webnovel

Timing

"Dia kan pria yang bercahaya itu!" teriak Maya dalam batinnya. "Apa aku salah orang?"

Ia menganga lebar sembari menatap lama barista yang berdiri di sampingnya. Hingga pria itu menoleh dan tertegun.

"Kau baru di sini?" tanyanya santai.

"Eh. Iya. Aku baru di sini."

"Meskipun kafe ini baru buka pagi tadi. Aku sudah bekerja di sini lama," ajaknya mengobrol dengan santai.

"Jadi kau temannya Kak Nando?"

"Ya bisa dibilang begitu."

"Aku Maya, Kak. Salam kenal. Apa aku tidak apa-apa memanggil Kakak?" tanya Maya dengan hati-hati.

"Terserah kau saja," Oska tersenyum simpul.

"Sepertinya aku memang salah orang. Dia tidak mengenaliku," gumam Maya. "Dia tipe yang sangat hemat berbicara."

Maya masih memandangi Oska yang tengah merapikan cangkir-cangkir. Oska menyadari tatapan Maya yang penasaran itu, namun ia memutuskan tak menanggapinya.

Beberapa pelanggan mulai berdatangan. Sepertinya usaha Kak Nando di depan tidak sia-sia. Dengan wajahnya yang tampan dan sifatnya yang ramah pasti akan menarik banyak cewek-cewek yang datang. Maya sendiri sudah sering bekerja di restoran dan kedai, jadi ia cukup terbiasa dengan pekerjaan barunya. Kak Nando juga ikut melayani pelanggan malam ini.

"Selamat datang. Silahkan dipesan," Maya memberikan menu pada pelanggan.

Malam itu kondisinya cukup ramai karena termasuk kafe baru. Banyak orang yang penasaran dengan tempat dan menunya. Banyak pelanggan yang mengantre di depan etalase kue. Ada Kak Gita di bagian kue. Oska dengan gayanya yang keren sibuk meracik kopi hingga membuat para pelanggan perempuan melihatnya dari jauh dengan kagum.

"Baristu itu tampan, ya."

"Saat meracik kopi dengan tangannya yang besar itu dia jadi tambah keren."

"Eh tapi katanya pemiliknya jauh lebih tampan. Katanya masih muda."

"Kalau tidak salah tadi yang ada di depan."

"Dia sangat ramah."

"Sepertinya aku akan rajin mampir ke sini setelah pulang kuliah."

Semakin malam semakin ramai. Pelanggan memuji racikan kopi yang nikmat dan juga pelayanan yang baik. Ditambah lagi pemilik dan barista tampan yang membuat banyak perempuan betah berlama-lama. Semua karyawan sangat sibuk. Bahkan Maya harus membawa dua pesanan milik meja berbeda di satu nampan. Padahal Kak Nando juga membantu, namun kami tetap kewalahaan.

"May, ada yang baru datang di meja 2 dan 7," kata Gita. Maya mengangguk.

Namun siapa sangka, ternyata di meja 2 adalah Jeffry dan Ella. Sedang di meja 7 ada anak-anak divisi bulu tangkis.

"Ha? Apa yang terjadi di sini?! Mati aku! Kenapa bisa barengan sih mereka?" gumam Maya frustasi melihat mereka.

Mendadak ia teringat ajakan Ella dan Senior Tian tadi, keduanya mengajaknya mengunjungi kafe baru di sekitar kampus. Ternyata adalah kafe ini

"Kenapa bisa aku tidak tahu? Kan dekat kampus, kafe yang baru buka cuma Cafe Punch. Aduhhhhh…." Maya mendadak lesu. Namun ia tetap berusaha profesional.

Meja 2 dan 7 letaknya tidak terlalu dekat. Karena masih ramai sepertinya anak-anak divisi belum menyadari Ella dan pacar barunya juga mengunjungi kafe itu.

"Kak Gita, kau sajalah yang ke meja," pinta Maya

"Tapi aku harus menyiapkan dessert. Kenapa? Apa ada masalah? Apa ada pelanggan yang memarahimu?"

"Tidak deh, aku akan ke sana."

Maya menimbang-nimbang ke meja 2 atau meja 7 lebih dulu. Ia akhirnya ke meja 7 lebih dahulu.

"Silahkan mau memesan apa?" Maya ramah.

"Loh, Maya?" Olla terkejut melihat Maya memakai celemek kedai bertuliskan Cafe Punch.

"Tidak kusangka kau kerja paruh waktu," timpal Rimba.

"Kau pasti kesulitan mengatur waktu latihan. Pantas saja Tian bilang kau tidak ikut saat kami ajak. Kami benar-benar tidak tahu kau sibuk."

"Tidak kok, Kak Olla. Aku malah yang tidak enak menolak ajakan tim."

Tian meliriknya sekilas. Tidak sengaja mata mereka bertemu. Maya reflek mengalihkannya.

"Oh ya kami mau pesan ini, ya."

Maya beruntung anak-anak divisi nampak biasa saja dan tidak ada kejadian aneh.

Meja pelanggan sangat penuh, setiap ada yang keluar pasti ada yang masuk. Tidak sengaja Maya mendapati seseorang yang dikenalnya membuka pintu dan berjalan ke arah meja staf di sisi pintu dekat kasir.

"Nico?!" Maya melotot.

Nando menghampiri Nico dan keduanya berjabat tangan seolah mengenal satu sama lain. Mereka berdua tengah mengobrol santai seolah teman lama. Maya penasaran dan menghampiri mereka berdua. Nico terkejut melihat Maya di sana.

"Maya?"

"Kau mengenalnya?" tanya Nando.

"Tentu saja. Dia ini adikku." Nico melingkarkankan tangannya di bahu kecil Maya sambil tertawa lebar.

"Adikmu? Woy yang benar saja?"

"Kebetulan sekali ya." Nando tidak percaya melihat keduanya.

Maya teringat tadi sore saat Nico megajaknya ke kafe yang baru buka milik temannya. Ternyata Nico tidak membual.

"Aku ke sini untuk membantu. Kulihat kafemu ramai. Lumayan kan, wajahku yang tampan ini bisa menarik banyak pelanggan. Haha."

Nando dan Maya hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Nico yang konyol. Meski begitu Nico akhirnya membantu melayani pelanggan dengan baik.

Tanpa mereka sadari, dari meja 7 Tian memandangi mereka. Ditatapnya lama Maya yang tersenyum lebar ketika berbincang dengan Nico dan Nando. Di meja barista, Oska juga melirik ketiganya yang berbincang santai.

"Jadi Maya, ya, namanya," gumam Oska.

"Kemarin di kantin, sekarang di kafe. Kenapa pria itu selalu di sekitarnya?" gumam Tian sembari menatap Nico sebal. "Rupanya teman prianya banyak anak itu." Tian menggeleng.

"Apa dia benar kakakmu, May?"

Maya tertawa melihat Nando yang bertanya serius. "Tidaklah, Kak. Nico temanku sejak kecil. Kami tetanggaan. Tapi jangan berpikir yang aneh-aneh. Kami tidak dalam hubungan romansa. Kami benar-benar berteman."

"Aku juga sudah berteman lama dengan Nico, tapi dia tidak pernah menyinggungmu. Lagipula aku tahu semua mantannya, jadi aku heran ada gadis lain yang dikenal. Oh iya kenapa kau tidak memanggilnya Kakak? Dia kan seumuran denganku."

"Dia selalu saja bilang ke orang-orang aku ini adiknya karena aku pendek. Makanya aku malas memanggilnya begitu. Tapi kami benar-benar tidak sedang bertengkar kok."

"Iya-iya aku paham."

"Lihatlah, Kak. Si Nico sialan itu benar-benar menarik pelanggan dengan wajahnya. Lucu sekali melihat dia berguna seperti ini."

Nando melihat Maya yang mengengeh. Dia memang pendek, jadi nampak lucu. Tanpa Maya sadari, Nando menatapnya dari samping, memandanginya saat tertawa.

"Kurasa aku sedikit paham kenapa Nico tidak pernah membicarakan gadis ini," gumam Nando dalam hati.

Kak Gita menghampiri Maya, memintanya untuk mengantar pesanan ke meja 2.

"Astaga aku lupa. Maaf maaf."

"Sudahlah tidak apa-apa. Ambil kopinya di meja barista."

"Siap!"

Maya berhati-hati melangkah mengantarkan pesanan ke meja 2. Dilihatnya Jeffry yang tertawa bersama pacar barunya. Ia baru sadar kalau Ella belum bertanya apa-apa tentang Jeffry sejak kejadian di kantin. Jangan sampai ada hal memalukan lagi terjadi di sini.

"Silahkan pesanannya," Maya meletakkan nampan di meja dan melayani mereka dengan profesional.

"Maya?!" Ella terkejut melihatnya. "Jadi kau bekerja di sini?"

"Iya, El."

Jeffry memicingkan matanya remeh. Maya menyadari tatapan Jeffry.

"Kalau kafe ini baru buka, berarti kau baru bekerja di sini hari ini," Jeffry nampak memikirkan sesuatu. "Biasanya pegawai baru harus diajari lebih dulu, bagaimana caranya menjadi pelayan dengan benar."

Jeffry tertawa, ia menekan kata 'pelayan' seolah menyindir Maya. Tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu saat melihat piring kecil. Ia sengaja mendorong piring yang berisi potongan kue itu ke sisi meja hingga ke tepi. Ella menyadari Jeffry akan menjatuhkannya, namun Ella membuang muka. Sedang Jeffry tersenyum licik ke arah Maya.

PRANG!