webnovel

Gabriela (My Princes)

Story ^(21+) By.onewrite05 Keep Suport ya teman. . . Ketulusan adalah satu perasaan yang diharapkan semua orang, termasuk juga oleh Gabriela. Perempuan cantik berusia 21 tahun, ia sosok yang tidak terlalu memikirkan tentang pasangan hidup, bahkan untuk pacaran pun tidak pernah jadi salah satu minatnya. Gabriela luluh pada teman dekatnya, Bara, lelaki yang kerap memperlakukannya dengan baik dan nyaris istimewa itulah yang berhasil meluluhkan hati Gabriela, apa lagi setelah ciuman pertama itu. Hingga akhirnya mereka menikah, namun sayang, saat kebahagiaan hidup rumah tangganya berlangsung, Gabriela harus mengalami nasib buruk. Tepatnya saat kelahiran anak pertamanya, bayi cantik yang diberi nama Bintang Nayara, 2 minggu setelah melahirkan buah cintanya dengan Bara, Gabriela mengalami lumpuh total pada tubuhnya. Pengobatan terus dijalaninya, tapi tak kunjung membuahkan hasil, ditengah sakitnya itu, Bara tetap setia mendampingi Gabriel dan mengurusi buah cinta mereka. Tidak ada keluh kesah yang dilontarkan atau ditunjukan Bara, Bara tetap memperlakukan Gabriela dengan penuh cinta. Hingga suatu hari orang tua Bara merasa kasihan dengan putranya itu, mereka menyarankan dan bahkan memaksa Bara untuk menikah lagi, dan menceraikan Gabriela. Tekanan demi tekanan dirasakan pasangan itu, Gabriel sempat meminta Bara untuk mengikuti saran orang tuanya, tapi Bara menolaknya dengan tegas, Gabriela dan Bintang adalah cinta sejati dalam hidupnya. Namun, ungkapan cinta Bara tak berlaku bagi orang tuanya, Bara terus dipaksa menikahi wanita lain dan meninggalkan Gabriel. Akankah ketulusan Bara memberi akhir bahagia untuk cinta mereka? Akankah pengobatan Gabriela membuahkan hasil dan mengembalikan kesehatannya? Atau justru mereka menyerah dengan keadaan? Yuk baca kisah Gabriela, penulis awam, mohon maaf jika ada kekurangan. . Note:~tinggalkan pesan terbaik untuk author~

OneWrite05 · Urban
Zu wenig Bewertungen
4 Chs

Diam-diam

Sampai di tempat Susan, keduanya langsung disambut hangat oleh Susan, mereka saling peluk bergantian.

"Aku fikir, kalian akan datang terlambat."

"Tidak, Bara menjemput ku tepat waktu."

"Bagus dong, sekarang kalian sudah sampai disini, ayo kita masuk."

"Seriusan gak sih, malu banget kali."

"Apaan sih, Riel."

"Malu kenapa juga?" tanya Bara.

"Ya malulah, kita kan belum menikah, masa datang kesini."

"Apaan sih kamu, yang undang kan aku, bukan mereka, santai saja kita happy disini."

Ketiganya tersenyum bersamaan, mereka lantas masuk dan bergabung dengan banyaknya orang di dalam sana.

"Aduh," ringis Gabriela saat ada yang tak sengaja menabraknya.

Bara menoleh dan langsung berdiri di samping Gabriela.

"Maaf mbak, gak sengaja."

"Iya, gak apa-apa."

Orang itu lantas pergi meninggalkan Gabriela.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Bara seraya mengusap pundak Gabriela

"Aku gak apa-apa, cuma kaget saja."

"Ah Tuhan, kenapa orang dua ini selalu membuat ku tersenyum sendiri."

Keduanya menoleh bersamaan saat mendengar suara Susan, Bara langsung menurunkan tangannya dan mengusap rambutnya asal.

"Apaan sih," ucap Gabriela.

"Gak ada sih, ya sudah ayo lanjut jalan."

Gabriela dan Bara mengangguk dan mengikuti langkah Susan, rupanya sudah ada Yuna dan vio di sana.

"Datang juga?" tanya Gabriela.

Keduanya bangkit dan tersenyum, mereka memeluk Gabriela bergantian, ternyata benar mereka berkumpul sekarang.

"Ayo duduk," ucap Susan.

Mereka duduk dan mulai berbincang dengan topik terhangatnya, Bara tersenyum, ia adalah satu-satunya lelaki yang ada di circle pertemanan itu.

Sesuai yang dikatakan Susan, jika mereka akan berbahagia di sana, mereka memilih tempat yang memang paling ujung.

Mereka tidak mengikuti rangkaian acara tersebut, mereka memilih asyik dengan percakapan mereka sendiri.

Bara memperhatikan mereka semua, setiap kebersamaan mereka, Bara memang tak pernah banyak bicara, mungkin karena Bara seorang laki-laki dan memang tidak terlalu banyak bicara.

Bara lebih suka menyimak obrolan para wanita itu, apa lagi Gabriela, Bara kerap fokus memperhatikan Gabriela.

Seperti kali ini, saat mereka tengah asyik berbincang, Bara melihat Gabriela yang tersenyum dan tertawa, tubuhnya yang tak bisa diam itu membuat Bara gemas sendiri.

Bara mengeluarkan ponselnya, dan membuka aplikasi cameranya, Bara mengarahkannya pada Gabriela di sana.

Diam-diam, Bara merekam Gabirela, Bara bersikap seolah sedang berkutat dengan ponselnya, padahal Bara sedang memperhatikan Gabriela melalui cameranya.

Bara tersenyum, wanita itu begitu cantik dan menarik, entah kenapa Bara merasa tidak ada sedikit pun kekurangan pada Gabriela.

"Aduh lemas ah," ucap Gabriela seraya mengibas dan merapikan rambutnya.

Gabriela tersenyum seraya meraih gelasnya, sempat melirik Bara dan tersenyum padanya, Bara tak merespon, biarkan saja Gabriela pasti berfikir jika dirinya tengah sibuk dengan ponsel.

"Lapar ih," ucap Vio.

"Makan saja," sahut Gabriela.

"Tinggal ambil, kan tadi tahu dimana makanannya." tambah Susan.

"Kalian gak mau?" tanya Vio.

"Ambilkan saja kalau memang bisa," ucap Susan.

Vio mengangguk dan meninggalkan mereka semua, perbincangan kembali terdengar, Gabriela kembali melirik Bara saat sadar jika lelaki itu hanya diam saja menatap ponselnya.

Mungkin Bara masih memikirkan tentang papahnya itu, kasihan tapi Gabriela tidak mungkin membahas itu sekarang apa lagi di depan mereka semua.

Bara menggeser sedikit ponselnya dan melirik Gabriela di depannya, Bara tersenyum saat Gabriela juga tersenyum.

Bukankah senyuman itu selalu membuat Bara kehilangan kontrol jantungnya, Bara mengetuk layar ponselnya dan menyimpannya, dengan tetap tersenyum Bara membenarkan posisi duduknya.

"Mau makan juga?" tanya Gabriela.

Susan dan Yuna melirik Bara bersamaan, Bara tampak menggeleng menjawab pertanyaan Gabriela.

"Ditawari, harusnya mau." ucap Yuna.

"Tahu, sekalian minta disuapi." tambah Susan.

Gabriela mengernyit, dan itu membuat Bara tersenyum, Gabriela sadar jika mereka memang kerap menggoda dirinya bersama Bara, tapi itu tidak sedikit pun mengusik perasaannya untuk menyukai Bara.

Circle pertemanan mereka terasa sangat kuat bagi Gabriela, sehingga perasaan nyaman yang dirasakannya pun seperti sama saja antara dirinya dan Bara, juga antara dirinya dan mereka.

"Kamu sendiri mau makan?" tanya Bara.

"Mau, Vio lagi bawa." ucap Gabriela.

Bara mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, berarti tinggal Bara saja yang harus mengambil makanannya sendiri.

"San, kamar mandi dimana, kebelet nih?"

Susan menoleh dan menunjukan arah kamar mandinya, Bara lantas pamit dan meninggalkan mereka.

"Bara, kenapa sih, Riel?" tanya Yuna.

"Kenapa apanya?"

"Kayak ada yang aneh saja."

Gabriela menggeleng, mungkin masalah papahnya itu yang membuat Bara sedikit berbeda kali ini.

"Emmm, aku haus, ambil minum dulu ya, mau nitip?" tanya Gabriela.

"Gak usah, ini masih ada." ucap Yuna.

Gabriela mengangguk dan berlalu meninggalkan keduanya, Gabriela tidak mau membawa minum, tapi tujuannya adalah untuk menyusul Bara.

Gabriela harus katakan jika mereka menyadari sikap diam Bara, dan tidak seharusnya Bara seperti itu.

Gabriela diam di depan pintu kamar mandi, kalau cuma buang air kecil, pasti tidak akan lama, dan benar saja hanya sesaat menunggu, pintu itu terbuka.

"Kamu, mau ke toilet juga?"

"Enggak, aku sengaja susul kamu kesini."

"Kenapa?"

"Kamu kenapa diam saja, mereka merasa aneh dengan itu, dan sebaiknya kamu jangan seperti itu."

Bara tersenyum, apa mungkin jika Bara mengatakan yang sebenarnya tentang diamnya itu.

"Kenapa, masih memikirkan Papah kamu?"

"Enggak."

"Lalu?"

"Aku sedang memikirkan kamu."

Gabriela mengernyit, apa maksudnya berkata seperti itu, Bara menyelipkan rambut Gabriela ke belakang terlinganya.

Bara juga memajukan tubuhnya mendekati Gabriela, dan itu membuat Gabriela bisa dengan dekat mematap wajah Bara.

"Kamu selalu berhasil mengusik fokus aku terhadap yang lain."

"Apa maksud kamu?"

Bara tersenyum dan mengusap lembut pipi Gabriela dengan ibu jarinya, Gabriela sekilas melirik tangan itu dan kembali menatap Bara.

"Rendi bukan yang kamu inginkan sekarang, mungkin saja aku bisa berusaha menggantikannya, dan menjadi yang kamu inginkan."

"Aku gak ngerti."

"Tidak perlu mengerti, kamu hanya perlu merasakan semuanya."

Gabriela merasa tatapan Bara begitu menusuk, ini kali pertama Gabriela menatap Bara sedekat itu.

Bara menelusupkan jemarinya keantara rambut Gabriela, dan satu tangan yang lain meraih tangan Gabriela.

"Aku tidak mau terlambat, aku tidak mau kamu lebih dulu dimiliki orang lain."

"Bara."

"Diamlah, tidak perlu bicara apa pun juga, dengarkan ini, aku menginginkan kamu untuk hidup aku."

Gabriela tak bisa berfikir benar, ini sangatlah tiba-tiba, dan mungkin saja Bara hanya sedang iseng padanya.

Bara menatap bibir tipis Gabriela, semakin lama, Gabriela mulai merasakan hangat hembusan nafas Bara di wajahnya.

Bara menarik tangan yang digenggamnya hingga membuat tubuh mereka beradu, Gabriela memejamkan matanya, Bara tersenyum melihat lentik bulu mata itu.

"Kamu terlalu istimewa buat aku, Riel."