???
Setelah petang, kami berdua berjalan melalui jalanan yang remang-remang.
Cara kami berpegangan tangan mungkin membuat kami terlihat seperti kakak-adik atau ibu dan anak, yang sebenarnya cukup menarik saat aku mempertimbangkan fakta bahwa avatar-ku, Marie, adalah sesuatu yang sudah mirip seperti anakku sendiri.
Saat kami berjalan, aku memilih agar kami melewati gang yang cukup sepi. Ada dua alasan untuk hal itu. Pertama adalah fakta bahwa gang itu akan membawa kami ke tujuan kami, kediaman Count Gideon, sekitar sepuluh menit lebih cepat, sementara yang kedua adalah…
"Berhenti," Aku mendengar seseorang mengatakan hal itu, dan kemudian aku berbalik.
Sesaat kemudian, aku merasakan sesuatu menembus leherku.
Lalu—setelah gemetar sesaat—kepalaku yang terpisah dari tubuhku, jatuh ke atas tanah.
***
Ketua kelompok pembunuh profesional "The Reaper's Pinky," Dead Hand, Raux Diene.
"Target diamankan," kataku. "Orang yang menemaninya dipastikan mati."
Di dalam pandanganku, aku bisa melihat Master wanita yang saat ini sudah tak berkepala berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang.
Sang target, tuang putri kedua, telah pingsan karena pemandangan yang ada di hadapannya.
"Hmph," dengusku. "Dia adalah seorang Master, kau tau? Bukan berarti dia akan mati.'
Mereka memang seperti itu. Saat berada di bawa ke pintu kematian, mereka hanya menghilang begitu saja dan kembali tiga hari kemudian seolah-olah itu bukan hal yang besar. Jika itu tidak cukup buruk, mereka juga memiliki kekuatan besar, Embryo, dalam persenjataan mereka. Fakta bahwa mereka memiliki jaringan tersendiri benar-benar mengganggu kami.
Bagi kami, kelompok yang melakukan pembunuhan atas permintaan para bangsawan dan orang kaya lainnya, memburu target yang abadi bukanlah hal yang layak dilakukan, membuat kami mengabaikan sebagian besar permintaan seperti itu. Namun, dalam situasi ini, fakta bahwa ada seorang Master yang menemani sang target merupakan sebuah berkah.
"Kamu memiliki 'bukti' nya, kan?" tanyaku.
"Kami sudah merekam dirinya berjalan di sekitar kota bersama sang target," jawab salah seorang bawahanku saat dia mengeluarkan sebuah kristal yang digunakan untuk merekam gambar. "Setelah kita membunuh tuan putri, secara anonymous memberikan 'bukti' ini kepada orang yang tepat akan membuat Master itu menerima tuduhan penculikan dan pembunuhan tuan putri. Hal itu akan membuatnya masuk ke dalam daftar pencarian di setiap negara."
Truth Discernment bisa membongkar semua bukti buatan sebagai hal yang palsu, tapi yang kami miliki adalah bukti asli, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan hal itu.
Wanita itu menggunakan skill Illusion untuk membuat tuan putri terlihat berbeda, tapi itu adalah sebuah skill yang hanya bekerja pada pikiran makhluk hidup, dan tidak mempan pada benda mati. Dia juga mengubah tampilan status-nya menggunakan Disguise, tapi hal itu tidak ada hubungannya dengan kamera kami. Belum lagi aku—yang merupakan Assassin berbakat—memiliki skill Mind Eye dan Reveal berlevel tinggi, membuatku bisa membongkar trik-trik semacam itu. Sebagai tambahan, fakta bahwa para bawahanku yang memiliki low-rank job tidak bisa membongkar hal itu berarti bahwa skill yang dia gunakan memiliki level yang sangat tinggi.
Masih menjadi misteri kenapa seorang Journalist bisa memiliki skill Illusion dan Disguise, tapi karena skill itu bukan skill pertarungan, bisa saja dia mendapatkannya dari job yang berbeda.
"Membunuh keluarga kerajaan akan membuatmu masuk ke dalam daftar pencarian di setiap negara," kataku. "Bahkan jika dia bangkit, dia akan bangun di dalam gaol."
Pada saat itu dia sama saja seperti mati, pikirku.
"Semuanya berjalan lancar," kata salah satu bawahanku.
"Ya," setujuku. "Kita hanya perlu mengurus seorang wanita tak berdaya dan seorang anak kecil, jadi ini jauh lebih mudah dari pada rencana awal."
Kami telah menduga akan bertempur dengan Royal Guard atau menyusup ke kediaman Count Gideon untuk meracuninya. Namun, karena suatu alasan, dia malah keluar atas kemauannya sendiri dan bahkan menemukan seorang kambing hitam yang bagus. Situasi ini benar-benar sebuah berkah.
"Marquis Borozel akan senang dengan berita ini," gumamku.
"Hmmm…? Jadi itu bukan Count Brittis," jawab seseorang yang bukan merupakan bawahanku.
Sesaat kemudian, bawahan yang memegang tuan putri berteriak saat darah menyembur dari lengannya.
Pertama, aku menyadari bahwa tendonnya telah putus.
Lalu, aku melihat bahwa tuan putri tidak lagi pingsan dan matanya sedang terbuka lebar.
Terakhir, aku menyadari kalau dia sedang memegang sebuah belati dengan desain yang menakutkan.
Dengan demikian, aku menyimpulkan bahwa dia bukanlah tuan putri, tapi seorang musuh.
"Bunuh dia!" Aku memerintahkan para bawahanku, yang segera dan secara serentak melemparkan pisau beracun ke arahnya.
Namun, musuh yang memiliki penampilan tuan putri itu melompat ke belakang, bergerak ke belakang bawahanku yang telah kehilangan tendonnya, dan menggunakannya sebagai perisai. Seluruh pisau menancap padanya dan bahkan tidak memberinya waktu untuk berteriak sebelum dia mati.
"Sungguh hal yang buruk untuk dilakukan," kata gadis itu, masih memegang mayat bawahanku. "Tapi, harus kubilang kalau kematian seperti ini memang pantas diterima oleh orang yang mencoba membunuh seorang anak kecil yang tak berdosa."
Dia kemudian melemparkan mayat itu dan menampakkan dirinya, terlihat sama sekali tidak mirip dengan tuan putri.
Tidak lagi berwarna pirang cerah, rambutnya sekarang berubah menjadi se hitam tengah malam. Saat ini dia memakai apa yang disebut "jas," yang kadang-kadang digunakan di tempat seperti Dryfe dan Caldina. Meskipun sekarang sudah petang, dia juga memakai sebuah kaca mata hitam. Sosoknya juga benar-benar berbeda, karena sekarang dia memiliki sosok orang dewasa.
Satu-satunya hal yang sama tentangnya adalah belati yang ada di tangannya dan topeng rubah yang ada di samping wajahnya.
"Harus kukatakan, Art of Transformation benar-benar menghabiskan banyak SP saat kau meniru sosok seseorang yang memiliki fisik sangat berbeda," katanya.
Saat ini dia memiliki wajah Master yang baru saja dipenggal beberapa saat lalu, dan tato bersinar yang ada di tangan kanannya membuktikan bahwa dia adalah orang yang sama.
"Kau…!"
"Oh? Ada apa? Kau seperti sedang melihat hantu."
Kenapa dia masih hidup? Pikirku tertegun. Bagaimana dia bisa berubah? Bukankah dia seorang Journalist?
Saat pemikiran seperti itu memasuki kepalaku, aku menggunakan skill Reveal untuk melihat stats miliknya.
Marie Adler
Job: Journalist
Level: 32 (Total Level: 33)
Benar saja, aku bisa melihatnya. Dia hanyalah seorang Journalist yang sedikit melewati level 30.
"Apa-apaan itu? Tidak sopan memandangi orang lain seperti itu, kau tau?" kata wanita itu.
"Apakah kau kembali hidup menggunakan sebuah skill Embryo?" tanyaku.
Semuanya akan masuk akal jika itu memang benar, pikirku.
"Kenapa aku harus kembali hidup jika aku tidak pernah mati?"
"Dimana tuan putri yang asli?" tanyaku lagi. "Kapan kau menggantikannya?"
"Menggantikannya? Tapi sejak awal aku sudah ada di sini, dan—" Sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, salah seorang bawahan yang berada di salah satu bangunan di sisi gang melompat keluar, bergerak ke belakang wanita itu dan mengayunkan pedangnya ke arah lehernya. Pada saat pedang itu menancap di lehernya, wanita itu berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang.
Namun, di saat bersamaan, bawahan yang tadi menyerangnya pingsan dan jatuh ke atas tanah.
"Dan tidak ada orang lain di sini selain diriku," suaranya mencapai telingaku.
Suara itu datang dari atap tempat bawahanku tadi melompat keluar.
Menatap ke atas, aku melihat bahwa penampilannya kembali berubah. Sekarang tubuhnya diselimuti oleh kabut hitam, memberikan kesan samar padanya sehingga sulit untuk mengenalinya. Apa yang bisa kupastikan hanyalah fakta bahwa dia memakai topeng rubah, memegang sebuah belati di tangan kirinya, dan sebuah pistol aneh di tangan kanannya.
"…!"
Keterkejutan memenuhiku saat skill Reveal ku—yang masih aktif—memberikan hasil yang benar-benar berbeda dari sebelumnya.
■■■■■ ■■■■■
Job: ■■■■■ ■■■■■■
Level: ■■■ (Total Level: ■■■)
Aku tidak bisa lagi melihat namanya, job-nya, atau bahkan melihat sekilas pada stats-nya.
Aku telah mengalami hal ini saat aku sedang berlatih menjadi Assassin.
Itu adalah hasil yang terlihat saat skill Reveal-ku memiliki level yang lebih rendah dari pada skill Disguise milik seseorang.
Namun, aku adalah seorang Dead Hand—sebuah high-rank job dari assassin grouping—berpengalaman, dan level skill Reveal-kui sudah mencapai level maksimal 10.
Apakah skill Disguise miliknya berada di atas itu? pikirku.
"Itu tidak mungkin," gumamku, tapi sulit bagiku untuk menyangkal apa yang kulihat langsung.
Hal lain yang perlu dicatat adalah fakta bahwa skill Reveal-ku masih bisa mendapatkan jumlah karakter yang tepat.
Level main job—bukan total level—berada dalam tiga digit.
Setidaknya, sudah jelas bahwa itu bukan job Journalist, karena itu adalah sebuah low-rank job dengan level maksimal 50.
Job dan stats rendah yang kulihat sebelumnya hanyalah hasil dari Disguise atau skill sejenisnya, sementara ini adalah sosoknya yang sebenarnya. Tiga digit dalam main job-nya hanya bisa berarti dua hal—yang pertama adalah dia juga sudah mencapai level maksimal dari sebuah high-rank job, atau…
"Siapa… Siapa kau?!" seruku.
Pertanyaanku membuatnya menunjukkan senyum kejam, membuatnya terlihat seolah-olah dia sedang menunggunya.
"Aku adalah bayangan," dia mulai berbicara, setiap kata nya dipenuhi dengan perasaan. "Aku adalah cerminan dari semua kesalahan yang telah kalian perbuat—khayalan fana yang dikirim untuk menarik kalian ke dalam kegelapan…"
Nadanya sama sekali tidak memiliki ejekan seperti sebelumnya, memberikan kesan teatrikal.
"'Ke dalam Bayangan,'" dia melanjutkan perkataannya dengan penekanan dan keagungan, merentangkan tangannya kesamping seolah-olah dia sedang berdiri di hadapan penonton.
"Kutipan kalimat itu berasal dari Chapter 1 manga pertarungan pembunuh bayaran superpower karangan Nagisa Ichimiya, Into the Shadow," tambahnya, memberikan kesan yang lebih kecil dari sebelumnya, karena dia mengatakan hal itu dengan nada normal.
Fakta bahwa stats-nya masih dipengaruhi skill Disguise dan dia baru saja membunuh bawahanku tetap tidak berubah. Aku dan sisa bawahan lainnya masih berdiri sambil mengamati setiap pergerakan wanita itu.
"U-UWAAHHH!" teriak orang baru di tengah-tengah kami saat dia berlari ke arah wanita itu karena tidak dapat menahan tekanan yang ada. Itu adalah sebuah tindakan bodoh, tapi jika pengorbanannya memberikan celah kepada kami, maka itu masih bisa dianggap layak.
Tanpa mengatakan apapun, wanita itu hanya menggerakkan tangannya. Dengan sebuah jentikan pergelangan tangan, dia mengosongkan ruang para pistol mirip revolver-nya dan mengisinya dengan peluru berwarna putih dan hitam sebelum menarik pelatuknya.
Moncong pistol itu diarahkan ke arah yang benar-benar berbeda, tapi…
"GERGHGHGHGHGHGH!"
Apa yang keluar dari sana adalah sebuah makhluk mirip peluru berwarna hitam dan putih yang mengeluarkan suara aneh saat meninggalkan pistol itu, dan mengubah lintasannya dengan sudut yang mustahil. Makhluk itu menembus tubuh orang baru itu.
Tanpa mengeluarkan suara lain selain erangan, dia roboh ke atas tanah dan tidak bisa menggerakkan satu jaripun.
Seolah-olah dia sedang dilumpuhkan sepenuhnya.
Meskipun masih hidup, tidak ada satupun hal yang bisa dia lakukan.
Wanita itu baru saja melakukannya hampir tanpa usaha—hanya dengan menggerakkan tangannya.
"Ada apa?" tanya sambil menatap ke bawah ke arah kami. "Merasakan kaki dingin? Keringat dingin? Detak jantung terlalu cepat? Rasanya seperti mau hancur?" Matanya tersembunyi di balik kacamata hitamnya. "Apakah seperti ini jadinya kalian saat berhadapan dengan sesuatu selain 'wanita tak berdaya dan anak-anak'?"
Aku bisa mengetahui bahwa cahaya dalam pandangannya benar-benar dingin.
"Aku mungkin tidak layak berbicara begitu, sih," katanya sambil menghela nafas. "Saat diserang oleh kapal perang darat itu, aku hanya bisa melarikan diri. Itu menakutkan, dan meskipun aku masih berada di dalam Dendro, aku merasa seolah-olah aku benar-benar dibunuh… Ya, bahkan aku juga takut dengan musuh yang kuat."
Bahkan saat dia membicarakan apa yang dia takuti, ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Dia hanya menatap ke bawah ke arah kami, tatapan penuh dengan kedinginan.
"Itulah sebabnya…" lanjutnya. "… aku hanya bagus dalam membersihkan 'pembunuh tak berdaya' seperti kalian."
Mengikuti pernyataan itu, dia mulai bergerak.
Kami mencoba menghentikan apapun yang dia lakukan, tapi kabut yang menyelimutinya menyembunyikan semua pergerakannya. Beberapa bawahanku kembali melemparkan pisau ke arahnya, tapi mereka semua berhasil ditangkis. Lalu, dari balik kabut itu, dia melemparkan sesuatu ke arah kami.
Itu adalah sebuah bola yang memiliki sumbu—sebuah bom.
Kami mencoba menjauhkan diri dari benda itu, tapi sumbunya terbakar terlalu cepat, meledak, dan menyelimuti sebagian gang dengan… kabut tebal.
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa itu bukanlah sesuatu yang berbahaya.
"Jangan panik! Itu hanyalah sebuah bom asap!"
Menyadari bahwa wanita itu mungkin menggunakan jarak pandang kami yang berkurang untuk membunuh kami, kami mulai mencarinya ke sekeliling tempat. Aku segera menyadarinya, tapi dia langsung bersembunyi di balik asap. Berpikir kalau dia menggunakan asap ini untuk melarikan diri dari kami, aku bersiap untuk melakukan apa yang harus kulakukan. Namun, sesaat kemudian, lima buah sosok keluar dari balik asap, semuanya terlihat sama persis dengan wanita itu.
Tentu saja, aku dipenuhi dengan keterkejutan.
Skill Illusion…? Tidak, ini lebih dari itu! Pikirku.
"Habisi tiruannya! Sekarang!" teriakku memberikan perintah kepada bawahanku.
"Lempar!" kata mereka saat mereka menghujani kelima sosok itu dengan senjata lempar.
Tidak masalah apakah mereka mengincarnya dengan baik. Pisau-pisau itu hanya akan menembus yang palsu, sementara yang asli akan menangkisnya. Hal itu akan membantu kami menentukan sosok mana yang harus kami perhatikan.
Namun, hasilnya benar-benar berbeda dari dugaanku. Setiap dan semua sosok itu bergerak dengan cara yang berbeda untuk menangkis semua senjata lempar yang menuju ke arah mereka.
"Mereka… mereka semua asli!?" aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku.
"Sayang sekali bagi kalian, Shadow Clone Technique menciptakan tubuh asli," kata wanita itu.
Shadow Clone Technique?! Pikirku, kembali terkejut. Itu adalah nama skill yang digunakan oleh job yang hanya ada di Tenchi—Ninja.
Jadi saat dia meniru bentuk tuan putri, dia… aku paham! Jadi dia…!
"Ugaah…!" aku mendengar para bawahanku mulai panik, tentu saja karena mereka tidak bisa mengetahui sosok mana yang asli.
Skill itu telah menciptakan empat tiruan yang memiliki hawa keberadaan sama seperti aslinya, membuatnya sulit untuk mengatakan sosok yang asli. Tentu saja, para bawahanku merasa takut kepada seseorang yang dapat melakukan hal ini.
Namun, akulah satu-satunya orang yang mengetahui bahwa level-nya berada dalam tiga digit. Jika mereka mengetahui hal itu, rasa takut mereka akan menjadi begitu besar, dan hal itu akan menumpulkan kemampuan mereka untuk bertindak. Jika hal itu terjadi, aku tidak lagi memiliki kesempatan untuk menang.
"Jangan goyah!" teriakku. "Kita memiliki jumlah! Maju dua lawan satu!"
"Baik!" teriak mereka saat mereka menyerbu ke arah para tiruan itu.
Satu pasang untuk masing-masing tiruan.
Secara logika, tiruan pasti lebih lemah dari yang asli. Para bawahanku pasti memiliki kesempatan jika mereka memanfaatkan jumlah mereka.
Dan juga, membuat mereka bergerak seperti itu akan memberiku lebih banyak pilihan.
Atau begitulah yang kupikirkan…
"Level mereka benar-benar rendah," kata salah satu tiruan.
"Beneran," jawab tiruan lainnya.
"Mereka tidak membutuhkan banyak trik."
"Kalau begitu, kita tidak perlu menggunakan Arc-en-Ciel, ok?"
"Roger."
Bahkan saat bertarung berpasangan, mereka masih kewalahan melawan para tiruan itu. Faktanya, beberapa bahkan telah kehilangan pasangan mereka. Meskipun seharusnya lebih lemah dari pada yang asli, para tiruan itu bahkan lebih kuat dari sepasang Assassin yang sudah lama melakukan pembunuhan.
Tidak sepertiku, mereka tidak memiliki high-rank job Dead Hand, tapi tetap saja mereka adalah Assassin yang hebat. Tapi, mereka dikalahkan dengan begitu mudahnya…
"Kebanyakan orang berpikir bahwa perbedaan terbesar yang diciptakan sebuah Embryo adalah skill unik-nya," kata salah satu tiruan. "Aku yakin kalau hal itu benar tetapi juga salah. Bagaimanapun, bahkan para tian bisa memiliki skill spesial jika mereka mendapatkan special reward UBM."
Tiruan lainnya melanjutkan perkataannya. "Jika kau bertanya padaku, perbedaan terbesar yang Embryo ciptakan adalah bonus stats mereka… dan pertumbuhannya secara umum."
Tiruan ketiga berkata, "Bonus Embryo adalah apa yang membuat para Master bisa naik level dengan cepat dan memberikan kami stats yang lebih bagus. Kami juga abadi, jadi kami bisa dengan aman melewati batasan yang tidak bisa dicapai para tian. Hal itu menciptakan sebuah perbedaan besar antara efisiensi pertumbuhan kita."
Tiruan keempat menambahkan, "Perbedaan itu cukup besar untuk membuat tiga tahunku melampaui satu dekade kalian."
Tiga tahun? Dia memperoleh kemampuan mengerikan itu hanya dalam tiga tahun? Pikirku dengan tercengang.
"Itu seperti sebuah lelucon yang jelek," kataku. "Jika itu benar, maka bagi kalian para Master, seluruh latihan kami hanya bagaikan tukang yang bodoh!"
"Tukang yang bodoh… itu adalah pepatah orang-orang Altaria, bukan?" jawab salah satu tiruan. "Itu didasarkan pada kisah seorang pria yang mencoba membangun menara pencakar langit hanya dengan menggunakan tangan, dan pada akhirnya menara itu merobohi-nya."
"Tapi ada orang-orang yang bisa membangun menara menggunakan tangan, kan?" tambah tiruan lain. "Sama seperti adanya para tian yang memiliki Superior Job."
"Namun, berdasarkan contoh itu, kami para Master membangun sebuah menara menggunakan alat berat," kata tiruan ketiga.
Pada dasarnya mereka mengatakan bahwa ada perbedaan sangat besar di antara kami.
Banyak orang menyamakan Embryo dengan "bakat" dan "kemungkinan," dan semua ketidakadilan itu membuatku menggemeretakkan gigiku dalam rasa frustrasi. Aku hanya tidak bisa menerimanya. Sejak aku masih muda, aku sudah berlatih dengan tujuan untuk mendapatkan Dead Hand. Karena hal itu, aku hanya tidak bisa menerima betapa tidak masuk akalnya para Master itu.
Dunia tempat wanita itu berada yang ada di atasku adalah sebuah kesalahan.
Aku merogoh inventory-ku dan mengeluarkan senjata rahasiaku: sebuah "Gem—Crimson Sphere." Sama seperti namanya, itu adalah sebuah Gem yang berisi sihir ultimate milik high-rank job Pyromancer, Crimson Sphere.
Jangkauannya memang tidak terlalu besar, tapi kekuatannya sangat luar biasa.
Dalam keadaan sekarang ini, aku tidak akan kesulitan membuat skill ini mengenai wanita itu.
Bagaimanapun, para bawahanku—orang-orang bodoh yang bahkan tidak bisa melakukan apapun melawan tiruan meskipun melakukannya secara berpasangan—entah bagaimana telah berhasil membuat para tiruan itu diam ditempat.
"Mati," kataku saat aku melemparkan Gem itu. Benda itu meledak tepat di tengah pertempuran antara para tiruan dan anak buahku, dan melahap mereka semua dalam cahaya crimson.
Tidak ada suara maupun ledakan. Yang muncul di sini hanyalah sebuah cahaya crimson dan hawa panas yang membakar mereka menjadi abu.
Wanita itu, para tiruannya, para bawahan yang sedang bertarung dengannya, dan orang yang tidak lagi dapat bertarung, semuanya dilahap oleh cahaya itu. Sesaat setelah aku melihat keterkejutan pada ekspresi orang-orang itu, kulit di wajah mereka berubah menjadi abu hitam, dan tulang mereka segera mengikutinya.
"Lihat itu… Kalian para makhluk tak berguna pada akhirnya bisa juga berguna dalam hal yang berbeda," gumamku. Cahaya crimson itu juga memusnahkan wanita itu dan juga para tiruannya.
"Hmph," dengusku. "Jadi, sama seperti para Master, tiruan juga akan berubah menjadi cahaya saat mereka mati." Dengan itu, sudah jelas apa yang terjadi saat pertama kali kami memenggal kepalanya.
Aku berdiri di sana dan melihat mereka menghilang sepenuhnya. Yang tersisa tinggal pergi dari sini, menemukan tuan putri kedua, dan membunuhnya.
"Wanita itu benar-benar merepotkan," gumamku. "Menutupi kerugian saat melawannya akan membuatku mengeluarkan banyak uang. Kurasa aku tidak bisa meremehkan seorang Ninja—high-rank job misterius dari timur. Yah, sekarang itu bukan lagi masalah. Dia adalah pembunuh tuan putri dan dia akan langsung pergi ke gaol. Hahahahahah."
Benar-benar senang pada diriku sendiri, aku mengeluarkan tawa pertamaku setelah sekian lama saat aku memutar kristal rekaman yang berisi "bukti" itu.
Sesaat kemudian, aku merasakan sesuatu yang dingin menusuk punggungku.
"Ah, ap—?" Aku menyuarakan keterkejutanku saat kristal itu terjatuh dari tanganku, hancur, dan mengeluarkan suara nyaring. Menatap ke bawah, aku melihat sebuah bilah belati menembus dadaku.
"Aku membuatmu lengah, bukan?"
Aku mengalihkan tatapanku ke depan, dimana aku melihat lima wanita yang sama dengan yang baru saja menghilang beberapa saat lalu.
"Sepertinya kau telah salah paham tentang Ninja. Izinkan aku membetulkan dua hal," kata salah satu dari mereka.
"Pertama—Ninja adalah sebuah low-rank job," kata tiruan kedua. "High-rank job-nya adalah Greater Ninja."
"Tambahan pertama: meskipun 'shinobi' mencakup semua itu, terdapat job grouping yang berbeda untuk gaya yang berbeda. Khususnya, ninja dan onmitsu grouping."
"Tambahan kedua: ninja grouping ditujukan bagi mereka yang tidak menggunakan jurus ninja yang mencolok, seperti jurus yang orang asing bayangkan."
"Tambahan ketiga: job-ku adalah salah satu yang berasal dari onmitsu grouping, yang merupakan spesialis dalam bersembunyi, menyelinap, dan menyebabkan kebingungan."
"Dan kedua—aku tidak menggunakan high-rank job."
Perkataan itu dibisikkan kepadaku oleh tiruan ke-enam.
"Huh…? Gh…?" Gelembung darah keluar dari mulutku saat aku berbalik. Di sana, aku melihat wanita berselimut kabut yang mengenakan kacamata hitam dan topeng rubah.
"Ya," katanya. "Aku adalah yang asli. Setelah menciptakan tabir asap, aku menggunakan Hidden Technique bersama dengan Shadow Clone Technique untuk menghilangkan hawa keberadaanku. Oh, dan meskipun kau menghancurkan seluruh tiruanku, aku bisa dengan mudah membuatnya kembali menggunakan skill itu, seperti yang kau lihat."
Dia mencabut belatinya, menyababkanku jatuh ke atas tanah. Saat aku terbaring di sana, kelima tiruan dan wanita itu menatap ke bawah padaku.
Ada berbedaan yang jelas antara wanita itu dan para tiruannya. Aku tidak bisa merasakan hawa keberadaannya. Meskipun dia ada di hadapanku, kelima indraku menolak keberadaannya.
Dia telah menciptakan beberapa tiruan yang memiliki keberadaan fisik sambil secara bersamaan meniadakan keberadaannya sendiri.
Bagaimana dia bisa melakukannya…? Pikirku tak percaya.
"Aku memiliki Superior job dari onmitsu grouping, 'Death Shadow," katanya. "Tapi kau bisa memanggilku Superior Killer. Aku tidak mengatakan hal ini sebagai hadiah perpisahan, tapi itulah identitasku."
"Superior Job… Superior Killer…?!"
Superior job adalah job yang berada di atas high-rank job—job tertinggi. Dan "Superior Killer" adalah julukan dari seorang pembunuh bayaran yang, meskipun tidak memiliki Superior Embryo, berhasil membunuh seorang Superior yang terkenal sebagai "pembunuh terbesar sepanjang masa." Itu adalah nama alias dari orang yang bisa membunuh Superior—pembunuh bayaran terhebat.
"O-Ooaagh…" erangku, bukan karena rasa sakit. Gadis ini, meskipun lebih muda dariku, dia telah melampauiku dan semua tahun yang kuhabiskan untuk berlatih menjadi pembunuh, pergi jauh ke depanku ke ranah yang hanya ditujukan untuk orang-orang terpilih.
Dalam hal job dan sebagai pembunuh profesional, dia berdiri di puncak yang tidak mungkin bisa kucapai. Kenyataan itu memenuhi diriku dengan keterkejutan dan emosi yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
"Kenapa… kenapa kenyataan bisa sekejam ini…?" Gumamku saat air mata yang kupikir sudah mengering mulai mengalir keluar dari mataku.
"'Kejam,' katamu?" katanya dengan sedikit rasa tidak senang pada suaranya. "Kau adalah seorang Dead Hand, kan? Itu adalah job yang hanya bisa kau ambil setelah membunuh orang dalam jumlah tertentu, kan? Kau mencoba membunuh Ellie, dan bahkan mengorbankan bawahanmu seolah-olah itu tidak ada artinya. Kau telah mengubah banyak orang menjadi mayat tak bernyawa, dan sekarang kau menangis setelah dihadapkan pada sebuah dinding kecil. Jika kau bertanya padaku, itu benar-benar rendahan." Saat dia menatap ke bawah ke arahku, aku menatap langsung ke matanya. Apa yang kulihat di sana hanyalah cemoohan. Dia tidak hanya merendahkanku; sepertinya dia juga menunjukkan cemoohan yang sama saat melihat para penduduk kota biasa yang merepotkan."
Aku merasakan bahwa hal itu terasa memalukan dan berat untuk perutku.
Tapi jika dia membunuhku, semua perasaan itu akan menghilang, dan…
"Pokoknya, aku harus menjemput Ellie," katanya sambil berbalik, sama sekali tidak menunjukkan niat untuk menyelesaikanku. "Bagaimanapun, aku membuatnya tertidur dan menyembunyikannya. Tidak bisa membiarkannya terus seperti itu."
"Bun—"
"Tidak, Aku tidak akan membunuhmu. Itu hanya membuang-buang tenagaku." Dia membuat para tiruannya menghilang dan mulai berjalan menjauh.
Awalnya, aku tidak memahami apa yang dia katakan.
Butuh beberapa saat sampai aku bisa benar-benar memahami perkataannya, dan makna perkataan itu membuatku terbakar dengan kemarahan yang lebih besar dibandingkan saat-saat lain dalam pertemuan ini.
Aku tidak akan membiarkannya lolos.
Dengan hati-hati, untuk memastikan dia tidak menyadarinya, aku merogoh inventory-ku dan mengeluarkan sebuah item. Itu adalah sebuah Gem—Crimson Sphere, sama seperti yang kugunakan sebelumnya.
Aku yakin kau tidak menyadari kalau aku punya lebih dari satu, pikirku.
Aku segera mengaktifkan Gem itu dan bersiap untuk melemparkannya, penuh dengan niat untuk mengubah wanita itu menjadi abu. Kemudian aku juga akan mencari tuan putri kedua dan membunuhnya, serta membuat kematiannya menjadi semengenaskan mungkin. Hal itu akan menyelesaikan permintaan yang kudapat, tapi aku tidak lagi peduli dengan hal itu.
Wanita itu, yang jauh berada di atasku, telah menatapku dengan mata penuh cemoohan. Hal itu membuatku ingin mengubah semua yang ingin dia lindungi menjadi abu.
Aku tak sabar untuk melihat wajahnya saat dia bangkit dan mengetahui bahwa tuan putri telah mati, pikirku, membayangkan masa depan paling menyenangkan saat aku melemparkan Gem itu, dan…
Aku melemparkannya, dan…
"…!"
Keterkejutan memenuhi diriku saat aku menyadari bahwa aku tak bisa bergerak.
"…?! …" Aku mencoba berbicara, tapi bahkan lidahku juga tidak berfungsi.
Bagaimana bisa? Aku tidak terkena tembakan seperti orang baru itu, pikirku.
"Oh, aku lupa bilang," kata wanita itu dengan tenang dan membalikkan badan. "Sama seperti yang kau lihat sebelumnya, salah satu jenis peluru milik Arc-en-Ciel milikku adalah peluru pelumpuh, tapi sebenarnya aku bisa melakukan hal yang sama menggunakan ini."
Masih membelakangiku, dia mengeluarkan sebuah belati dan mengangkatnya sehingga aku bisa melihatnya. Itu adalah item yang sama dengan yang sudah menusukku.
"Sebuah skill yang ada di belati ini membuatku bisa melumuri bilahnya dengan racun pelumpuh bereaksi lambat," jelasnya. "Benda ini bernama 'Palsy Stingblade, Belspan.' Skill yang baru saja mengenaimu sebenarnya berasal dari sebuah Epic special reward, jadi—meskipun kau memiliki high-rank job—efeknya mungkin akan sulit untuk kau hilangkan."
Ap… Apa?
"Aku memang bilang kalau membunuhmu hanya buang-buang tenaga, tapi itu bukan berarti aku akan membiarkanmu bertindak semaumu. Jika kau tidak melakukan satupun hal bodoh, kau hanya akan tinggal di sini dalam satu atau dua hari sampai pihak berwajib menemukanmu dan membawamu pergi." Tiba-tiba dia mengubah nada suaranya. "Kuulangi—jika kau tidak melakukan satupun hal bodoh."
Di tanganku, aku memegang sebuah Gem yang sudah aktif.
"H-hhhh…!" Aku mencoba berteriak, tapi hanya bisikan yang keluar dari mulutku.
Saat aku melihat wanita itu melambaikan tangannya dengan santai kepadaku—bahkan tanpa membalikkan badan—aku ditelan oleh Crimson Sphere milikku sendiri.
***
Tuan Putri Kedua Kerajaan Altar, Elizabeth S. Altar
Saat aku bangun, Marie sedang menggendongku. Beberapa saat yang lalu, hari masih sore, tapi sekarang, matahari sudah benar-benar tenggelam.
"Oh, kamu sudah bangun?" tanya Marie.
"Ya," anggukku. "Kenapa aku digendong seperti ini?"
"Kamu kelelahan dan tertidur. Bagaimanapun, ini adalah hari yang sibuk."
Dia mungkin benar. Ini adalah pertama kalinya aku bermain sebanyak ini.
"Kita sudah hampir tiba di kediaman Count Gideon," kata Marie.
"Kalau begitu, biarkan aku jalan kaki sendiri," kataku. "Gendong belakang tidak pantas untuk seorang tuan putri."
"Baiklah."
Meskipun aku menikmatinya, aku tidak ragu untuk turun dari punggungnya dan berdiri dengan kakiku sendiri. Kediaman Count Gideon sudah dapat terlihat dari sini.
"Sejauh ini saja sudah cukup," kataku kepadanya. "Sisanya aku bisa berjalan kesana sendirian."
"Baguslah kalau begitu," Marie tersenyum. "Para penjaga mungkin akan menginterogasiku jika aku mendekat lebih dari ini."
"Marie," kataku sambil mengumpulkan tekadku. "Terima kasih."
Ingatanku mengatakan kepadaku bahwa itu adalah pertama kalinya aku menggunakan kalimat itu. Selama hidupku, aku tidak pernah punya kesempatan untuk mengucapkan rasa terima kasih sesederhana itu kepada siapapun.
"Sama-sama." Marie tersenyum kepadaku saat dia melepaskan topeng rubah—yang entah kenapa, malah dia pakai sendiri—dan memasangkannya padaku. "Hari ini akan menjadi salah satu ingatan indahku di dunia ini. Suatu hari mari kita bertemu lagi, ok?"
"Tentu saja! Kita… kita akan bertemu lagi suatu hari nanti!"
Dan dengan itu, hari liburku di Gideon—satu hari yang tidak akan pernah kulupakan—akhirnya berakhir.
Setelah aku kembali ke kediaman Count, aku dibentak oleh Liliana yang sangat, sangat marah. Namun, saat aku melihat air mata di matanya, diriku yang saat ii dapat dengan mudah memahami kalau dia sangat mengkhawatirkanku.
"Aku minta maaf," kataku, yang anehnya membuat Liliana tampak terkejut.
Jika hari ini telah membuatku berubah, semua itu tentu saja berkat Marie. Sekarang aku memiliki tujuan yang sangat jelas—untuk jalan-jalan di jalanan Gideon bersama dengan kakakku Altimia dan adikku Theresia.
Untuk mencapai hal itu, pertama aku harus menyelesaikan semua tugas yang telah kuabaikan.
***
Count Kerajaan Altar, Alzar Brittis
Di tengah malam, aku sedang melakukan pekerjaanku di ruang arsip istana kerajaan.
Aku tidak melakukan apapun selain merapikan dokumen dan nomor sejak saat aku menyerahkan wilayahku setelah perang setengah tahun yang lalu. Itulah pekerjaanku saat ini.
Dibandingkan memerintah sebuah wilayah, tugas yang diberikan kepadaku sama sekali tidak sulit, jadi meskipun tidak memiliki pengalaman, aku hampir tidak kesulitan melakukannya. Namun, hari ini, sepertinya aku bekerja terlalu keras.
Lampu yang menemaniku bekerja selarut ini terbuat dari item sihir yang sama sekali tidak menggunakan bahan bakar, tapi meskipun tidak masalah jika aku terus menghidupkannya, ini adalah saat yang tepat untuk mengakhiri hari ini.
Saat pikiran itu melintasi kepalaku…
"Count Alzar Brittis."
… Seseorang memanggilku.
Aku melihat ke arah suara itu berasal dan melihat seorang wanita. Dia mengenakan sebuah jas hitam dan—meskipun berada di dalam ruangan—dia mengenakan kacamata hitam, membuatnya terlihat aneh. Kebanyakan akan berpikir bahwa dia adalah seorang pembunuh bayaran yang dikirim untuk membunuhku, tapi aku tidak yakin kalau memang seperti itu.
"Aku ingin berbicara tentang Ellie… Yang Mulia Elizabeth… dan apa yang terjadi di duel city Gideon."
"Aku akan mendengarkannya, tamuku," jawabku.
Dengan demikian, dia mulai menceritakan tentang kejadian hari ini kepadaku.
Tuan putri kedua telah melarikan diri dari tempatnya menginap. Dia bertemu dengan preman jalanan dan kemudian bertemu dengan wanita yang ada di hadapanku. Bersama-sama, mereka berkeliling untuk menikmati semua yang ditawarkan Gideon. Dan akhirnya, wanita itu bertarung dengan para pembunuh bayaran yang telah disewa oleh bangsawan lain, orang yang mungkin menginginkan Gideon dan wilayah sekitarnya.
"Jadi itulah yang terjadi…" kataku.
Sungguh urutan kejadian yang aneh, pikirku.
"Awalnya, kupikir kaulah dalang dibalik semua ini," kata wanita itu. "Semuanya dari pelarian dirinya sampai ke pembunuh bayaran itu."
"Kenapa kay berkesimpulan seperti itu?" tanyaku.
"Kau adalah penguasa Wilayah Brittis, dan sudah jadi rahasia umum kalau kau memiliki hubungan yang buruk dengan Count Gideon sebelumnya—yang wilayahnya terletak di sebelah Brittis." Jelasnya. "Dan juga… dalam perang setengah tahun lalu, kau kehilangan pewarismu—satu-satunya putramu." Benar sekali. Semua itu tidak lain adalah kenyataan.
"Pada saat itu putramu berumur lima belas tahun. Karena sudah dewasa, dia dikirim ke medan perang sebagai salah satu bangsawan kerajaan," lanjutnya.
Memang benar. Putraku telah berpartisipasi dalam perang itu dan kehilangan nyawanya.
"Apa yang kau pikirkan pada saat itu?" tanyanya. Meskipun dia memakai kacamata hitam, aku bisa merasakan kalau dia sedang menatap langsung ke arahku. "Tidak seperti putramu, putra dari Count Gideon saat itu tidak berpartisipasi dalam perang karena dia masih belum dewasa. Sebagai hasilnya, orang yang mati hanyalah petugas militer yang mewakilinya. Dan oleh karenanya, sementara Count Brittis kehilangan putra dan wilayahnya, Count Gideon dilanjutkan oleh generasinya yang berikutnya, memerintah wilayah paling makmur di kerajaan. Bagaimana pendapatmu tentang situasi ini?"
Dia berhenti sejenak, kemudian menarik nafas dan melanjutkan perkataannya.
"'Count Gideon diberkahi dengan wilayah makmur dan putra yang bisa dia serahi masa depan wilayah itu kepadanya. Aku juga melakukan yang terbaik demi kerajaan. Lalu kenapa? Kenapa hanya aku yang kehilangan segalanya?!'"
Seolah-olah sedang berdiri di depan penonton teater, dia mengatakan kalimat sangat familiar yang telah kukatakan berkali-kali.
"Tidak banyak orang yang bisa menyalahkanmu karena berpikir seperti itu," tambahnya.
"Kau berbicara seolah-olah kau telah melihatku mengatakan hal itu," kataku. "Kita belum pernah bertemu sebelumnya."
"Kalimat itu hanyalah hasil dari gambaran sifat yang kubentuk berdasarkan informasi yang kumiliki."
Begitu. Itu adalah imajinasi yang menakjubkan, pikirku.
Kalimat yang dia katakan kurang lebih sama dengan yang pernah kukatakan. Memang, ada saatnya dimana aku berpikir demikian dan meratap dengan cara yang sama sambil menutup diri di ruangan pribadiku.
Itu semua masuk akal. Kenyataan itu sudah lebih dari cukup untuk menyimpulkan bahwa akulah dalang dibalik kejadian itu.
'Itu benar," aku mengakuinya. "Aku marah kepada semua orang. Keluarga kerajaan, khususnya raja bodoh itu, yang telah memulai perang yang mengambil nyawa putraku. Royal Guard, yang meskipun berada di sampingnya, tapi gagal untuk melindungi segalanya. Dan meskipun aku telah mengalami kehilangan seperti itu, Gideon masih memiliki segalanya… Hal itu membuat mereka menjadi target kemarahanku."
Itulah sebabnya aku mulai merencanakan balas dendam, yang termasuk…
"Namun," kata wanita itu, "Kau menyadari kalau perasaanmu benar-benar tidak masuk akal. Sebagian dirimu berpikir bahwa salah jika kau mengarahkan semua dendam itu kepada mereka."
Oh, jadi kau bisa memahami sejauh itu? Pikirku.
"Apakah aku salah?" tanyanya untuk memastikan.
Dari semua cara yang kumiliki untuk menanggapinya, aku memilih untuk terus terang dengan apa yang kurasakan.
"Aku mempertimbangkan untuk balas dendam kepada Keluarga Kerajaan, Royal Guard, dan Count Gideon," aku mengakuinya. "Namun, sama seperti yang kau katakan, aku tau kalau dendamku itu salah tempat."
Tapi, aku merasa kalau aku harus melakukan sesuatu. Doronganku jauh terlalu kuat untuk membiarkanku berhenti.
"Oleh karenanya, aku memilih untuk menyerahkan semuanya kepada takdir," lanjutku.
"Aku paham. Itulah sebabnya rencanamu memiliki celah yang disengaja itu," katanya sambil mengangkat tiga jarinya. "Tiga point utama. Pertama, ada keraguan apakah memberitahu Ellie tentang kemeriahan Gideon akan membuatnya benar-benar melarikan diri dan meninggalkan tugasnya. Kedua, itu adalah test untuk melihat apakah Royal Guard benar-benar mampu melakukan tugas mereka saat dihadapkan pada kejadian seperti itu. Dan ketiga, ada juga keraguan apakah kota Count Gideon cukup aman bagi seorang gadis kecil seperti Ellie untuk berjalan-jalan sendirian. Jika mereka bertindak dengan cara yang setidaknya sesuai dengan satu dari tiga point itu, mereka—sama sepertimu—hanyalah melakukan tugas mereka sebaik mungkin, yang berarti bahwa ketidakberuntungan yang kau hadapi hanyalah kesalahanmu sendiri. Itulah yang kau pikirkan, kan?"
Benar.
Aku telah mengatakan kepada Yang Mulia Elizabeth, orang yang paling nakal di antara ketiga putri, dan memberikan gambaran ideal tentang Gideon kepadanya.
Lalu aku dengan sengaja memberikan dokumen yang salah kepada Royal Guard—dokumen yang akan menghalangi tugas pengawalan mereka.
Dua tindakan itu telah meningkatkan kemungkinan tuan putri akan melarikan diri dari kediamannya, dan hanya sampai situlah yang kulakukan.
"Masalah yang akan terjadi hanyalah jika terdapat kegagalan pada tiga point itu," kata wanita itu. "Jika Ellie—anggota dari keluarga kerajaan—terluka, itu akan menjadi tanggung jawab Royal Guard dan Count Gideon, dan misi balas dendammu akan selesai."
Aku telah membiarkan takdir menunjukkan kepadaku apakah dendamku itu salah tempat atau ada hal lain padanya.
"Sulit untuk menganggap hal itu sebagai sebuah rencana, dan aku tidak cukup yakin bahwa itu semua adalah kesalahan mereka bahkan jika hal itu terjadi… tapi, itu cukup dekat," kata wanita itu.
"Tapi hal itu tidak terjadi, kan?" tanyaku.
"Benar. Bagi keluarga kerajaan, Royal Guard, Count Gideon… dan bagi Ellie sendiri, ini hanyalah kasus 'tuan putri nakal yang melarikan diri dan bersenang-senang seharian di Gideon.' Hanya itu."
"Terima kasih," tanpa sadar aku mengucapkan terima kasih kepadanya.
"Untuk apa?"
Aku mengatakan hal itu tanpa berpikir terlebih dahulu, jadi bahkan aku tidak tau bagaimana hari menjawab hal itu. Namun, setelah sedikit pertimbangan, aku memutuskan kalau ucapan terima kasih adalah hal yang paling tepat di sini.
'Terima kasih karena kebetulan kau ada di sana untuk menyelamatkan nyawa Yang Mulia, akhirnya aku mencapai sebuah kesimpulan." Hal-hal yang terjadi dalam insiden itu telah memberiku jawaban terbesar. "Aku… Aku hanya tidak beruntung."
Kematian putraku, kondisi wilayahku yang miskin… semuanya disimpulkan pada kalimat itu.
Tidak ada seorangpun yang salah di kerajaan. Penyebab semua ini bukan terletak pada orang lain. Aku hanya tidak beruntung.
"Aku tidak bisa menyalahkan siapapun atas hasil ini. Putraku pergi ke medan perang dan mati hanya karena kurang beruntung, sementara wilayahku tidak beruntung karena terserang wabah. Tidak ada seorangpun yang salah di sini… tapi, tidak dapat melihat hal itu, aku malah melakukan sesuatu yang benar-benar jahat."
"Memang," kata wanita itu. "Aku juga punya satu atau dua kata yang ingin kukatakan tentang dirimu yang menggunakan nyawa Ellie seperti sepasang dadu."
Dan dia berhak merasakan hal itu, karena—meskipun tidak langsung—aku telah mencoba untuk melukai Yang Mulia Elizabeth. Meskipun dia nakal, tuan putri kedua adalah nona muda yang sangat lembut.
Aku tidak percaya kalau aku telah menggunakannya sebagai batu ujian, pikirku merasa jijik pada diriku sendiri.
"Namun, sekali lagi, ini hanyalah peristiwa 'tuan putri yang melarikan diri,'" kata wanita itu.
Dengan begitu, tidak ada satupun orang yang akan disalahkan atas hal ini. Yang Mulia Elizabeth akan dimarahi, tapi hanya sejauh itu.
"Tapi meski begitu…" kataku.
"Jika kau merasa bersalah," dia memotong perkataanku, "sebagai gantinya bekerjalah dengan lebih keras. Dimulai dengan ini."
Mengatakan hal itu, wanita itu memberiku tiga gulung dokumen.
"Apa ini?" tanyaku.
"Aku telah mengumpulkan bukti dan catatan kejahatan yang dilakukan oleh Marquis Borozel—orang yang mengirim pembunuh bayaran kepada Ellie," jawabnya. "Katakan saja bahwa kau menemukannya saat sedang mengelola dokumenmu atau sejenisnya dan biarkan dia mendapatkan hukuman yang setimpal."
Tentu saja, aku terkejut, karena dokumen yang dia berikan kepadaku ini sepertinya hanya bisa ditemukan di tempat paling rahasia milik seorang bangsawan. Kelihatannya, setelah melindungi tuan putri, dia langsung pergi ke wilayah Marquis Borozel, mengambil dokumen ini, dan kemudian kembali ke ibukota.
"Pokoknya, pekerjaanku selesai, jadi aku akan pergi," kata wanita itu.
"Tunggu," aku memanggilnya. "Sebenarnya siapa kau?"
Pertanyaanku membuatnya menunjukkan sebuah senyuman.
"Aku hanya seorang Journalist yang numpang lewat," jawabnya saat dia menghilang seperti kabut di dalam angin dan bayangan di bawah cahaya matahari.
***
Journalist/Death Shadow, Marie Adler
Sehari setelah aku bersenang-senang dengan Ellie, aku sedang duduk di bangku teras milik sebuah kafe paling populer di Gideon.
"… Aku sungguh lelah," gumamku.
Alasan dari hal itu sudah jelas—aku masih kelelahan akibat semua yang terjadi kemarin.
Pencarian tiket, kencan dengan Ellie, menangani pembunuh bayaran yang mengincarnya, mendapatkan bukti tentang pelaku utama, Marquis Borozel, dan kemudian berbicara dengan Count Brittis… semua itu terjadi dalam satu hari. Tiga terakhir bahkan terjadi setelah matahari terbenam.
Memang benar, aku memiliki Superior Job, dan ya, total level-ku berada di atas 500. Meskipun stats-ku tidak bisa dibandingkan dengan para pemilik Superior Job yang murni fokus pada pertarungan, stats-ku tetap saja tinggi. AGI-ku berada dalam empat digit, dan aku bisa bergerak dengan kecepatan suara, membuatku mirip seperti wanita super.
Namun, HP dan energi adalah hal yang berbeda, ditambah MP dan SP tidak ada hubungannya dengan kelelahan mental. Aku benar-benar ngantuk.
Namun, aku tidak boleh membiarkan dewi tidur mengalahkanku, karena ini adalah hari berlangsungnya event yang sudah ditunggu-tunggu, "The Clash of the Superior." Aku juga harus menunggu Ray dan Rook, yang merupakan alasan lebih besar kenapa aku tidak boleh tertidur.
"Ray, huh…?" gumamku.
Itu adalah nama pemuda yang kutemui di Noz Forest, dimana aku sedang melakukan pekerjaanku sebagai pembunuh profesional.
Aku adalah seorang pemeran yang berperan sebagai Marie—protagonis dari manga pertarungan pembunuh bayaran superpower-ku. Agar bisa mendalami karakternya, aku sudah pasti harus membunuh manusia sebagai seorang pembunuh profesional.
Namun, tian—sama seperti manusia hidup—adalah makhluk yang memiliki pikiran. Karena itu, aku benar-benar tidak mau membunuh mereka. Meskipun orang seperti pembunuh bayaran kemarin adalah sebuah pengecualian.
Pokoknya, itulah sebabnya aku memilih untuk menjadi pembunuh profesional yang hanya fokus pada para Master—yang tidak akan mati bahkan jika mereka dibunuh. Tidak seperti para tian, mereka akan bangkit, dan nyawa mereka tidak akan pernah benar-benar berada dalam bahaya. Aku tidak punya masalah untuk membunuh mereka demi tujuan peranku.
Dengan pemikiran seperti itu, aku menghabiskan waktu ku di Tenchi untuk mengambil dan melatih job-job dari onmitsu grouping, seperti Onmitsu dan Shadow. Pada akhirnya, aku mendapatkan Superior Job Death Shadow, dan menjadi pembunuh profesional yang hanya fokus pada PK.
Aku memilih job dari onmitsu grouping karena Marie yang ada di manga-ku memiliki gaya bertarung yang mirip dengan mereka, sering menggunakan transformasi dan tiruan dalam pertarungannya.
Tingkat kesuksesanku sangat tinggi, dan proses yang kulalui untuk mendapatkan targetku telah membantuku mempelajari cara menggambar pembunuh bayaran yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya. Menjadi pembunuh profesional adalah pengalaman berharga bagi kehidupan Dendro dan dunia nyataku.
Pernah sekali, targetku adalah King of Plague—seorang Superior yang masuk ke dalam daftar pencarian di seluruh negara karena telah membunuh puluhan ribu tian tanpa pandang bulu. Itu adalah pertarungan yang sangat menakutkan sampai-sampai aku berpikir akan benar-benar mati, tapi aku entah bagaimana bisa mengalahkannya dan mengirimnya ke dalam gaol.
Pekerjaan terbaruku adalah newbie PK di Noz Forest.
Aku tidak tau siapa yang memintanya, tapi aku disuguhi oleh uang dalam jumlah besar untuk pekerjaan itu. Meskipun aku sedikit enggan membunuh para newbie, fakta bahwa aku belum pernah melakukan pembunuhan seperti itu sebelumnya telah membuatku benar-benar tertarik. Dan juga, aku juga mengingat bahwa Into the Shadow memiliki peristiwa dimana para murid pembunuh bayaran di sebuah organisasi tertentu dibantai secara sepihak, yang membuatku berpikir bahwa hal ini mungkin akan membantuku memulihkan Marie yang terbaring kaku di dalam diriku.
Oleh karenanya, aku menerima pekerjaan itu, memasuki Noz Forest, dan mulai membunuh semua Master yang ada di sana, yang diantaranya adalah Ray.
Aku merasa bahwa dia sangat menarik. Meskipun seorang newbie, dia berhasil bertahan dari serangan pertama Embryo-ku. Kemudian dia menangkis serangan kedua, dan masih memiliki tekad untuk menangkis yang ketiga.
Pada akhirnya, aku menggunakan makhluk peluru yang terbuat dari campuran Black Pursuit dan Blue Dispersion untuk akhirnya memberikan death penalty kepadanya, tapi yang jadi masalah bukanlah hasilnya.
Hal yang terpenting adalah ekspresi dan emosi yang dia tunjukkan.
Saat sedang menghadapi death penalty, dia hidup.
Yah, tentu saja dia hidup. Hal itu juga berlaku untukku, tapi itu bukan hal yang besar.
Apa yang kumaksud adalah fakta bahwa dia berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup di sini di dalam Infinite Dendrogram.
Aku tidak tau apakah dia menyadarinya atau tidak, tapi dia sebenarnya berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup di dalam game ini.
Beberapa player yang telah bermain selama diriku kadang juga menjadi seperti itu karena sudah menghabiskan banyak waktu di sini. Ada juga orang-orang—seperti organisasi keagamaan—yang tidak berpikir bahwa ini adalah sebuah game sejak awal mereka memasukinya.
Namun, dia bukanlah keduanya. Meskipun merupakan seorang pemula—seorang rookie—dia lebih serius tentang hidup di sini dibandingkan dengan sebagian besar player yang kutemui.
Fakta itu benar-benar membuatku tertarik, membuatku percaya bahwa mengawasinya akan membantuku menemukan apa yang hilang dariku dan bahkan mungkin bisa membangunkan Marie yang tertidur di dalam diriku. Pada akhirnya, setelah menduga bahwa kemungkinan besar dia sudah bangkit, aku mulai mencarinya.
Dalam prosesnya, aku telah mengalami pertemuan mengerikan dengan bola bulu pengendara kapal perang—King of Destruction—yang menyebabkan pemusnahan total Noz Forest.
Aku berhasil lolos dari keadaan itu, dan segera menemukan Ray dan Embryo-nya, Nemesis, sedang berbicara dengan newbie lainnya, Rook. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, aku berpura-pura sebagai orang numpang lewat dan pada akhirnya menjadi anggota party mereka.
Ngomong-ngomong, job-ku sejak saat itu adalah Death Shadow.
Onmitsu grouping memiliki skill pasif yang bernama "Onmitsu Conceal." Saat aku menggunakan job dari onmitsu grouping sebagai main job, skill itu akan menghilangkan semua job dari onmitsu grouping di layar job dan mengganti main job dengan job non-onmitsu yang memiliki level tertinggi.
Itulah sebabnya job yang ditampilkan untuk orang lain hanyalah Journalist dan satu job lainnya, sementara stats yang ditampilkan juga dikurangi. Aku bisa mematikannya pada anggota party, tapi karena aku seperti sedang menyusup ke party Ray, jadi aku tidak melakukannya.
Karena itu, skill pasif Journalist "The Pen is Mightier than the Sword" memberiku sedikit masalah.
Biasanya, itu bukanlah hal yang penting, karena itu akan aktif saat aku berganti main job menjadi Journalist. Namun, mengganti main job-ku menjadi job yang tidak berada dalam onmitsu grouping akan mematikan efek menyembunyikan total level-ku, yang merupakan sesuatu yang jelas tidak kuinginkan. Oleh karenanya, aku tetap memakai job Death Shadow dan memilih untuk memalsukan efek skill itu dengan cara diam-diam menggunakan item yang dapat meningkatkan pendapatan Exp dalam waktu tertentu.
Itu menyakitkan untuk dompetku, sih—100,000 lir setiap 30 detik. Tapi, aku yakin kalau aku harus melakukan hal itu dan menahan pengeluaran yang besar ini.
… Bagaimanapun, aku mendapatkan cukup banyak uang dari perburuan newbie itu.
Kalau dipikir-pikir, meskipun aku merasa cukup bersalah tentang hal itu dan berpikir bahwa seharusnya aku tidak melakukannya, fakta bahwa aku tidak akan menemukan Ray jika tidak melakukannya membuat perasaanku menjadi rumit.
Saat party kami berkumpul dan pergi menuju Gideon, kami terlibat dalam pertarungan melawan gerombolan goblin dan pemimpin mereka—Great Miasmic Demon, Gardranda.
Gardranda adalah UBM yang sangat kuat.
Semua UBM memiliki semacam bakat pada diri mereka. Meskipun Gardranda memiliki level yang lebih rendah dari pada dua UBM yang telah kukalahkan, aku merasa kalau kemampuannya tidak bisa diremehkan.
Level-nya memang rendah, tapi dia tetaplah makhluk yang jauh lebih kuat dari pada newbie seperti Ray dan Rook.
Biasanya, bahkan UBM kelas Epic saja membutuhkan Master yang memiliki high-rank Embryo, dan meski begitu, kesempatan menang mereka hanya sebesar 50%. Saat menghadapi makhluk seperti itu, party tidak lengkap dengan low-rank Embryo pada dasarnya tidak punya kesempatan—tidak ada kemungkinan untuk menang..
Kemenangan akan menjadi milik kami jika aku membongkar penyamaranku dan bertarung habis-habisan, tapi aku memilih untuk tidak melakukannya. Tentu saja, melakukan hal itu akan membongkar identitasku yang sebenarnya, tapi itu sudah jelas bukan alasan utama untuk hal itu. Aku ingin melihat… mengamati bagaimana Ray bertindak dalam situasi yang sama dengan di hutan—saat berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih kuat darinya.
Oleh karenanya, aku membatasi diriku hanya pada hal-hal yang tidak berada di luar batas kemampuan seorang Journalist, memastikan untuk tidak mengotori kemurnian tindakan yang dia ambil.
Pada akhirnya dia menghancurkan semua prediksi dan ekspetasiku.
Dia tidak melarikan diri.
Dia tidak meninggalkan orang-orang yang ada di sana—meskipun mereka adalah tian.
Bahkan saat dikalahkan oleh lawan yang jauh lebih kuat darinya dan bahkan saat rencananya gagal, dia tidak pernah menyerah.
Sampai akhir, dia terus mencari kemungkinan yang ada dan menggenggamnya, yang kemudian menuntunnya menuju kemenangan melawan Gardranda.
Tentu saja, aku membantunya di ujung pertarungan, tapi itu hanyalah hal sepele. Berjuang sekuat tenaga dan menggunakan semua yang dia miliki, Ray telah menang melawan Gardranda. Begitu aku melihatnya berdiri dengan kemenangan sebenarnya membuat jantungku berdenyut.
Dia hidup di Infinite Dendrogram seperti dia hidup di dunia nyata.
Pada saat itu, aku menyimpulkan bahwa aku ingin melihat lebih banyak tentang dirinya. Sebagai seorang Journalist, sebagai seorang mangaka, sebagai Marie, dan sebagai diriku sendiri, aku ingin mengamatinya.
"Aku menggunakan kata 'mengamati,' tapi sebenarnya aku mulai menyukainya," kataku pada diriku sendiri. Sejujurnya, aku ingin mengatakan siapa diriku sebenarnya dan meminta maaf karena telah membunuhnya. Aku berharap agar kami bisa menjadi teman.
Namun…
"… Tujuan Ray dan Nemesis saat ini adalah menemukan dan mengalahkanku."
Dalam perjalanan menuju Gideon dan selama pesta yang kami adakan setelah kami sampai, dia telah menceritakan death penalty pertamanya kepada kami dan keinginannya untuk menang melawan orang yang bertanggung jawab atas hal itu—diriku. Mendengarkannya telah membuat keringat dingin mengalir di punggungku.
"Mengungkapkan diriku yang sebenarnya mungkin malah akan menghambat tekad mereka… dan aku benar-benar tidak ingin menurunkan motivasi mereka…" reaksi Nemesis saat dia percaya bahwa aku telah dikalahkan oleh King of Destruction membuatnya jelas bahwa mereka sangat bersemangat tentang tujuan balas dendam mereka kepadaku. Dan juga, yang lebih penting lagi, aku merasa Ray terlihat lebih keren saat dia memberikan segalanya untuk menerobos apapun yang terjadi di depan matanya.
Oleh karenanya, aku memilih untuk tidak mengganggu tujuan mereka dan memutuskan untuk menunggu sampai mereka menjadi lebih kuat. Lalu aku akan muncul di hadapan mereka sebagai seorang PK misterius, dan—sama seperti yang mereka inginkan—menghadapi mereka dengan sekuat tenaga.
Saat pikiran seperti itu memenuhi kepalaku, aku melihat kedua orang yang sedang kupikirkan mendekati tempatku.
Aku melambaikan tanganku kepada Master dan Embryo-nya yang saat ini sudah akrab denganku—orang yang membuatku begitu terpesona.