webnovel

MEYAKINKAN FAISAL

Siang ini Alma mengantar makan siang untuk suaminya di kantor. Tadi pagi dia sudah membicarakan masalah perjodohan suaminya dengan gadis petugas kebersihan itu pada Sarah—ibu mertuanya.

Sarah mengaku menyetujui perjodohan itu. Tidak peduli dari kalangan mana gadis itu berasal, Sarah hanya ingin mendapatkan cucu darinya. Untuk apa wanita berasal dari kalangan kasta atas kalau tidak bisa memberikan anak, itu sama saja seperti berlian palsu.

Kata-kata itu yang selalu melekat di ingatan Alma, hingga membuatnya berpikir untuk segera mencari tahu tentang gadis itu nanti. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya untuk segera meyakinkan Faisal agar dia mau menikah.

"Sibuk sekali, Pak? Tidak ada waktu untuk makan siang?" tanya Alma ketika masuk sembari memasang raut wajah gembira.

"Sayang? Tumben sekali kamu datang ke kantor?" Faisal langsung mengalihkan pandangan dari beberapa berkas yang dia pegang dan menyambut kedatangan istrinya dengan sebuah ciuman di bibir.

"Aku membawakanmu makan siang, ayo makan!"

Ini sudah lima belas menit sejak jam makan siang datang, tapi Faisal masih sibuk berkutat dengan laptop dan pekerjaannya di meja. Alma selalu paham jika Faisal orang yang profesional, dia bahkan lebih banyak menghabiskan waktu demi pekerjaan dari pada mengurus dirinya sendiri.

Kalau tidak di paksa, tidak mungkin Faisal mau makan. Kebetulan hari ini Alma memasak sayur sup kesukaan Faisal. Lelaki itu makan dengan lahap, Alma tersenyum senang sambil mengumpulkan niat untuk mulai bicara.

"Bagaimana?"

"Luar biasa, masakanmu selalu yang terbaik!" balas Arthan tersenyum simpul.

Dibalik senyum Alma, ada sebuah rasa sakit yang selalu dia tahan. Tanpa Faisal ketahui, batinnya selalu menghadapi tekanan dari ibu mertua yang selalu menuntut anak. Tidak kasar memang, tapi sindiran demi sindiran jelas membuat Alma terus tertekan.

Sebuah botol kecil berisi beberapa butir obat tak sengaja jatuh dari dalam tas Alma ketika dia hendak mengeluarkan ponsel. Faisal langsung mengambil obat itu ketika melihatnya. Tanpa ada tulisan, tanpa ada huruf dan angka, Faisal langsung tahu itu obat apa.

"Kamu masih meminum ini? Untuk apa?"

"Itu hanya vitamin, Mas. Berikan padaku!"

Faisal tidak mungkin memberikannya begitu saja. Dia tahu, itu adalah obat penenang antidepresan yang selalu Alma minum ketika merasa depresi. Entah apa jenisnya, Faisal tak tahu. Yang jelas obat itu berkerja dengan cara menyeimbangkan kandungan senyawa kimia alami di dalam otak, hingga bisa meredakan keluhan dan membantu memperbaiki suasana hati dan emosi.

"Alma, sudah berapa kali kukatakan berhenti minum ini! Kamu tahu ini bahaya bagimu?"

Alma terdiam. Napasnya mulau tak teratur, hingga air mata mulai menggumpal di pelupuk mata. Dia tidak akan melakukan ini jika saja tidak ada tekanan yang membuatnya depresi. Dan semua itu juga demi menenangkan dirinya sendiri.

"Kamu ingin aku berhenti?" Faisal mengangguk. "Kalau begitu turuti permintaanku, menikah lah lagi. Cari kebahagiaanmu dan berikan cucu untuk ibu."

"Tidak, aku akan turuti semua permintaanmu kecuali yang itu," tolak Faisal langsung dan segera melempar obat itu ke tong sampah.

"Mas, aku mohon. Aku hampir gila karena tekanan ini, kamu tidak pernah mengerti itu 'kan?!"

"Aku tahu, Alma. Aku tahu, aku juga mengalami hal yang sama tapi ... tidak! Aku tidak mau menikah lagi!"

Ada sebuah ketegasan di kalimat yang Faisal ucapkan. Membuat dada Alma langsung bergetar sampai sulit mengatur oksigen dan karbon dioksida yang keluar masuk. Kepalanya mendadak sakit, dadanya sesak sampai sulit mengontrol diri.

Mentalnya sudah tidak sehat, tubuhnya sudah lelah dengan semua kenyataan ini dan sekarang Faisal malah membentaknya. Membuat Alma semakin terpuruk. Sebuah pelukan berhasil menenangkan Alma yang menangis, tapi Faisal kembali berbisik bahwa dia tidak akan pernah menikah lagi.

"Kamu tidak pernah tahu bagaimana rasanya jadi aku, Mas. Hidupku setiap hari tertekan. Anak, anak dan anak membuatku benar-benar kacau. Aku hanya ingin lepas dari beban ini, dan hanya dengan satu cara membebaskanku, Mas. Kamu harus menikah lagi," kata Alma dengan suara parau yang terdengar begitu sedih.

Bingung, kacau dan tidak bisa berpikir. Faisal menghadapi jalan buntu sekarang. Tadi malam mereka juga sudah berdebat tentang ini, dan sekarang harus kembali berbeda? Ayolah, dia juga tidak ingin seperti ini, tapi ...

"Baiklah, aku setuju."

Jawaban Faisal membuat Alma melepaskan pelukan mereka dengan cepat. "Benarkah? Kamu setuju?"

Berat mengangguk, berat lagi hati merestui. Faisal pun tersenyum seraya menangkup kedua belah pipi istri tercintanya. "Iya, aku setuju. Kamu cari dimana gadis itu, datangkan dia dan urus pernikahanku."

Senyum bahagia tergambar jelas dari wajah Alma, memperlihatkan betapa senangnya dia ketika Faisal menyetujui permintaannya. Dia berjanji akan secepatnya mencari gadis bernama Rania itu untuk segera di pertemukan dengan Faisal.

Sebuah ciuman pun menjadi hadiah untuk Faisal. Buru-buru Alma pulang dengan perasaan lega, senyum lebar itu tak henti-hentinya menghiasi wajah cantik nan mempesona wanita berusia 25 tahun itu. Akhirnya, impian Alma untuk punya anak akan segera terwujud.

Namun, Faisal meminta satu syarat. Dia tidak mau menikahi gadis yang sudah tidak perawan, dia tidak suka itu.

"Oh, maaf, Nyonya. Saya tidak sengaja," kata seorang wanita dengan rambut terurai dan hanya di jepit pita kecil di belakangnya.

Alma tidak sengaja di senggol seorang office girl ketika keluar dari lift, hingga tas juga kotak bekal yang dia bawa terjatuh. Wanita yang di kenal akan keramahannya itu hanya tersenyum sambil ikut memungut isi tas yang berserakan.

Hingga dia beradu pandang dengan office girl itu, Alma pun terdiam.

"Hei, kita pernah bertemu sebelumnya. Kamu gadis di toko waktu itu, bukan?"

"Ah, iya. Nyonya masih mengingatku?"

"Tentu saja."

Inilah yang dinamakan keberuntungan. Sebuah keajaiban bisa bertemu dengan office girl cantik yang sedang dia cari-cari sekarang ini. Lama sekali Alma menatap Rania, sampai dia tidak berkedip dan mengganggu beberapa orang yang hendak masuk ke lift.

Alma tidak sempat bicara panjang lebar dengan office girl itu, tapi dia sempat menanyakan siapa nama lengkapnya. Rania Widya Ningsih, nama yang bagus. Dia akan segera meminta asisten pribadinya untuk mencari tahu gadis itu nanti.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi," pamitnya sopan.

Alma hanya mengangguk sambil tersenyum. Gadis yang sopan, dia sangat pantas menjadi istri kedua Faisal. Betapa beruntungnya Faisal nanti ketika dia bisa menikahi gadis secantik Rania. Alma yakin rencananya akan berjalan lancar.

Begitu sampai di rumah, Alma segera menemui Bimo—asisten pribadi sekaligus bodyguard yang menjaganya. Sebagai istri sultan Malik, Alma harus mendapat fasilitas mewah lengkap dengan mobil pribadi juga bodyguard. Faisal selalu menekankan bahwa Alma harus selalu aman kemanapun dia pergi meski tanpa Faisal bersamanya.

"Rania Widya Ningsih? Siapa dia?" tanya Bimo bingung.

"Calon istri keduanya mas Faisal," info Alma tanpa basa-basi.

"Ibu serius akan membiarkan pak Faisal menikah lagi? Bukankah pak Faisal sangat mencintai Bu Alma? Dia pasti akan menolaknya, Bu."

"Aku sudah bicara dengan suamiku, dia setuju. Sekarang lebih baik cepat kamu bantu aku mencari tahu identitas lengkap gadis itu. Dia bekerja sebagai office girl di kantornya mas Faisal, itu salah satu info yang kutahu. Selebihnya, kamu cari sendiri."

Alma pergi meninggalkan Bimo di ruang kerjanya. Lelaki itu hanya menggelengkan kepala karena tak habis pikir dengan jalan pikiran Alma. Selama lebih dari tujuh tahun dia bekerja di rumah ini, Bimo tidak pernah melihat Faisal dekat dengan wanita lain selain Alma. Sangat tidak mungkin jika Faisal setuju begitu saja.

Faisal sendiri hanya pasrah dengan apa yang akan di lakukan istrinya. Siapapun itu, dia tidak peduli. Bahkan Faisal terlihat cuek bebek dengan urusan perjodohan ini, hingga tak mau tahu apapun tentang gadis itu.

Seorang office girl? Semoga saja dia tidak se-menyebalkan office girl yang sekarang berdiri di hadapannya. Karena jika iya, maka Faisal akan memperlakukan gadis itu dengan buruk nanti.

"Saya tidak mengerti, kenapa kamu selalu saja berbuat ulah? Kemarin kamu menumpahkan kopi ke jas kerja saya, dan sekarang ... kamu membuat mobil saya lecet! Petugas kebersihan macam apa kamu?!" bentak Faisal pada gadis itu.

"Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya—"

"Sengaja atau tidak, mobilnya tetap lecet karena ulahmu! Sekarang cepat ganti rugi atau kamu saya pecat!"

Rania langsung melotot kaget. Di pecat?!