Jejak yang berada di lantai tanah itu terlihat berasal dari Kobold yang kabur sebelumnya.
Jejak tersebut mengarah ke lorong di belakang kami.
Setelah kami bertiga mengangguk yakin, kami berjalan mengikuti jejak itu.
Di depan kami terdapat dua lorong yang berbeda. Lorong pertama di bagian sisinya terdapat beberapa obor yang padam dan lorong satu lagi terdapat papan yang bertuliskan "jalan buntu"
Kami mengambil lorong pertama tanpa berdiskusi sama sekali.
Setiap langkah yang kita buat, aku bisa merasakan kekhawatiran yang Fiona alami. Wajahnya terlihat begitu tegang dan sesekali dia menatap ke belakang seperti merasa kalau sesuatu akan muncul dari belakangnya.
"Perhatikan langkahmu, tidak usah mencemaskan bagian belakang. Tenang saja Delta selalu siaga"
"Ini namanya antisipasi, antisipasi!"
"Memang harus sebegitunya, ya? Setiap 2 menit sekali, kau menatap ke belakang. Apa jangan-jangan kau hanya ingin menatap Delta?"
"Haaaah! Si-siapa yang begitu!?"
"Jangan berisik!" Aku mencoba memberi gesture untuk diam.
"Kau juga sama berisiknya dengank-"
"Ada yang datang" Ucap Delta sambil mengambil belati kecil dari kantong belakang miliknya.
Aku kini bisa merasakan hawa keberadaan para Kobold yang datang secara bergerombol.
Aku ikut mengambil belati dari tasku.
Tempat semacam ini sejujurnya kelemahan Delta.
Lorong ini membuat senjata Delta tidak berguna karena lorong ini lumayan sempit. Dulu sewaktu pertama kali Delta menjelajahi gua semacam ini, dia hampir terbunuh karena hanya membawa pedang besar bodohnya itu. Kurasa dia sudah cukup berkembang dibanding dulu.
"Iya, aku bisa merasakannya. Mereka sudah dekat"
Suara langkah kaki mereka terdengar dan semakin lama semakin nyaring.
Lima kah? Ah tidak, kurasa ini sekitar 7 ekor.
"Jaga bagian belakang"
Suara langkah kaki itu tiba-tiba berhenti.
Jika ini lorong, kurasa ini akan menguntungkan bagi kita. Entah berapa banyak musuh yang datang, akses mereka akan tertahan karena lorong ini menahan mereka.
Sambil melewati lorong, aku menyalakan obor-obor yang berada di sisi lorong.
Karena dua Kobold sebelumnya kabur, kurasa sudah tidak ada gunanya lagi mengendap-endap.
Sejujurnya jika ini hanya gua biasa, aku lebih memilih memasang peledak dan meledakkan tempat ini beserta para Kobold yang berada di dalam. Tapi sayangnya aku tidak bisa melakukan itu.
Setelah melewati lorong, disana ada ruang yang kurasa bisa disebut dengan ruang makan.
Meski menyebutnya ruang makan, tapi tempat ini tidak bersabahat sama sekali.
Di tengah ruangan ini ada beberapa meja dan kursi, dan di salah satu meja itu terdapat mayat tikus.
Sebenernya, dibanding hal itu, ada hal yang lebih penting lagi.
Di ruangan ini terdapat sekitar 6 ekor Kobold yang sudah bersiap dengan peralatan tempurnya.
Kalau tempatnya seperti ini, bahkan Delta sekalipun bisa menggunakan pedangnya. Langit-langit ruangan ini cukup tinggi dibanding lorong dan ruangan tambang lainnya.
"Aku sendiri cukup mengalahkan mereka" Delta sedikit menyeringai.
"Kalau begitu, kuserahkan padamu. Aku akan menjaga bagian belakang lorong" Hobi Delta sangat menguntungkan bagiku disaat seperti ini.
"Baiklah, maju kalian semua!" Delta menyimpan belati miliknya dan menarik pedang andalannya.
Tiga dari tujuh Kobold itu mulai berlari menerjang Delta. Saat mereka sudah dekat, mereka melompat sambil menghunuskan pedang mereka.
Delta merespon serangan mereka dengan memutar badannya, membuat pedangnya ikut berputar dan menebas mereka menjadi dua bagian.
Jika kuingat lagi, Delta menamai serangan ini dengan nama putaran mematikan atau semacamnya.
"Delta sangat bisa diandalkan, kan?" Kataku sambil menatap Fiona.
Disamping itu, Fiona hanya menutup kedua matanya dan berkata "mengerikan! apa itu tidak terlalu berlebihan!?"
"Kalau kau ingin menjadi petualangan, hal sepele seperti ini sudah menjadi hal yang biasa"
"Yang begitu sepele?"
"Jika dibandingkan dengan menguliti kulit hewan dan mengambil jeroan monster untuk keperluan peneli-"
"Cukup! Aku tidak mau mendengar hal lain"
Disaat kami sedang berdiskusi, ternyata kawanan Kobold itu bisa dihabiskan oleh Delta seorang tanpa menimbulkan perlawanan yang berarti.
Jika ingin menghabisi Delta, setidaknya mereka harus membawa 3 kali lipat dari jumlah ini.
"Hahaha, ini baru namanya petualangan!"
"Sepertinya aku akan menyesali keputusanku ini" Ucap Fiona ketus.
X--X
Setelah melewati ruangan tadi, kami mengikuti lorong dan menjelajahi tambang lebih dalam.
Situasi sekarang menurutku cukup beragam.
Ada seseorang yang terlihat begitu antusias berada di jajaran paling belakang barisan. Di sisi lainnya, tepatnya di tengah barisan, terdapat seseorang yang terlihat begitu lesu seakan-akan jiwanya tersedot oleh sesuatu.
Dan jika kau tanya sisi paling depan, kurasa aku juga sudah muak dan ingin segera naik ke permukaan dan segera tidur di kasur yang nyaman.
Tapi.... Petualangan ini masih jauh dari kata selesai.
....
Ujung lorong ini ternyata membawa kami ke tempat yang lebih dalam lagi.
Lantai tanah bebatuan yang tersusun menjadi sebuah tangga membawa kami ke tempat yang lebih dalam.
Setiap kami melewati lorong, kami juga tidak lupa menyalakan obor yang berada di sekitar lorong.
Kukira petualangan kali ini akan lebih merepotkan dari sebelumnya, ternyata aku salah.
Di petualangan kami sebelumnya, kami harus menahan hawa dingin sambil menumbangkan seekor rusa raksasa, dan disini... Hawanya tidak cukup dingin dibanding di atas dan menumbangkan para Kobold tidak sesulit menumbangkan seekor rusa raksasa.
Entah apa yang menunggu kita di bawah sana, kurasa ini tidak akan sesulit sebelumnya.
....
Saat kami sudah menuruni tangga, tepat di depan kami terdapat sebuah lubang besar yang dasarnya tidak terlihat. Di sisi lubang terdapat jalan yang terbuat dari kayu yang mengarah ke barat yang mengarah ke lorong lain.
Tepat di hadapan kita juga, terdapat sebuah ember besar seperti ember yang membawa kami ke bawah waktu di atas tadi.
"Haruskah kita menyebrang?" Delta menatapku dan Fiona bergiliran.
"Tapi siapa yang akan kesana? Aku tidak mau, terlalu beresiko"
"Kenapa kita tidak menjelajahi kesana dulu?" Kataku sambil menunjuk ke barat, tempat dimana lorong lainnya berada.
Di lorong itu juga aku merasakan sesuatu sedang berada disana.
Mungkin itu para kobold yang tersisa.
"Benar juga"
"Kurasa sebaiknya kita menjelajahi kesana saja dan tidak perlu pergi menyebrang kesana"
"Kita lihat nanti"
Kamipun berjalan menuju lorong itu. Melewati jalan yang terbuat kayu dan kini kami sampai di mulut lorong.
Di lorong ini ternyata terdapat tiga ekor Kobold yang terlihat begitu gelisah. Diantara ketiga Kobold itu ada satu Kobold yang menarik perhatianku.
Kobold yang berada di tengah itu terlihat mempunyai sayap dan membawa tas yang menempel di pinggangnya.
Jika kau lihat lebih jelas lagi, sayap Kobold itu palsu. Kurasa itu dibuat oleh kayu atau semacamnya.
"Lihat, Kobold itu berevolusi!"
"Wah, keren sih. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan Kobold yang mempunyai sayap! Sayang sekali kalau dibunuh. Apa kita tangkap saja?"
Tidak disangka-sangka. Mereka bertiga mengangkat tangannya dan Kobold yang mempunyai sayap itu berbicara dengan bahasa manusia "kami datang dengan damai. Tolong jangan sakiti kami"
Bagaimana bisa Kobold belajar bahasa manusia?
"Wah hebat sekali Kobold ini. Kau belajar darimana?"
"Apa kau sebelumnya diurus oleh manusia?"
Duo konyol ini bertanya hal yang begitu tidak penting.
"Ceritanya panjang, tapi yang jelas kami tidak bermaksud menyakiti siapapun. Tempat tinggal kami yang sebelumnya dihancurkan oleh Yeti"
"Kalau begitu, tinggal hajar saja Yeti itu, kalian kan banyak"
"Jadi itu alasan kalian menyerang tambang ini?" Fiona terlihat bersimpati.
"Musim dingin yang abadi telah membuat hutan belantara tidak aman untuk jenisku, dan hawa dingin yang tidak wajar menumpulkan akal kita. Tolong, kami hanya ingin tempat tinggal sehingga kami dapat menghindari cuaca yang mengerikan ini"
"Zero, Mungkin kita sebaiknya bawa mereka bertiga ke permukaan dan berdiskusi dengan kepala desa"
"Aku setuju dengan Fiona, lagipula jarang sekali melihat Kobold yang sudah berevolusi"
"Terimakasih. Sebagai balasan, kita bisa bekerja, dan kita tidak akan menimbulkan masalah. Termalaine akan lebih kaya karena memiliki kita."
"Omong kosong macam apa itu?"
Seluruh tatapan kini menatapku.
Mungkin karena satu-satunya yang berbeda pendapat disini hanya aku seorang. Mereka menatapku dengan heran.
Sudah seharusnya orang yang berbohong diberi pelajaran.