webnovel

Keraguan Hati

Jam pelajaran kedua hampir usai, namun Nanda masih berkelut dengan pemikiran 'siapa gerangan perempuan yang dimaksud Lana? Betulkah itu Nadia?' Lana bilang suara perempuan itu serak dan cadel, poinnya jadi lima puluh persen, ditambah lagi Lana menginfokan rupa perempuan itu juga mirip dengan Nadia, pujaan hatinya yang telah hilang entah kemana. Sekarang poinnya sudah menjadi seratus. Dia semakin yakin saat mendengar Nina berbiacara tidak enak tentang seseorang yang entah mengapa itu terasa seperti untuk dirinya. Perempuan ini memang layak untuk diinvestigasi lebih lanjut.

"Woy!" teriak Gilang sambil menepuk bahu Nanda kuat.

"Apaan si, Lang!"

Nanda kesal karena dikagetkan. Tentu saja kesal, pasalnya ia sedang memikirkan apa hubungan sang pujaan hati dengan Nina. Sedang berpikir keras begitu , Gilang malah mengejutkannya. Siapa yang tidak jengkel?

"Ye, lo gimana si. Itu Lana dari tadi manggilin tapi lo gak denger. Nih ya, Nan, daripada lo cuma bergelut sama pikiran lo doang, mendingan kita tanya langsung ke orangnya. Noh dia baru aja lewat."

"Iya, Nan. Gilang bener. Daripada kita cuma berspekulasi begini. Kayanya mendingan kita tanya aja ke orangnya."

Nanda tiba-tiba bangkit dari bangkunya dan berseru, "Jangan!"

Lana menekuk tangannya di dada, alis matanya bertaut bingung. Sedangkan Gilang masih duduk manis di bangkunya.

"Jangan dulu. Kita selidikin lebih lanjut aja. Kalo tiba-tiba kita tanya dia tanpa bukti, dia cuma bakal bikin alesan."

"Emang yang gue sebut tadi pagi gak bisa jadi bukti buat mojokin dia?"

"Lana, sekarang gue tanya. Lo punya foto dan rekaman percakapan mereka kemarin?" tanya Nanda jengah dan yang ditanya pun hanya menggeleng polos.

"Jangan ikutan bego kaya Gilang makanya. Sejak kapan penglihatan dan pendengaran orang bisa jadi bukti? Polisi aja butuh yang namanya foto sama alat rekaman yang bisa di dengar semua orang. Itu baru bukti. Kalo ada hal kaya gitu kita bisa mojokin dia."

Gilang menggangguk membenarkan ucapan Nanda. Sepertinya ia tak sadar kalau tadi namanya ikutan disebut sebagai orang bodoh. Ya sudah, bukan hal yang perlu dirisaukan juga. Yang terpenting sekarang itu menyelidiki lebih lanjut siapa Nina sebenarnya. Nanda sudah yakin kalau apa yg Lana infokan adalah Nadia nya. Hanya saja ia harus membuat Nina mengaku perihal hubungannya dengan Nadia. Apakah ia saudara atau hanya sahabat saja. Ia butuh bukti konkret.

"Oke. Jadi, apa rencana lo, Nan?"

"Rencana gue simpel. Lo pantau dia lagi akhir pekan ini, tapi kali ini jangan lupa siapin alat perekam dan lo pura pura aja jadi fotografer gadungan. Lo 'kan punya DSLR. Dan, kalian harus nyamar! Jangan lupa itu. Gue percayain ini sama kalian karena gue ga bisa ikut lagi. Gue ada mau cari tambahan buku referensi buat lomba nanti."

Gilang menunjuk bawah meja Nanda dan berkata, "Buku segitu banyak belom cukup emang, Nan?"

"Ya belom lah, segini doang mah apaan. Ada beberapa penjelasan yang misah-misah dan gak ada di buku yang gue punya."

"Bareng Nayla?" kali ini pertanyaan dari Lana.

"Kayanya. 'Kan dia partner gue."

"Nan, sorry ni ya. Sebenernya lo ada rasa gak si dikit aja gitu ke Nayla? Soalnya gue lihat kok lo jadi kaya ghosting in dia. Ya, kasihan aja si. Perasaan orang 'kan gampang terlukanya apalagi cewek. Nantinya bakal kelihatan banget jaga jaraknya loh."

Nanda terdiam. Apa iya dia jadi ghosting Nayla? Itu 'kan hanya kalau Nayla ada rasa. Yang dirasanya Nayla tidak ada rasa karena tiap mereka bertemu selalu saja ribut dan ribut. Iya, Nanda hanya berpikir Nayla sebatas teman jadi tidak mungkin Nayla merasa di ghosting. Iya, 'kan? Duh, Nanda malah jadi kepikiran.

"Nan?"

"Ya gue gak tau deh kalo dia ada rasa apa nggak. Yang jelas gue cuma menanti Nadia. Ga ada pikiran aneh buat cari yang lain. Gue deket sama Nayla karena anaknya asik, gak baperan, dan lagi dia partner lomba gue."

Gilang berdeham, "Kalo menurut gue, lo ada rasa sedikiiit ke Nayla, cuma lo terlalu sibuk mikirin Nadia dan lo kepentok sama janji lo, makanya hati kecil lo menolak keras kehadiran Nayla sebagai pengisi hati lo yang baru."

Nanda terdiam. Entah kenapa rasanya ucapan Gilang begitu menohoknya. Benarkah demikian? Tentu saja tidak. Nanda akan menolak keras pernyataan semacam itu.

"Nggak ada yang namanya kaya gitu, Lang. Buat gue Nadia itu satu-satunya."

"Ya, apapun itu.... Biar lo gak nyakitin perasaan Nayla kedepannya mending lo juga coba jaga jarak dari sekarang."

Nanda menoleh dan menatap Lana lurus, "Lo suka ya sama Nayla?"

**