webnovel

LOST CONTROL

"Aku benar-benar tak peduli dengan semua yang kau katakan, kau mengancamku? Aku tak akan goyah," sahut Loria dengan penuh penekanan.

"Aku ibu kandungmu Loria. Sadarlah! Aku melahirkan dan mengandungmu. Lalu inikah semua balasanmu?"

"Berhenti meracau seakan kau sudah mengurus dan membesarkanku dengan benar, aku benar-benar sudah menganggapmu tiada, Nyonya Elizabeth." Loria berkata sarkas lalu mematikan sambungan teleponnya. Dengan cepat pula ia memblokir nomor Elizabeth.

Ia benar-benar tak ingin dipusingkan oleh kedatangan Elizabeth yang tiba-tiba seperti ini. Melihat Elizabeth membuat dirinya kembali pada rasa sakit yang membuatnya menjadi trauma seperti sekarang.

Ponsel Loria kembali berdering, kali ini panggilan telepon dari Arabela yang tak lain dan tak bukan adalah kakak kandung Shane.

"Oh, Tuhan, aku sangat membenci kehidupanku," umpat Loria kesal. Loria mengabaikan panggilan telepon dari Arabela dan memilih untuk kembali mengemudikan mobilnya menuju pengadilan.

Namun Arabela terus menganggunya, ia terus berusaha menghubungi Loria dengan gencar. Hanya berselang sekitar 5 menit dari panggilan satu ke panggilan lainnya, dan itu sangat mengganggu pekerjaan Loria saat ini.

LORIA: "Aku sedang bekerja, setelah selesai aku akan menghubungimu."

Loria mengetikan pesan singkat dengan cepat dan mengirimkannya pada Arabela.

Perlu sekitar 25 menit untuk Loria agar ia segera sampai di pengadilan dan membereskan semuanya. Loria tak mau berlama-lama mengurus kasus yang menurutnya tak masuk akal. Ya, memang hampir semua kasus perceraian yang ia tangani nampak merepotkan dan lebih tak masuk akal daripada masalah-masalah serius yang ia hadapi kini.

"Loria Winslow," panggil seorang wanita kaya raya yang merupakan kliennya. Ya, dia adalah wanita yang sama seperti yang saat itu ia temui di lantai parkir Osborne Hall.

"Ya?" Loria memperbaiki ekspresi wajahnya yang masam lalu secepat mungkin mengembangkan senyum manisnya.

"Setelah bercerai aku akan mengirim lebih banyak uang ke rekening pribadimu,"

Loria semakin mengembangkan senyumnya. "Tak perlu," sahut Loria ramah. "Aku akan membantumu sebisaku, tentu saja kau bisa bercerai dan mendapatkan apa yang kau mau. Tapi ..." Loria mendekatkan wajahnya sehingga berada cukup dekat dengan kliennya tersebut dan berbisik. "Aku membutuhkan bantuanmu untuk melacak keberadaan tunanganku," ucap Loria kemudian.

"Apa maksudmu? Aku hanyalah seorang pemilik yayasan rumah sakit, seharusnya kau meminta bantuan detektif," sergah wanita tersebut.

"Ah, kupikir kau bisa membantuku karena selingkuhanmu adalah seorang detektif yang cukup terkenal di London," tukas Loria keras-keras. Sengaja tentu saja.

Mendengar ucapan Loria barusan tentu saja membuatnya panik tak karuan. Pasalnya Loria meneriakan hal tersebut tepat saat suaminya berjalan masuk menuju ruang persidangan.

"Bagaimana?" taya Loria seraya tersenyum. Senyum yang lebih terlihat seperti seringaian yang dapat menaklukan siapapun lawan bicaranya.

"Aku akan membantumu," jawab wanita tersebut cepat.

"Good." tukas Loria santai, lalu melenggangkan kakinya masuk ke dalam ruang persidangan. Setidaknya ada secercah harapan baginya untuk menemukan Shane ditengah menyembuhkan trauma yang sedang ia hadapi.

ELDRICK HOUSE

Sudah pukul 5 lewat, namun Loria masih belum menampakan batang hidungnya. Eldrick yang masih sibuk mematut diri di depan cermin nampak tersenyum lebar seakan ini adalah hari special baginya.

Eldrick memakai sweater putih polos berkerah o-neck dengan celana chino berwarna krem. Tubuhnya yang atletis dan jangkung membuatnya terlihat keren meski baju tersebut merupakan setelan casual.

Semakin lama ia menatap dirinya di depan cermin semakin membuatnya sadar bahwa ia sedang menunggu seseorang yang tak mungkin menjadi miliknya.

"Tidak! Aku tak bisa menyukainya." Ucap Eldrick keras-keras. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Loria berada tepat di depan kamarnya.

"Kau ..." Eldrick menunjuk Loria dengan jari telunjuknya. Matanya membulat sempurna dan gerak geriknya nampak sangat salah tingkah.

"Ada yang salah?" tanya Loria kebingungan. "Mengapa kau terlihat aneh?"

"Sudah berapa lama kau berada disini? Mengapa kau langsung masuk kesini dan tak menungguku di ruang tamu?" Eldrick membrondong Loria dengan banyak pertanyaan.

"Ah, maaf. Itu," Loria menunjuk seorang wanita paruh baya yang sudah bersiap untuk pulang. "Wanita itu, dia menyuruhku masuk ke dalam, karena aku berkata padanya bahwa aku atasanmu di Osborne," Loria menjelaskan pada Eldrick.

"Lalu kau mendengar apa yang baru saja kukatakan?" tanya Eldrick kemudian. Ia masih merasa tak nyaman pada Loria. Jelas ia mengatakannya dengan sangat lantang barusan.

"Aku hanya mendengar kau berteriak bahwa kau tak bisa menyukainya," sahut Loria lebih santai. "Kau menyukai seseorang? Kau tak berani mengungkapkannya?" tanya Loria.

Eldrick mengabaikan pertanyaan yang Loria cetuskan padanya. Ia memilih berjalan meninggalkan Loria yang masih berdiri di depan pintu kamarnya, untuk menyembunyikan rona wajahnya yang kini bersemu merah.

"Tunggu aku!" Loria berseru lalu menyamakan langkah kakinya dengan Eldrick.

Ruang praktek Eldrick masih berada di dalam denah rumahnya. Hanya saja Eldrick membangun ruang praktek kerja khusus miliknya berada di sekitar halaman rumah.

"Duduk dahulu dan tenangkan dirimu. Buat dirimu senyaman mungkin saat berada di ruangan ini," ucap Eldrick pada Loria.

"Bukankah seharusnya kau lah yang menenangkan diri?" seloroh Loria. Matanya terus menatap Eldrick yang masih saja salah tingkah. "Ah, ataukah kau masih mengingat kejadian semalam? Kubilang itu hanyalah kecelakaan dan aku tak pernah menganggap kita benar-benar melakukannya," ungkap Loria enteng.

"Bukan itu," sergah Eldrick. "Hanya saja ..."

"Hanya saja?" Loria mengulangi perkataan Eldrick yang belum diselesaikan.

"Sudahlah, itu tak penting. Yang terpenting kini adalah kesembuhanmu," sahut Eldrick. "Aku tak akan membuatmu bercerita, aku hanya akan menunggumu untuk mengungkapkannya dengan tulus dari hatimu,"

"Aneh, semua dokter yang kutemui selalu memintaku bercerita dan keluhan apa saja yang aku rasakan, setelahnya merencanakan terapi lalu mengambil kesimpulan tentang obat-obatan apa yang harus aku konsumsi," kelakar Loria.

"Kau hanya perlu mendapatkan cinta yang tulus," ucap Eldrick. Suaranya mendadak berubah manis dan juga menenangkan. Berbeda dengan nada suara Eldrick yang Loria kenal beberapa waktu lalu. Dan itu mampu membuat Loria terhipnotis untuk beberapa saat.

"Kau berlagak sok tahu akan semua kejadian yang aku alami," ucap Loria.

"Hilangnya tunanganmu, dipojokan oleh keluarga tunanganmu yang menuduhmu bahwa kau adalah penyebab hilangnya pria dewasa yang notabanenya adalah seorang pewaris, dan juga kedatangan ibu kandungmu yang tiba-tiba," Eldrick berkata panjang lebar.

"Lalu trauma utamaku?" tanya Loria santai seakan ia tengah menguji kemampuan Eldrick dalam mengdiagnosa.

"Ibu kandungmu," sahut Eldrick tegas. "Elizabet Winslow adalah pemicu dari trauma yang kau derita saat ini," lanjut Eldrick.

"Ayahku tewas tepat 2 hari setelah mereka berdua bercerai," tukas Loria. Ia memelankan nada suaranya saat mengatakan hal tersebut. Baginya kehilangan sosok ayahlah yang membuatnya amat terpukul. "Bukan karena sakit," lanjut Loria lagi.