*
"Aku kira ini adalah permen yang manis, ternyata malah membuatku pergi ke rumah sakit."
*
"Cian, bagaimana kalau kita pergi saja. Jangan ganggu kakak mu, bukankah dia sedang bersama dengan pacarnya?" ujar Senja karena menurutnya tidak sopan melihat orang berpacaran.
"Kenapa? Kak Bumi saja tidak keberatan, bahkan dia malah asik mengobrol. Aku belum menghabiskan makananku Senja!" ujar Cian sambil merengek.
Senja bangkit dari duduknya, ia memutuskan untuk pergi ke kelas saja dari pada harus melihat Bumi bersama dengan wanita lain.
"Kenapa kamu pergi Senja? Heh!" teriak Cian ketika dia melihat Senja sudah pergi meninggalkan nya seorang diri.
"Kenapa dengan Senja?" tanya Cian sambil berbisik.
Senja berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya.
Sampai di depan kelas, Senja duduk di kursinya. Lalu salah seorang murid di kelas meminta Senja untuk memeriksa kolong mejanya.
Senja aneh dengan lagak orang itu, tapi apa salahnya memeriksa.
"Memangnya ada apa?"
"Periksa saja bodoh!"
Deg!
Hati Senja sakit ketika orang itu memanggil nya dengan sebutan bodoh.
"Tapi bisakah kamu jangan mengatakan bodoh? Aku bukan orang yang bodoh." ujar Senja dengan lembut.
"Bukankah kamu memang bodoh, aku jadi ingin seperti Zeana yang membully mu." ujarnya dengan mata nanar kearah Senja.
Senja tersenyum saja, tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa perkataan itu sangat menyakitkan.
"Baiklah, terimakasih."
Setelah itu Senja meraba-raba di kolong mejanya, melihat ada apakah disana. Dan ternyata ia menemukan sebuah permen dengan surat.
"Dari siapa ini?" gumam Senja menongak sambil melihat kesekitar.
Karena dia penasaran, Senja mulai membuka isi surat itu. Membacanya dalam hati, kemudian ia tahu dari siapakah surat itu.
Dari Bumi, isi suratnya mengatakan bahwa itu hadiah untuk Senja. Sebenarnya ia juga kebingungan kenapa Bumi meberikan hadiah padahal hari ini bukan hari ulang tahun Senja.
"Ada apa kak Bumi memberikan hadiah permen? " tanya Senja sambil bergumam.
Senja ingin bertanya pada Cian, tapi bel masuk sudah berbunyi. Tanpa pikir panjang Senja memasukkan permen itu kedalam mulutnya.
"Wah enak, terimakasih kak Bumi." gumam Senja sambil tersenyum hingga matanya menyipit.
Entahlah, Senja tidak ada rasa curiga pada Bumi. Dia percaya saja, bahwa Bumilah yang memberikan nya sebagai hadiah.
Belum juga sampai tiga puluh menit. Tiba-tiba perut Senja sakit sekali, seakan ada yang meremasnya dengan kuat.
"Ada apa ini?" gumam Senja sambil memegangi perutnya.
Sedangkan di sebrang sana Zeana tersenyum dengan puas melihat Senja yang kesakitan.
"Rasakan." gumam Zeana sambil tertawa pelan.
Rasa sakit di perut Senja semakin menjadi-jadi, bahkan semakin parah. Ia bahkan merasa mual, sepertinya Senja keracunan.
"Kenapa Senja?" tanya guru karena wajah Senja mulai pucat pasi.
"Bu, per-" belum saja sampai Senja menyelesaikan kalimatnya. Warna gelap mulai mengisi mata Senja sampai ia tidak ingat apa-apa.
***
Ruangan bernuansa putih mengisi keheningan, Senja yang baru saja terbangun samar-samar mendengar suara Bumi yang memanggil nya.
"Senja!"
"Kamu sudah sadar?"
"Aku dimana?" tanya Senja dengan lemas.
"Kamu di rumah sakit Senja, kamu keracunan." ujar Bumi yang membuat Senja mengerutkan kening.
Keracunan? Artinya permen dari Bumi itu sudah tidak layak di makan. Namun kenapa Bumi sengaha memberikan nya kepada Senja.
"Kamu makan apa Senja hingga kamu bisa keracunan makanan? Apa karena makan di kantin? Tapi anak yang lain juga makan disana." ujar Bumi.
Senja terdiam, kepala dan perutnya sangat sakit."Kenapa kakak ada di sini?"
"Karena menemanimu, kebetulan tidak ada pelajaran lagi." ujar Bumi.
"Senja kamu makan apa? Sebutkan kepadaku. Apa yang kamu makan terakhir kali?" tanya Bumi.
"Aku makan permen yang kakak hadiahkan untukku. Apa kakak tidak ingat? Bahkan suratnya juga ada." ujar Senja yang mampu membuat Bumi terdiam dengan seketika.
"Bisa tolong berikan surat itu?" tanya Bumi.
Senja merogoh saku baju seragamnya, mengeluarkan surat serta bungkus permen yang dia makan.
Bumi mengambilnya, melihat tulisan atas kertas itu. Ternyata benar saja ada yang sengaja melakukan ini semua kepada Senja. Jelas karena tulisan itu bukan milik Bumi, karena Bumi tidak pernah memberikan hadiah apa-apa pada Senja.
"Senja, ini bukan dariku. Lihatlah tulisannya, sangat berbeda dengan punyaku. Aku rasa ada yang mengerjaimu. Dan ini lihat, permennya sudah basi." ujar Bumi.
Senja terdiam, lalu siapa yang memberikan permen itu?
"Lalu aku harus bagaimana kak? Aku hanya mendapatkan nya dari kolong mejaku. Ada seorang anak yang mengatakan bahwa ada yang memberikan hadiah padaku. Jadi aku melihatnya, dan ternyata permen serta surat itu yang tertulis nama kakak."
"Ingatkan bahwa aku juga pernah menuliskan surat untukmu, kamu tahu bahwa huruf de yang aku tulis tidak seperti ini. Coba kamu ingat lagi."
"Iya juga kak, aku memang bodoh. Pantas saja teman-temanku memanggilku bodoh." ujar Senja.
"Senja, kamu jangan mengatakan itu. Kamu itu tidak bodoh, kamu cantik dan pintar di mataku." ujar Bumi sambil mengelus puncak rambut Senja.
"Terimakasih kak, kamu selalu ada untukku." ujar Senja.
"Kalau begitu kamu istirahat dulu, kakak mau pergi beli makanan dulu. Dan iya, Bi Imas akan segera kemari." ujar Bumi.
"Terimakasih kak."
"Sama-sama."
Di dalam ruangan Senja hanya termenung memikirkan siapa orang yang tega melakukan itu semua kepadanya. Apa mungkin Zeana? Siapa lagi kalau bukan dia. Namun Senja tidak mau menebak-nebaknya saja, tisak ada bukti.
Tidak begitu lama, akhirnya Bumi kembali dengan makanan yang dia bawa.
Senja hendak duduk karena tidak enak, tapi Bumi melarangnya.
"Kata dokter kamu hanya bisa makan bubur saja, karena perutmu kan sedang sakit." ujar Bumi.
Senja mengangguk. Perhatian Bumi seolah tidak wajar bagi Senja, pria itu benar-benar perhatian sekali.
"Kak apa Cian masih di sekolah?" tanya Senja.
"Iya, dia masih di sekolah."
"Oh begitu."
Bumi membukakan bubur itu, menyuruh Senja untuk memakan nya sampai habis. Sayang nya Senja tidak nafsu makan, sakit sekali ketika makanan masuk kedalam perutnya.
"Senja, kamu harus makan. Bagaimana pun cacing di dalam perutmu harus makan, kalau tidak nanti dia demo loh!"
Senja ingin tertawa mendengar Bumi mengatakan itu, karena mimik wajah Bumi yang sangat lucu.
"Bagaimana bisa kamu tertawa? Kamu jangan menertawaiku ya!" ujar Bumi dengan lucu.
Senja yang lemas malah kembali kuat."Kak sepertinya aku jadi kuat sekali, karena senyum kakak itu."
"Wah, apa aku mengisi batraimu?"
"Mungkin, tapi senyum kakak lucu sekali seperti seekor kelinci."
"Wah kamu itu bisa saja memuji orang. Bagaimana kalau aku begini?" tanya Bumi yang tersenyum dengan mata menyipit.
"Kak!"
"Hahahaha, lucu bukan?"
"Lucu sekali!"
Mereka berdua tertawa bersama. Senyum Bumi begitu indah sampai Senja seakan terpanar.
"Kamu suka aku tersenyum ya?" tanya Bumi.
"Iya, dari pada dulu seperti batu." ujar Senja sambil cemberut.
"Maaf, tapi aku memang sulit untuk menyukai orang lain."
"Tapi sekarang menyukai aku kan?" tanya Senja.
"Suka!"