"Kau akan menceritakannya?" Eldrick bertanya pelan.
"Jika kau mau mendengarnya," sahut Loria.
"Tentu, aku akan mendengarkan semua ceritamu, lagipula saat ini aku berperan sebagai doktermu. Lain halnya esok pagi," tandas Eldrick.
"Aku tak pernah ingin menikah karena trauma yang kurasakan. Elizabeth meninggalkan ayahku dan juga aku hanya karena ia bertemu kembali dengan pria cinta pertamanya," Loria mulai bercerita. "Tepat 2 hari setelah putusan perceraian diumumkan, ayahku pergi untuk selama-lamanya. Nekat tentu saja, ia menghabisi dirinya sendiri dengan meminum banyak obat-obatan," lanjut Loria.
"Sesakit apapun dirimu, kuharap kau tak melakukan apa yang ayahmu lakukan," sahut Eldrick. "Aku akan membantumu untuk sembuh,"
Kali ini Loria tersenyum. Senyum yang berbeda dari biasanya dan baru pertama kali ia tunjukan pada orang yang baru saja ia kenal.
"Bagaimana kau akan melakukannya? Semua dokter-dokterku hanya menitahkanku untuk meminum obat penenang dan terapi-terapi yang mereka berikan padaku tak ayal hanya membuatku semakin ketergantungan," seloroh Loria.
"Cinta, kau hanya membutuhkan itu," sahut Eldrick santai.
"Shane sangat mencintaiku, tapi aku sudah beberapa kali mengundur hari pernikahanku dengannya hanya karena aku masih belum siap untuk menikah," jawab Loria. "Dan seperti yang kau tahu saat ini Shane menghilang," ucap Loria lesu.
"Berhentilah memikirkan semua hal yang membuatmu terpuruk, kau harus berdamai dengan dirimu sendiri sebelum kau menghadapi semua ini," sahut Eldrick.
Tak ada tanggapan, Loria tertidur lelap di sofa besar di ruang praktek Eldrick. Alunan musik klasik yang menenangkan dan bincang santainya dengan Eldrick membuat Loria tanpa sadar tertidur dan melupakan semua masalah yang tengah ia hadapi.
"Malangnya dirimu," gumam Eldrick pelan seraya mengusap puncak kepala Loria pelan.
2 jam berlalu, waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Eldrick nampak sibuk membereskan dapurnya yang mendadak berantakan. Sejak kepulangannya kembali ke London, Eldrick sama sekali tak pernah lagi memasak untuk dirinya sendiri. Ia selalu memesan makanan siap saji untuk makan malam maupun sarapan paginya.
Tapi, kedatangan Loria ke rumahnya kali ini membuat Eldrick kembali menyambangi dapur miliknya dan memasak makanan untuknya dan juga untuk Loria.
Eldrick si serba bisa merupakan julukan lain untuk Eldrick. Ia mahir melakukan apapun meski hanya baru pertama kali melihatnya. Tapi, profesi lain tak membuatnya berpaling dari pekerjaan utamanya sebagai dokter psikiater. Meski, saat ini ia tiba-tiba saja menerima tawaran untuk menjadi seorang sekretaris pribadi dari sang pengacara perceraian hebat di kota London. Loria Winslow.
"Astaga!!" Loria berseru keras. Ia terbangun di dalam kamar besar yang ia tahu itu bukan kamarnya. Loria sibuk memeriksa tubuhnya takut-takut kejadian malam kemarin terulang kembali.
"Aku masih memakai semuanya," ucap Loria lega.
"Tentu," sahut Eldrick.
"Kau!"
"Tak perlu seterkejut itu, apakah terkejut merupakan bagian dari sikapmu?" tanya Eldrick santai.
"Yang benar saja," dengus Loria seraya beranjak dari tempat tidur. "Aku harus pulang, ada pekerjaan lain yang harus kuselesaikan,"
"Makanlah dulu sebelum kau pulang,"
"Aku tak lapar," sahut Loria. Ia berjalan limbung, nyatanya ia masih belum sepenuhnya sadar dari bangun tidurnya. Hampir saja ia menabrak meja yang berada tak jauh dari tempat Eldrick berdiri.
"Efek obat-obatan yang kau minum selama ini tak separah malam kemarin," ucap Eldrick.
Loria bersandar pada meja dan menarik pelan kursi yang berada di sampingnya.
"Yeah! Obat ini sungguh sangat menenangkan," tukas Loria. Ungkapan kebalikan tentu saja. Obat ini bukan menenangkan, tapi membuat hampir setengah hidup dirinya menjadi sangat ketergantungan dan menyebabkan dirinya hilang kesadaran berkali-kali. "Kau yang membuatnya? Semua ini?" tanya Loria yang kini konsentrasinya terbagi pada hidangan Italia di atas meja.
"Bukan," Eldrick menjawab. "Aku hanya memesannya dari layanan online," lanjutnya seraya menunjukan aplikasi makanan layanan pesan antar.
"Tapi aku harus pulang," Loria mencoba untuk kembali berdiri seraya memegangi dahinya yang berdenyut.
Eldrick menahan tubuh Loria yang lagi-lagi hampir terjatuh. "Kubilang makanlah dahulu," titah Eldrick lagi.
"Shane, aku harus mencarinya lagi," tukas Loria.
"Aku yakin pria itu akan baik-baik saja. Kurasa dia pun tak ingin kau menjadi seperti ini," imbuh Eldrick.
"Tahu apa kau tentangnya? Kau bahkan tak mengenal Shane," sahut Loria yang kini sudah kembali duduk.
"Makanlah, setelah makan aku akan mengantarmu pulang," Eldrick enggan menjawab pertanyaan Loria sebelumnya, ia lebih memilih menyodorkan piring berisi fetucini untuk Loria.
Kali in pun Loria mengalah, ia mulai memutar garpunya dan menyuapkan suapan demi suapan kedalam mulutnya. Begitupun Eldrick. Mereka berdua menikmati makan malam bersama tanpa suara sedikitpun.
"Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus kembali tertidur ataukah meminum obat penenang lagi dan menyetir sendirian lalu pulang?" tanya Loria tiba-tiba. Ia kembali pada sosok Loria yang seperti biasanya. Bertanya dengan dingin seakan-akan ia adalah yang paling kuat dan paling tak bisa terkalahkan.
Eldrick yang tengah asik mengiris steak miliknya hanya mendongakan wajahnya sembari menatap Loria dengan salah satu alis gelapnya yang terangkat sempurna.
"Jangan sampai aku mengira bahwa kau adalah Shane untuk kedua kalinya," tukas Loria saat melihat ekspresi yang Eldrick buat.
"Haha! Ada apa dengan wajahku? Apakah aku terlihat mirip sepertinya?" Eldrick tertawa renyah. Salah satu tangannya menyuapkan daginh steak yang sudah ia iris.
"Entahlah, terkadang aku seperti melihat Shane ada pada dirimu," sahut Loria.
"Efek obat itu memang akan membuatmu terus berhalusinasi," ucap Eldrick santai. "Kau bisa memberikan obat itu padaku sekarang, jika kau mau."
"Lalu aku tak akan pernah bisa tidur selama berhari-hari, tak akan bisa menyelesaikan pekerjaanku dan masalah-masalahku," tandas Loria.
"Dan sekarang obat itu menjadi salah satu sumber masalahmu, Ms. Winslow yang terhormat," Eldrick berkata. "Berikan padaku dan aku akan memberikan terapi lain untukmu," bujuk Eldrick kemudian.
"No," sahut Loria dengan nada sok coolnya yang sangat khas.
"Ini masih belum pagi, dan saat ini aku adalah doktermu," Eldrick mengingatkan.
"Lalu?" Loria menimpali dengan santai namun terdengar menyebalkan.
Kali ini Eldrick bahkan sampai menghentikan aktifitasnya dalam mengiris daging steak favoritenya tersebut. Ia hanya menatap Loria dengan tatapan penuh simpati yang ia miliki.
"Aish! Yang benar saja, ada apa dengan tatapanmu itu? Kau membuatku merinding," Loria berkata seraya menenggak air mineral yang berada tepat didepannya.
"Kau ingin sembuh bukan? Kau harus mempercayai doktermu terlebih dahulu jika kau menginginkan itu,"
"Apa ekspresiku membuatnya terlihat sangat jelas, bahwa aku tak mempercayai dokter-dokterku?" tanya Loria.
"Sikap dan semua ekspresimu," sahut Eldrick.
"Aku menceritakan separuh penyebab traumaku padamu, berarti aku mempercayaimu, kan?"
"Belum, kau masih belum mempercayaiku." Jawab Eldrick. "Jika kau seperti ini, sampai kapanpun kau tak akan pernah bisa sembuh,"
PLAK!
Sebuah tamparan keras tiba-tiba saja melayang dan mendarat tepat di pipi Eldrick.