webnovel

Chapter 34. Sederhana namun sulit untuk di dapat.

Malamnya, Susan dan Susi bercengkrama di ruang tamu. Ibu dan kakak tertua mereka keluar karena ada suatu urusan namun mereka tidak memberi secuil pun informasi tentang keperluan mereka.

Jam besar yang tergantung di dinding sudah menunjukkan jam 8.45 namun belum ada tanda tanda jika ibu mereka akan segera pulang, Susan sempat beberapa kali menelpon kakaknya dengan telepon rumah namun tidak kunjung diangkat.

"ibu….kemana ya?" ucap Susan khawatir. riwayat panggilan keluar berderet di layar ponsel Susan yang berusaha menghubungi ibu dan kakaknya.

"ibu enggak bilang kah kalau mau pergi dan pergi kemana?" tanya Susi. Kakaknya hanya menggeleng.

"hmmmm aneh" lanjut Susi pelan.

"ngomong ngomong kak, sekolah di kapal seperti apa rasanya?" tanya Susi mencoba membuka topik pembicaraan baru.

"hmmm, ga beda jauh sih kayak di darat" jawab Susan. Ia merasa tidak ada bedanya sekolah di darat dengan di kapal.

"tapi kan kapalnya bergerak terus, dan juga kadang ada ombak tinggi ketika di laut, enggak kerasa kah?" tanya Susi lagi yang masih haus dengan informasi tentang kapal yang nanti di tempatinya dan menjadi tempatnya menuntut ilmu selama tiga tahun.

"Cuma beberapa kali kapal pernah berhadapan dengan gelombang tinggi, biasanya kalau ada cuaca buruk kapal akan merubah arah dan berusaha menghindarinya" jawab Susan menjelaskan apa yang ia pahami mengenai cara kapal sekolahnya beroperasi, walaupun Susan sendiri tidak pernah melihat langsung bagaimana kapal itu beroperasi.

"waaaah berarti kapal sekolah kita hebat juga ya" ucap Susi dengan senyum lebar dan mata berbinar, ia kagum dengan kapal sekolah yang dimiliki negaranya, meski kecil dan tidak sebesar kapal sekolah terkenal seperti Saunders, St. Gloriana, atau Pravda namun kualitas dan keamanannya terjamin.

"Susi sudah mantap kah ingin masuk SMA peremuan Nusantara?" tanya Susan melihat antusiasme adiknya itu.

"iya! Susi ingin bisa secepatnya masuk ke sekolah baru, dapat teman baru, dan juga ikut klub Senshado disana!" jawab Susi dengan menggebu gebu, mata nya berbinar binar dan pipinya memerah saat ia mengatakannya.

"Senshado ya….kamu ikut senshado juga kah di sekolah sekarang?" tanya Susan.

"ikut, Susi bahkan jadi komandan tim, padahal Susi ga mau tapi pelatihnya tetep maksa Susi jadi akhirnya mau ga mau Susi ambil posisi itu" jawab Susi menjelaskan apa yang di alaminya selama ia menjalani kegiatan Senshado, Susi cukup dibuat kerepotan dengan permintaan pelatihnya.

"kakak juga dulu begitu, sampai sempat jadi pertengkaran dengan teman karena ada teman juga yang mau jadi komandan tim" ucap Susan, ia dapat memahami apa yang di alami adiknya karena ia juga pernah mengalami hal yang serupa.

"terus gimana penyelesaiannya kak?" Susi bergerak mendekat, semakin tertarik dengan apa yang akan di ceritakan kakaknya.

"kakak dan teman satu tim itu di adu satu lawan satu oleh pelatih, kakak sudah ga enak sama teman kakak itu tapi kakak bisa lihat kalau dia tidak punya kemampuan untuk memimpin, jadi kakak memilih untuk melawannya karena kakak ga mau tim kakak di pimpin oleh orang yang salah" ucap Susan menjelaskan dengan serius, Susi mendengarkan dengan antusias hingga mulutnya terbuka tanpa ia sadari.

"kakak memancing dia untuk menyerang dan dia langsung menyerbu tanpa pikir panjang, itu membuktikan kalau dia tidak bisa mengontrol emosinya dan mengambil keputusan dengan sembrono, kakak tidak bisa membiarkan tim jatuh ke tangan orang seperti dia" lanjut Susan menjelaskan, matanya menatap tajam mengingat pertandingan menegangkan yang ia alami dulu.

"karena kakak ada di balik bukit ia harus menaiki bukit atau memutar untuk dapat mencapai kakak, apapun pilihannya kakak sudah memiliki jalan keluar untuk kedua situasi itu, dia akhirnya memilih untuk menanjak lurus ke atas bukit, kakak memanfaatkan kecepatan menanjaknya yang lambat untuk memutar dan langsung menuju ke belakangnya, dia tetap berusaha untuk mencapai puncak bukit dan tidak menyadari kalau kakak sudah membidik bagian sampingnya....setelah itu, semuanya selesai" ucap Susan menutup ceritanya dengan akhir yang tidak begitu dramatis, akhir yang dapat di tebak dari pertandingan antara dua kepribadian yang sangat berbeda.

"keren…..kakak keren banget!!!" teriak Susi setelah jeda senyap beberapa detik. Susan terkejut dengan respon adiknya itu, padahal ia sendiri merasa pertandingan itu biasa saja dan sangat singkat, malah menurutnya itu adalah pertandingan yang tragis dan ironis.

"tapi sayang hasil pertandingan itu ga mengubah situasi di dalam tim, tim tetap tidak kompak dan sering tercerai berai Ketika tanding, mungkin keputusan yang kakak ambil salah…" ucap Susan menjelaskan dengan suara lirih.

"enggak kok, menurut Susi keputusan yang kakak ambil sudah benar" potong Susi.

"kakak mengambil keputusan yang benar untuk melindungi tim dari pemimpin yang tidak kompeten, apa yang terjadi selanjutnya itu di luar kendali kakak" jawab Susi menjelaskan alasannya membela kakaknya.

"begitu ya….." ucap Susan sambil tersenyum kecil. Susan senang ada yang memberikannya sebuah petunjuk tentang benar atau tidaknya Tindakan yang ia ambil, selama ini ia hanya berpikir bahwa apa yang di lakukannya adalah perlu untuk melindungi tim nya dan memberikan manfaat yang besar kepada sekolah yang menaunginya, namun kenyataannya upayanya itu tidak memberikan banyak efek dan dalam banyak pertandingan timnya mengalami kerugian atau bahkan kekalahan.

"terimakasih ya Susi, kakak senang kamu menemani kakak dalam keadaan kakak sekarang ini" ucap Susan sambil tersenyum dan menatap hangat adiknya.

"keadaan kakak sekarang?" balas Susi bingung.

"ah maaf, kakak berkata aneh, lupakan saja" ucap Susan berusaha mengalihkan pembicaraan, Susan baru ingat jika adiknya itu belum mengetahui tentang pertandingan yang berakhir dengan kekalahan. Ia rasa akan lebih baik jika ia menahan informasi itu agar tidak merusak mood yang sudah mereka bangun sebelumnya.

Tiba tiba, bel pintu berbunyi dan seseorang mengucapkan salam dari luar, Susan dan Susi bisa mengenali suara itu dan mengetahui siapa yang akan datang.

"itu ibu!" ucap Susi dengan senyum lebar. Ia langsung berdiri dari sofa dan berjalan menuju pintu untuk menyambut ibunya. Sementara Susan terlihat gelisah mengetahui ibunya Kembali, ia tidak tahu apakah ibunya itu masih marah kepadanya atau tidak, tapi susan berusaha untuk mengabaikan pikiran itu dan tetap menyambut ibunya itu dengan hangat.

"Hatur nuwun" ucap Kanjeng Dewi saat pintu dibuka. Terlihat ia mengenakan setelan blazer sambil membawa sebuah tas jinjing hitam, Kartika juga terlihat ada di belakangnya.

"Ibunda, sugeng rawuh" ucap Susi sambil berlari menuju ibunya. Kanjeng dewi terkejut mengetahui putri bungsunya tiba tiba ada di rumah.

"Susi!" ucap Kanjeng Dewi sambil tersenyum, dengan tangan terbuka ia menyambut Susi yang berlari ke arahnya dan langsung memeluknya. Keduanya saling melepaskan rindu dan memberikan kehangatan.

Susan melihat hal itu dan tersenyum kecil. Kontras sekali dengan sambutan yang ia dapat dari ibunya Ketika ia tiba, alih alih pelukan hangat ia mendapatkan tatapan tajam dan dingin dari ibunya, alih alih situasi yang melegakan dan nyaman ia mendapatkan interogasi yang menegangkan dan mecekam, alih alih melepas rindu secara verbal ia mendapatkan pernyataan yang cukup menyayat hati dan hampir membuatnya kehilangan keinginan untuk hidup.

"selamat datang, ibunda" ucap Susan. Mulutnya tersenyum namun di dalam hatinya ia menangis dan menjerit. Ucapan selamat datang yang Susan katakan begitu pelan dan tidak terdengar oleh ibunya dan ibunya tidak memberikan respon apapun, hal itu membuat Susan semakin sedih dan kecewa, ia menganggap ibunya itu pilih kasih dan tidak bersikap adil kepadanya.

sebelum Susan semakin larut dalam kesedihan dan kekecewaannya Kartika masuk ke dalam dan langsung memeluk adiknya itu dengan erat, Kartika dapat memahami apa yang di perlukan adiknya dan langsung bergerak cepat untuk mengatasinya. Kehangatan yang di berikan kakaknya menahan gejolak emosi yang sebelumnya hampir meledak, susan memeluk erat kakaknya itu dan berbisik ke telinga kakaknya, mengucapkan terimakasih dengan nada sendu, Kartika mebalas dengan berbisik "tetap kuat adikku, tetaplah kuat" Susan menjawab dengan mengangguk, sedikit air mata menetes dan membasahi pundak kakaknya itu.

Kartika melepaskan pelukannya dari Susan dan keduanya Kembali bersikap normal seakan tidak terjadi apa apa. Susan melihat ibunya masih dengan urusan batinnya, wajah ibunya terlihat begitu sumringah hingga membuat Susan heran. Kartika menjelaskan jika Susi sudah lama tidak pulang ke rumah, sudah 2 semester lebih dia tidak pulang kerumah, padahal ibunya sudah memintanya berkali kali untuk pulang namun Susi tetap bersikeras untuk tinggal di sekolah dan fokus dengan akademik dan kegiatan Senshado.

Susan lalu bertanya pada kakaknya apakah ibunya juga meminta hal yang sama kepadanya, Kartika menjawab tidak dengan santai, Susan terkejut, ia bertanya apakah kakaknya tidak masalah dengan hal itu, Kartika menjelaskan jika ia tidak mempermasalahkan jika ibunya tidak menaruh perhatian yang cukup kepadanya, Kartika memahami kesibukan ibunya dan mungkin ibunya sudah tidak begitu mengkhawatirkannya karena ia sudah beranjak dewasa dan sudah dapat menjaga dirinya sendiri.

Susan terdiam mendengar jawaban kakaknya, ternyata kakaknya juga mendapatkan hal yang sama dengan dirinya, namun kakaknya dapat mengatasinya dengan begitu santai dan seakan tidak begitu perduli. Susan bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ia selama ini salah karena terlalu menginginkan hal yang tidak bisa ia kendalikan? apakah selama ini cara ia menghadapi masalah masalah yang muncul karena ekspektasinya sendiri kurang tepat yang mengakibatkan pada kejadian yang menimpanya baru baru ini? Susan tenggelam dalam percakapan dengan dirinya sendiri sebagai bentuk refleksi dirinya.

Susan tidak menyadari kalau ibunya sedang berjalan kearahnya dan baru mengetahuinya ketika ibunya memanggil Namanya dengan lembut. Susan langsung Kembali dan menyadari ibunya sudah ada tepat di depannya, karena kaget dan gugup Susanpun hanya menundukkan pandangannya dan tidak berani menatap langsung wajah ibundanya itu.

Kanjeng Dewi menanyakan apakah Susan sudah makan malam, Susan menjawab tidak dengan suara pelan dan kepala menggeleng ke kanan dan kiri. Susi menyaut dan mengatakan jika ia sudah memberikan kakaknya cemilan yang ia bawa dari sekolah. Kanjeng Dewi tersenyum, ia lantas menanyakan bagaimana rasa cemilan yang di berikan adiknya, Susan membelokkan pandangannya dan tersenyum dengan terpaksa "ya, gitulah" jawab Susan sedikit menyindir, ia tidak mau mengatakan dengan gamblang jika camilan yang di berikan adiknya tidak begitu enak.

Kanjeng Dewi lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, terlihat seperti sebuah kotak plastic rapat yang biasa digunakan untuk menjual makanan instan di supermarket. Kanjeng dewi menjelaskan jika ia membelikan Susan makanan untuk makan malam, ibunya meminta maaf karena ia tidak bisa mengadakan makan malam bersama karena waktu sudah terlalu malam. Susan menerima makanan kemasan itu dengan kedua tangannya dan mengucapkan terimakasih, ibunya mengelus kepalanya sebentar sebelum kemudian meninggalkan Susan dan adiknya.

Susan memanaskan makanan yang di belikan ibunya dengan microwave dan kemudian memakannya Bersama adiknya.