webnovel

IRONA

18+ "Gue sumpahin suatu saat lo bakal naksir dan ngejar-ngejar gue." Dua tahun berada di kelas yang sama, menjadikan Irona sebagai bulan-bulanan Zio. Gadis yang bernama Steffani Irona Najma adalah gadis mungil berparas cantik, imut dan lucu. Dengan poni depan dan rambut yang tergerai indah. Rambutnya yang indah ini, justru mengundang tangan-tangan jahil untuk menyentuh, menarik atau bahkan menjambak. Zio Aksadana, seorang laki-laki berparas tampan, bertubuh tegap dan atletis, rahang yang kokoh serta bibir yang sangat memesona. Zio merupakan musuh dari Irona, tetapi bukan musuh yang diselimuti rasa benci. Tetapi justru dengan keusilan dan kejahilan, Zio sangat senang menggoda Irona. Baginya, ada kesenangan sendiri ketika melihat Irona mengerang kesal. Sumpah serapah yang tidak sengaja Irona lontarkan, membuat keduanya berada di dalam lingkaran kasih sayang. padahal dulu Irona tidak benar-benar ingin membuat Zio jatuh tepat di hatinya, bahkan ia berdoa, semoga Tuhan hanya menganggap ini sebuah lelucon.

Fenichaan · Teenager
Zu wenig Bewertungen
309 Chs

Berpikir (Flashback Empat)

Irona berjalan menyusuri kebun stroberi, ia menatap kosong kedepan. Setelah membuka kado kemarin ia lebih banyak melamun, tidak seperti Irona yang biasanya, Irona yang selalu tersenyum walaupun terkadang sikapnya acuh.

Semilir angin di sore hari memang begitu sejuk, menerpa kulit putih Irona. Ia berdiri di tempat saat pertama kali bertemu Aksa, seorang lelaki yang selalu menjadi bayang-bayang nya selama bertahun-tahun, tidak ada yang tahu. Ia rindu, walaupun hanya pertemuan pertama tetapi menyimpan bekas yang sangat terasa. Ia bingung, apakah ia menyukai Aksa? atau ini hanya perasaan rindu kepada teman biasa? entahlah.

Ia memetik satu buah stroberi yang sangat merah, menggigit pelan dengan nurani. Ia mencoba menyelisik seperti apa wajah Aksa saat ini, pasti tampan, pikirnya. Irona kembali berjalan menyisir setiap kebun stroberi yang ia dan ibu nya rawat, ada kebanggaan tersendiri karena bisa menjaga buah stroberi ini.

"Aksa, kalau kamu memang ada disini, kenapa ngga dateng buat nepatin janji kamu? aku kangen," lirihnya. Irona benar-benar merindukan lelaki itu, matanya berkaca-kaca menatap sendu ke atas langit yang mulai gelap.

***

Zio berjalan dengan gaya maskulin nya, menyusuri koridor di penuhi tatapan memuja dari perempuan-perempuan yang menyukai Zio. Mereka menatap lapar ketika Zio menyugar rambut ke belakang dengan jari-jari tangannya. Ia mengedipkan mata yang disambut dengan jeritan histeris kaum hawa, memang tidak ada yang bisa meragukan ketampanan lelaki satu ini.

"Duh rahim gue anget"

"Zio plis itu rambut jangan di gituin astaga"

"Kalau gue pacaran sama si Zio, gue traktir lo semua"

Seperti itulah jeritan siswi-siswi Altamevia saat Zio melintasi mereka.

"Zi, lo ngga capek apa ganteng terus? pindahin ke gue kek, perasaan gue ngga ada yang goda kayak lo," ucap Daffa sahabatnya.

"Heh, gue ganteng emang dari orok, dari masih jadi sperma malah," jawab Zio dengan percaya diri, dia memang begitu, urakan tapi mempunyai segudang prestasi.

"Eh bentar-bentar," Zio tiba-tiba berhenti,"ini bau parfum nya Irona,"lanjutnya.

"Ya emang kenapa kalo ini bau nya Irona?," Daffa bertanya dengan polosnya.

"Gue mau ngerjain dia," Zio tersenyum licik, keluarlah dua tanduk berwarna merah di atas kepalanya.

"Ikut gue," Zio menarik tangan Daffa dan membawa Daffa bersembunyi di balik tembok, mereka mengintip untuk memastikan jarak Irona yang sudah tidak jauh dan mendekat ke arah mereka.

"Lo mau ngapain sih? ngga capek apa ngerjain anak orang terus?," Daffa berbisik karrna takut ketahuan Irona.

"Hobi gue,"j awab Zio cuek tanpa menoleh sedikitpun, ia menatap fokus ke arah Irona, "cantik," pikirnya. Ia diam-diam tersenyum, sebenarnya Zio tidak benar-brnar ingin memusuhi Irona. Zio hanya ingin dekat, ia tahu kalau Irona bukanlah tipe gadis yang mudah di dekati, dan dia harus benar-benar berjuang.

Beberapa langkah lagi Irona tepat berada di tempat persembunyian Zio dan Daffa, ia berjalan santai sebari bernyanyi-nyanyi kecil, dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya.

"Haaaaaaaaaaaa," Irona menjerit, ketika melihat Zio yang tiba-tiba muncul di hadapannya secara tiba-tiba, membuat seluruh siswa menoleh ke arahnya.

"Zio sialan, kenapa lo ngagetin gue hah?," nafas Irona memburu, dada nya naik turun seolah sudah kehabisan oksigen, ia benar-benar terkejut.

"Hahaha.. muka lo jelek banget sumpah," sedangkan si pelaku tergelak di tempatnya, ia puas, benar-benar puas.

"Lo...," Irona menggeram, dan---

"Aw.. Irona sakit anjir," kaki nya di injak oleh Irona sekuat mungkin dan penuh dendam.

"Gue sumpahin suatu saat lo bakal suka sama gue," ia berbisik tepat di depan telinga Zio, membuat lelaki tampan itu membeku, wajahnya tampak pucat, dan tidak ada pembalasan apa-apa lagi. Irona pergi meninggalkan Zio, dengan perasaan yang masih kesal, matanya menerawang memperhatikan seluruh siswa yang sedang berbisik-bisik atas dirinya, ia hanya mengangkat bahu acuh dan melanjutkan jalannya.

Irona di duduk di atas kursi kebanggaannya, ia menopang dagu dengan kedua tangannya, menatap kosong ke depan dengan earphone yang masih terpasang.

"Gue tadi ngomong apa ya ke Zio?," gumamnya. "Mudah-mudahan Tuhan hanya menganggap ini lelucon," lanjutnya. Selang beberapa menit, ia melihat Zio dan Daffa memasuki kelas, berbeda dari sebelumnya, entah perasaannya saja, Zio terlihat lebih kalem, tidak seperti saat ia menertawai Irona. "Dia kenapa, aneh banget,"pikirnya.

"Ron," sapaan seseorang membuat Irona menoleh, ternyata Arin, ia juga masuk dengan keadaan wajah kusut bahkan belel, seperti celana jeans yang sudah di cuci berkali-kali.

"Napa tuh muka?," Irona menaikan sebelah alis, menatap sinis ke arah sahabatnya itu.

"Gue putus, Aldo selingkuh," Arin mendudukan bokongnya dengan lemas.

Irona sangat tahu hubungan Arin dengan kekasihnya, Aldo. Aldo adalah siswa Nusa Bangsa yang jaraknya tidak jauh dari Altamevia.

"Jangan sedih, cowok masih banyak, mending kayak gue, jomblo aja hepi," Irona menepuk-nepuk pundak Arin, sebari menaik turunkan kedua alis nya, ia menyengir lebar berusaha menyalurkan energi positif ke dalam diri sahabatnya itu.

Arin menghembuskan nafas berat, "iya, gue coba. Eh tumben banget si Zio diem?,biasanya gue dateng dia udah disini ngerecokin lo," Arin menatap Zio yang sedang fokus dengan handphone nya.

"Udah tadi pagi, dia ngagetin gue di koridor. Gila kan? malu banget anjir"

" Terus-terus?," Arin terlihat tertarik dengan cerita Irona, ia mengubah posisi duduknya menghadap wajah sahabatnya itu.

"Y ya gue injek kaki nya, terus kabur," Irona terlihat gelisah, ada sesuatu yang ia sembunyikan dari Arin. Ia merasa bodoh karena sudah berucap sembarangan, bagaimana kalau itu benar-benar terjadi? bagaimana kalau Zio benar menyukainya?, Irona menggeleng-gelengkan kepalanya, ia lupa kalau Arin ada di sampingnya.

"Lo kenapa?," Arin terlihat khawatir, takut Irona dimasuki jin atau setan lainnya, pasalnya Irona tiba-tiba melamun lalu menggeleng.

Irona tersadar, ia mengedarkan pandangannya, seluruh teman sekelasnya memperhatikan tingkah aneh Irona, termasuk Zio. Tatapan mereka bertemu, terkunci dalam beberapa nano detik. Irona merasa ada yang beda dari tatapan yang Zio lemparkan, begitu teduh dan memabukkan, seolah bertanya, ada apa? yang Irona balas dengan gelengan, lalu Zio memutuskan tatapan mereka seolah mengerti dengan jawaban Irona.

"Kok gue bisa gini sih," ucapnya dalam hati. Irona tahu, ia mulai takut jatuh cinta pada Zio. Ia sebenarnya pernah berapacaran, tetapi berakhir disakiti. Ia takut untuk memulai kisah baru, bukannya tidak ingin membuka hati, ia takut luka lama itu menganga kembali. Luka yang sudah sekian lama ia tutupi, sekarang luka itu sudah kering dan hampir membaik, Irona akan berusaha untuk membuat lukanya benar-benar sembuh, tanpa berbekas. Kalaupun nanti hatinya akan benar-benar berlabuh pada Zio, ia dalam keadaan baik-baik saja, tanpa ada luka yang ia redam, dan akan memulai kebahagiaan baru, atau membuat luka yang sama.