Kinayya beranjak dari duduknya. Senyuman manis terpancar dari wajah cantiknya. Entah sulap apa yang gadis cantik itu gunakan saat ini. Pasalnya, Kinayya dapat tersenyum dengan manis dan hangat walau beberapa detik sebelumnya ia menangis dan bersedih hati.
Itulah Kinayya. Si gadis cantik yang selalu ingin berusaha dan berjuang dalam situasi apa pun. Kinayya selalu ingin memperjuangkan apa yang patut ia perjuangkan. Menjadi seorang istri tentunya harus siap dan ikhlas menerima segala tugas dalam rumah tangga. Begitulah yang saat ini Kinayya tanamkan dalam diri. Sejauh apa pun Bairel mengabaikan dan tidak menerimanya, tapi ia akan tetap berusaha menjadi seorang istri yang baik dan shalihah. Terlepas dari perasaannya pada Akmal, ia justru sudah berkutat dengan hati dan jiwanya untuk melupakan sosok lelaki itu.
Kinayya hanya berharap, rumah tangga yang baru akan dimulai dan dibangun itu mendapat ridho dan pandangan cinta dari Allah. Pahit manis dalam rumah tangga adalah hal yang biasa. Kinayya sungguh sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi segala rasa yang ada.
"Assalamu'alaikum, Mas," ucap Kinayya seraya melangkahkan kakinya mendekati suaminya. Ia benar-benar patut diacungi jempol karena mampu menyembunyikan rasa sedih dan kecewa dalam hatinya.
Ghaisan menghela napasnya dalam lalu membuangnya perlahan. Ia benar-benar bingung apa yang akan ia lakukan malam ini dengan Kinayya. Matanya melirik pada ranjang yang sudah dihias dan begitu masih rapi. Tiba-tiba saja ia berpikir jika ranjang itu akan digunakan untuk memadu kasih di malam pengantin. Namun, akankah ia melakukan hal itu dengan Kinayya? Sementara yang ada dalam hatinya saat ini adalah Syakila.
Kinayya mengulurkan tangannya dengan sopan dan penuh tatakrama. Tentu saja ia harus takdzim pada suaminya. Surganya kini sudah berpindah pada sosok lelaki yang berdiri di hadapannya. Walaupun mungkin Ghaisan enggan menyimpan dan memberikan surga pada Kinayya, tapi gadis cantik itu tetap akan menghormati dan mengabdi pada lelaki yang telah menjadi surga baginya.
"Kamu belum tidur?" tanya Ghaisan dengan suara yang datar. Ia pun memberikan tangannya pada Kinayya.
Kinayya mencium bulak balik punggung dan telapak tangan suaminya penuh takdzim. Semestinya setelah ini Ghaisan mengecup keningnya lalu menyentuh kepala Kinayya sembari memanjatkan doa. Namun, nyatanya Kinayya tidak mendapatkan perlakuan itu. Setelah tangannya dicium oleh Kinayya, Ghaisan justru melangkahkan kakinya dan duduk di sofa malas.
"Belum, Mas. Saya menunggu ridho dari Mas Ghaisan." Kinayya menjawab lembut dan sopan.
Ghaisan melepas arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kalau mau tidur atau apa pun, lakukan saja tanpa harus menunggu saya. Itu hanya akan membuatmu tersiksa dan membatin."
"Tidak apa-apa, Mas. Karena sekarang saya sudah menjadi istri Mas Ghaisan. Jadi ... apa yang saya lakukan harus mendapat izin dan ridho dari Mas Ghaisan," jawab Kinayya seraya menyunggingkan senyuman manisnya. Tak peduli apakah Ghaisan akan melihat dan menyukai senyumannya atau tidak.
Ghaisan menarik napasnya dalam lalu membuangnya berat. Ia tahu jika Kinayya adalah sosok gadis yang mondok dan tentunya punya banyak ilmu serta adab yang baik. Tentu saja perihal hukum berumah tangga pun mungkin Kinayya sudah memahami dan mempelajarinya di pondok pesantren.
"Emh, Kinayya," panggil Ghaisan seraya menolehkan wajahnya pada sosok gadis cantik yang kini sudah menjadi istrinya.
Kinayya mendongak dan menatap suaminya. "Iya." Ia menjawab dengan lembut dan hangat.
Empat mata itu bertemu menjadi satu. Saling mengikat dalam waktu yang mengalir sama. Ghaisan sebagai lelaki normal, tentunya tahu jika Kinayya adalah wanita yang sangat cantik mempesona. Walau tanpa riasan make up, tapi Kinayya begitu terlihat cantik luar biasa. Namun, hal itu tidak bergerak cepat membuat dirinya jatuh cinta pada sosok Kinayya. Syakila yang ia cintai, masih bertahta di dalam hatinya dan pada tempat yang tak pernah berubah.
Ini kali pertamanya Ghaisan melihat wajah cantik Kinayya. Saat pernikahan, Kinayya mengenakan cadar untuk menutupi wajahnya. Hal itu dimintai oleh Ghaisan sendiri karena tidak ingin menunjukkan sosok Kinayya pada semua orang yang hadir di acara pernikahannya beberapa jam yang lalu. Ghaisan memang mengira jika Kinayya hanyalah gadis yang biasa saja. Ia memiliki sudut pandang rendah pada Kinayya yang berstatus santri. Ya! Ia kira, Kinayya adalah santri yang kumel dan dekil. Namun, nyatanya Kinayya adalah sosok santri yang cantik bak bidadari. Bukan hanya parasnya saja yang cantik, tapi juga dengan hatinya.
"Sejujurnya aku merasa kasihan padamu," ucap Ghaisan setelah beberapa saat terdiam karena merasa kaget melihat wajah cantik Kinayya.
"Kasihan?" Kinayya mengulang kata yang terucap dari lisan Ghaisan. Ia menatap tak mengerti pada suaminya itu.
"Ya. Seharusnya malam ini kamu tidak ada di sini. Seharusnya hari ini, esok, lusa dan seterusnya kamu tidak mengabdi pada saya. Padahal, saya sama sekali tidak mencintai kamu. Kamu pasti sudah tahu siapa wanita yang ada di dalam hati saya," ucap Ghaisan tanpa beban. Ia memang tidak mencintai Kinayya. Namun, ia tidak bisa membenci wanita yang tak bersalah begitu saja.
Kinayya terdiam dan menundukkan wajahnya dalam. Ia sudah tahu jika Ghaisan tidak menginginkan dirinya, apa lagi mencintainya. Namun, entah mengapa rasanya begitu nyeri di ulu hati saat mendengar setiap kata yang keluar dari lisan suaminya itu. Kendati demikian, Kinayya hanya bisa menahan sakit hatinya dan tetap berusaha menjadi istri yang baik.
"Benar. Seharusnya Syakila yang ada di sini malam ini. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Apa yang terjadi saat ini, sudah jauh tertulis di lauhul mahfudz. Saya tahu apa yang saat ini Mas Ghaisan rasakan. Tapi, saya hanya punya satu status yaitu sebagai istri. Apa pun yang terjadi, saya akan tetap mengabdi." Kinayya bicara dengan pelan namun jelas dan tegas. Ia memang selalu tegas dalam mengambil keputusan.
Ghaisan tampak menatap heran dan tak habis pikir pada Kinayya yang justru terkesan semangat dan tidak putus asa saat mendengar ucapannya. Ia mengira jika Kinayya akan bersedih dan memilih untuk menyerah dengan pernikahan tanpa cinta yang mereka lakukan. Namun, ternyata Kinayya adalah wanita yang teguh pendirian. Kendati demikian, Ghaisan akan terus membuat Kinayya bosan hingga menyerah.
"Apakah Mas Ghaisan ingin mandi terlebih dahulu? Jika iya, maka akan saya siapkan semuanya." Kinayya tetap bersikap baik walau Ghaisan terang-terangan menolak dirinya.
Ghaisan mengusap wajahnya kasar lalu beranjak dari duduknya. "Ya. Aku ingin mandi. Setelah itu, makan malam bersama Mama dan Papa. Oh ya, malam ini maupun malam-malam berikutnya, jangan harap saya akan datang mejajahi seluruh tubuhmu!"
Kinayya menelan ludahnya kasar. Sudah ia duga jika Ghaisan pasti enggan melaksanakan kewajiban suami istri. Namun, soal nafkah batin, tentu saja itu sudah menjadi kewajiban suami.
BERSAMBUNG...