webnovel

Kebenaran (Zeana Pelakunya)

*

"Aku sudah bisa menebak siapa pelakunya, tapi ketika buktinya sudah ada ternyata tebakanku benar."

*

"Kenapa kamu tidak bisa diam?" tanya seorang gadis yang tengah memperingati temannya.

"Aku takut, semua guru bahkan memeriksa."

"Aku tidak peduli, aku hanya ingin melihat Senja masuk ke rumah sakit. Itu saja!"

"Tapi Zea!"

"Kenapa lagi? Selama ini kita membully dia, apa kamu belum puas?" tanya Yura.

"Belum, sampai dia benar-benar tersiksa. Ngapain juga dia harus dekat-dekat dengan kak Bumi."

"Kalau kamu mau dekat dengan kak Bumi kamu juga harus dekat dengan adiknya si Cian itu. Senja kan dekat, wajar kalau Bumi juga dekat dengannya. Sedangkan kamu? Hanya populer karena selalu membully orang." ujar Yura.

"Membully sangat mengasikkan, kamu juga bukan?" tanya balik Zeana pada Yura.

Yura hanya terdiam saja. Hingga percakapan mereka di rekam oleh seseorang dari balik tembok. Tentu saja orang itu berada di pihak Senja, yaitu Cian sendiri.

"Ternyata kalian yang sudah melakukan ini semua pada Senja. Tidak keren, malah menjijikkan. Dan Zeana, kalau kamu menyukai kak Bumi sebaiknya kamu urungkan niatmu itu. Karena kak Bumi tidak menyukai gadis yang berperilaku seperti nenek sihir." ujar Cian sambil pergi.

Zeana yang tidak terima atas perkataan Cian, ia mengejar Cian lalu menarik rambut Cian dari belakang.

Tanpa pikir panjang, Cian juga menarik rambut Zeana hingga gadis itu berteraik kesakitan.

Cian menggunakan teknik beladirinya hingga Zeana tersungkur ke bawah.

"Aww, sialan!" pekik Zeana.

"Siapa suruh melawanku? Kamu tahu aku akan menjadi seorang atlet." ujar Cian tersenyum menyeramkan.

"Cian!" teriak Zeana dengan kesal.

"Apa? Ingin lebih ya?" tanya Cian dengan tawa lebarnya.

"Menyebalkan!"

***

Cian mengunjungi Senja yang masih berada di rumah sakit. Ternyata ia malah merusak suasana karena Senja dan Bumi yang tengah mengobrol sambil tertawa nyaring.

Jujur saja Cian tidak pernah menyangka bahwa kakak dan sahabatnya bisa akur seperti itu.

"Kak, Senja!" panggil Cian sambil tersenyum menggoda.

Senja menelan salivanya, ia tahu apa yang membuat Cian tersenyum seperti itu.

"Kak Bumi, aku sudah menemukan bukti bahwa pelakunya tidak lain adalah Zeana. Dan dia melakukan ini semua karena dia menyukai kakak. Menurut kakak bagaimana?"

"Cian, kamu pintar sekali. Kita sudah mendapatkan buktinya di rekaman handphone mu. Dan kamu masih bertanya bagaimana? Tentu saja aku tidak menyukainya."

"Tapi kakak menyukai Senja bukan?"

"Iya." jawaban Bumi.

Cian terkejut, bola matanya bahkan hampir keluar. Jadi kakak iparnya nanti adalah sahabatnya. Bahkan Senja menelan salivanya dengan canggung.

"Iya sebagai adikku, sama sepertimu Cian. Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bumi balik.

Senja mampu bernapas dengan tenang sekarang, ia kira Bumi memiliki perasaan yang lebih istimewa selain adik.

"Oh begitu, aku kira kak-"

"Sudah Cian, jangan menggoda Senja.

Lihat pipinya sudah merah merona."

"Yasudah maafkan aku, kalau begitu bukti ini?"

"Berikan padaku, kalian tetap disini. Biarkan aku yang pergi ke sekolah untuk memberikan ini semua. Aku rasa Zeana akan di berikan hukuman."

"Bagaimana kalau tidak?"

"Biar kita bilang pada Papa." ujar Bumi sebelum ia pergi.

Sedangkan Cian, kini ia duduk di samping Senja dengan mata genitnya.

"Kenapaa matamu? Sakit?" tanya Senja dengan polosnya.

"Tidak, aku sehat. Aku hanya sedang menggodamu, apa kamu tidak merasakan godaanku?"

"Tidak, aku hanya heran saja. Aku kira matamu sakit, ternyata tidak?"

"Iya, terserahmu. Polos sekali, aku heran denganmu Senja!"

"Aku yang heran denganmu Cian."

"Ah sudahlah!"

Selang dua jam kemudian, Bumi kembali. Ia memberitahukan semuanya pada mereka yang sudah menunggu kejelasan. Alangkah baiknya Zeana sudah di hukum, beserta dengan teman yang terlibat.

"Bagaimana kak?" tanya Cian pada Bumi.

"Sudah, sekarang dia sudah di hukum."

"Zeana?"

"Iya, dan Yura temannya."

"Yura juga?" tanya Senja terkejut.

"Tentu saja Senja, dia juga kan temannya Zeana. Lalu kamu berharap dia tidak ikutan?"

"Iya, aku berharap tidak ada orang seperti Zenaa lagi. Tapi aku gagal memahami Yura." ujar Senja.

"Makannya kamu jangan terlalu baik pada orang lain, belum tentu orang lain akan baik kepada kamu. Paham?" ujar Bumi.

"Iya kak."

"Dia memang susah di beritahukan!" ujar Cian yang kesal.

"Maaf, tapi ak-"

"Sudah sekarang jangan terlalu banyak berbicara lagi, aku tahu kamu memang berharap seperti itu. Tapi ingat Senja bahwa tidak semua orang itu baik. Paham?"

"Iya kak, aku mengerti." ujar Senja seraya menunduk.

"Baik, kalau begitu mulai sekarang kamu harus berhati-hati Senja."

Senja mengangguk,"Iya."

Beberapa menik kemudian, Bi Imas akhirnya sampai di rumah sakit. Begiru terkejutnya ia ketika melihat Senja terbaring lemas di atas brankar.

"Non, apa yang terjadi?" tanya Bi Imas kepada Cian.

"Senja keracunan Bi, dia di berikan permen basi oleh Zeana." ujar Cian.

"Lalu sekarang anak itu bagaimana? Apa sudah di hukum?" tanya Bi Imas.

"Sudah Bi, jangan khawatir. Sekarang Senja juga sudah membaik, dia hanya sedang beristurahat saja." ujar Bumi.

"Kalau begitu syukur, terimakasih karena sudah menolong Non Senja. Kalian memang selalu ada untuk Non Senja." ujar Bi Imas.

Cian menoleh pada Bumi."Sudah menjadi kewajiban kami untuk menolong, karena kami berteman." ujar Bumi sambil tersenyum ramah.

"Kalau begitu kalian bisa pulang terlebih dahulu, Bibi tahu kalian pasti letih karena sudah menjaga Non Senja. Sekali lagi terimakasih." ujar Bi Imas.

"Tidak masalah Bi, kalau begitu kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa tentang Senja tolong hubungi kami." ujar Bumi.

"Baik, hati-hati. Iya, kalian istirahat di rumah, pasti belum pada makankan?"

"Iya Bi, mari."

"Mari."

Kedua sahabat Senja sudah pergi meninggalkan Senja. Tapi kalian tentu tahu bagaimana dua orang itu selalu bersikeras untuk selalu menemani Senja. Dan mereka akan kembali ke rumah sakit setelah makan dan mandi.

"Kak, apa sudah mandinya?" tanya Cian dari luar kamar Bumi.

Bumi membuka pintu kamarnya."Senja, kita juga perlu makan, ingtakan kesepakatannya tadi?"

"Iya maaf, kalau begitu aku makan. Jangan terlalu lama mandinya, aku menunggu. Dan kita juga harus membuat makanan untuk Senja bukan? Dia suka sekali nasi goreng." ujar Cian. Sedangkan Bumi hanya mengangguk saja.

"Cian, Senja itu sakit perut dia ketacunan. Kamu harus memasak bubur bukan nasi goreng, itu berminyak kamu mengertikan?"

"Baiklah, aku tidak akan membawa nasi goreng tapi bubur yang kakak buat. Emm, pasti Senja menyukainya kan buatan kakak selalu saja enak." ujar Cian sambil memuji masakan Bumi.

"Iya nanti aku buatkan, sekarang kamu makan dan aku mandi terlebih dahulu." ujar Bumi.

"Baik, aku kebawah!"

Bumi tersenyum melihat antusias Cian yang begitu ingin bertemu dengan Senja.

"Dasar anak ini." gumam Bumi yang kemudian mengambil handuk lalu masuk kedalam kamar mandi.

Sekitar lima belas menit Bumi keluar dari kamar mandi, dan sekitar lima menit ia memakai baju.

"Cian, sudah makannya?" tanya Bumi yang menuruni anak tangga.

"Sudah!" teriak Cian dari meja makan.