Ka … kamu, kamu Axcel? Aku … aku minta maaf!" Ucap Nindya dan dia berusaha menjauhi Axcel.
Sekali lagi dia terbawa suasana saat bertemu dengan Axcel. Walaupun wajahnya mirip tapi mereka adalah orang yang berbeda.
Axcel merasa terkejut karena Nindya menjauhinya.
"Kenapa? Kenapa kamu harus meminta maaf? Dya, aku bukan orang lain," ucap Axcel sambil menatap wajah Nindya yang menunduk karena merasa canggung padanya.
"Kamu dan aku bukan siapa-siapa Ax, aku mohon jangan ganggu aku lagi. Aku tidak mau kalau sesuatu yang buruk terjadi pada kamu karena Ray memiliki segalanya dan dia bisa melakukan apapun termasuk …." Nindya belum menyelesaikan ucapannya tapi Axcel langsung meraih tangannya dan menyela ucapannya.
"Termasuk akan menghentikan dana bantuan untuk perusahaan papa kamu. Dya aku akan membantu kamu, berapa pun uang yang kamu inginkan, aku akan memberikannya. Aku bukan orang miskin dan aku jauh lebih hebat daripada Ray. Asal kamu mau membatalkan pernikahan ini dan menikah denganku, aku akan melakukan semuanya," ucap Axcel. Dia mengecup punggung tangan Nindya sambil menatapnya dengan sungguh-sungguh.
Nindya tidak tahu harus berbuat apa. Dia baru mengenal Axcel dan terlepas dari wajahnya yang mirip dengan Arkana, Nindya tidak mengenalnya dan haruskah dia mempercayainya?
Nindya langsung dilema dan dia bingung harus mengatakan apa padanya karena dia tidak tahu harus berbuat apa.
Tok … tok … tok ...
Terdengar suara pintu diketuk dari luar membuat Nindya dan Axcel langsung merasa terkejut.
"Ax, lebih baik kamu pergi dari sini. Jika Ray melihat kamu disini aku takut dia melakukan hal buruk terhadap kamu," ucap Nindya dan dia mendorong tubuh Axcel untuk pergi dari tempat itu.
Axcel tersenyum dan berbisik di telinga Nindya.
"Apakah kamu mengkhawatirkan aku?" Tanya Axcel sambil tersenyum nakal kepadanya.
Nindya merasa ada desiran didalam hatinya saat mendengar suara Axcel yang terdengar seksi bergema melewati telinganya.
"Ti … tidak! Sudahlah Ax, lebih baik kamu pergi sekarang juga. Ayo cepat pergi!" Ucap Nindya. Wajahnya memerah karena malu.
Axcel tersenyum dan dia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Baiklah aku akan pergi, jangan lupa! Kamu jangan menikah dengannya. Kamu harus menunggu aku," ucap Axcel. Dia mengedipkan matanya dan tersenyum nakal padanya.
Nindya tersenyum malu dan entah kenapa bertemu Axcel dia bisa tersenyum kembali. Axcel jauh lebih lucu daripada Arkana.
Arkana selalu mengucapkan kata-kata romantis tapi melihat Axcel dia terlihat tidak ada bakat jika dia itu seorang pria yang romantis.
Nindya langsung menggelengkan kepalanya dan dia baru menyadari jika dia memikirkan Axcel bukan Arkana.
"Aduh … ada apa denganku? Dia pria asing dan aku, kenapa aku memikirkannya?!" Umpat Nindya didalam hatinya. Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Axcel tersenyum dan dia tiba-tiba mengecup dahi Nindya.
"Tunggu aku, aku pasti akan kembali lagi. Ingat! Kamu tidak boleh menikah dengan pria manapun karena kamu itu milik aku Dya," ucap Axcel. Dia tersenyum dan langsung pergi meninggalkan Nindya yang masih berdiri kaku.
Dia tidak percaya jika Axcel mengatakan semua itu.
"Axcel. Pria semacam apa kamu itu? Apakah kamu pria yang baik seperti Ar atau kamu …."
Nindya terus memikirkan Axcel hingga suara ketukan terdengar kembali dan membuyarkan semua lamunannya.
Nindya langsung berjalan dan membuka pintu. Didepan pintu Ray sudah berdiri dengan kemeja putih dan wajahnya terlihat sangat tampan sekali.
Namun, ketampanan Ray tidak bisa menyentuh hati Nindya yang hanya mencintai Arkana dan belum bisa menerima pria lain selain dia. Kecuali Axcel. Ya untuknya Nindya mulai membuka sedikit ruang dihatinya untuk Axcel.