Belum sempat Aisyah menjelaskan, Putra telah menghubungi.
"Nan, loe diam aja ya, jangan matiin telepon. Putra nelpon, dan loe bisa simpulkan sendiri apa yang terjadi sama dia, yang menurut gue, ini adalah hal gila."
Kinan pun mengangguk. Tak lama, telepon itu di converensekan oleh Aisyah. Di sana, Kinan hanys diam saja, ia mendengarkan dengan seksama, setiap perkataan yang akan mereka bincangkan.
"Hallo."
Suara itu. Sungguh Kinan ingin kembali berkomunikasi dengannya.
"Ya."
Aisyah menyahut, terdengar agak malas.
"Udah sampe rumah?" tanya Putra, terkesan mencoba untuk menjalin komunikasi yang sehat antara mereka.
"Udah, barusan. Loe gimana? Udah di rumah? Masih di kantor? Atau ketemu klien?"
"Gue udah di apartemen. Nggak ada klien yang akan ditemui langsung selama pandemi ini, Ai."
"Oh, oke."
Kinan merasa merasa tidak enak hati, menjadi pendengar diam-diam, berada di antara percakapan dingin, dua manusia yang sungguh sangat disayanginya.
"Loe kenapa lagi, Aisyah?"
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com