webnovel

Kejanggalan

"Kenapa kau mentraktirku?" Oska melipat lengannya depan dada.

"Aku tidak pernah berterima kasih dengan benar. Kau sudah sering menyelamatkanku. Sebenarnya tadi aku ingin mengajak Kak Tian sekalian."

Oska yang minum soda mendadak terbatuk.

"Eh kau tidak apa-apa?" Maya memberikan tisu.

"Untung saja si tetangga menyebalkan itu tidak ada," batin Oska. Ia lalu melempar senyum pada Maya dan menjawab tidak apa-apa.

"Jadi apa kau berhenti total dari sana?" tanya Oska.

Maya mengangguk.

"Mungkin lebih tepatnya dipecat, hehe."

Oska mengangguk memahami. Ia tidak bertanya apapun lagi dan mengajak Maya menikmati makan siangnya saja.

Setelah makan siang selesai, mereka masih makan kue penutup dan mengobrol santai. Mendadak Maya ingat sesuatu saat di apartemen Oska.

Saat ia pergi untuk membeli bubur untuk sarapan, Maya mendengar bunyi dering telepon dari ruang pakaian. Saat itu Maya pikir salah dengar, namun ia bangkit dari ranjang dan mencari sumber suara.

"Bukankah tadi Kak Oska membawa ponselnya?" Maya bertanya-tanya.

Tiririring Tiririrng

Namun anehnya, nada dering ponsel itu adalah nada dering yang ada di ponsel jadul. Ponsel yang hanya satu sim card dan tidak ada fitur internet. Maya mendekat ke ruang pakaian dan menempelkan telinga di pintu. Dering itu cukup lama, namun kemudian berhenti. Namun beberapa menit kemudian berdering lagi. Maya tersentak kaget. Ia ingin menanyakan itu tapi ia urungkan karena terkesan ikut campur kehidupan pribadi seseorang.

Sebenarnya Oska sudah tahu kalau Maya curiga dengan ponsel itu, karena saat Maya pulang, Oska memeriksa ponselnya yang berada di antara laci lemari baju di ruang pakaian. Ponsel itu berada di laci yang terkunci. Itu adalah ponsel Nokia model one-sim card yang sangat kuno.

Ia membuka ponselnya dan ada riwayat panggilan tidak terjawab dua kali, yaitu jam 7.14 dan jam 7.17. Sedangkan dia kembali sekitar pukul 7.30 yang berarti Maya mendengar dering teleponnya.

Oska cemas. Ia lalu kembali menghubungi nomor yang tertera di kontak. Cuma ada satu kontak tanpa nama di sana.

"Halo," terdengar suara dari seberang.

"Ini aku," jawab Oska.

"Aku menghubungimu dari tadi. Kau kemana saja?"

"Maya di rumahku tadi malam. Sekarang dia sudah pulang."

"Apa? Bagaimana itu terjadi?" suara dari seberang telepon nampak khawatir.

"Dia bekerja di bar Sky Lynx, Dean sepertinya mencurigainya. Rey bahkan menyusup di sana. Tapi aku belum mendapat informasi apapun. Dia bisa saja cuma main-main, tapi sialnya ada Maya saat itu."

"Apa dia baik-baik saja?"

"Aku mengawasinya."

"Syukurlah." Suara di seberang telepon menghela napas lega.

"Tapi...kita harus mewaspadai Dean. Dia sepertinya menyelidiki Maya."

"Tetaplah di sisi Maya."

"Aku tahu."

Setelah itu panggilan mereka berakhir. Dari awal Oska pindah ke samping kamar Maya adalah karena untuk mengawasi sekaligus menjaga Maya. Ia tidak mau meminta orang lain mengawasinya, namun dirinya sendiri dengan cara membaur jadi temannya. Dari awal Oska sudah mengenal Maya, bahkan jauh sebelum Maya mengenalnya.

"Kak Oska! Kak Oska!"

Oska tersadar dari lamunan.

"Kau mikir apa sih? Kenapa sampai melamun begitu?"

Oska menggeleng pelan lalu melanjutkan minumnya. Ia menatap Maya yang asyik makan kue, ada sedikit belepotan di hidungnya.

"Kenapa aku berdebar?" batin Oska yang tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu. "Apa aku bahkan pantas menyukainya setelah semua yang kulakukan?"

Oska menghela napas cemas dan takut akan perasaannya sendiri. Ia mengambil tisu dan mengusap kue yang ada di hidungnya. Maya tersenyum lebar.

"Kau seperti kakakku," kata Maya.

"Ah benar. Aku memang menggantikan kakakmu. Aku tidak boleh menyukaimu. Aku tidak pantas melakukannya, bukan?" batinnya. Oska menatap Maya dengan pedih.

***

"Rapatmu sudah selesai?" tanya salah satu karyawan perempuan.

"Masih harus mengurus tabloid untuk perusahaan dan partner. Aku masih harus begadang asal kau tahu," jawab Richy sembari menutup matanya dengan penutup mata berwarna pink lucu.

Karyawan perempuan itu tersenyum kemudian berlalu melewati meja Richy.

Richy lalu memperbaiki duduknya dan membuka laci yang terkunci di bagian paling bawah. Ada sebuah ponsel yang sama seperti milik Oska. Dia lalu membuka sebuah pesan dari nomor tak bernama di sana. Tertulis pesan singkat.

"Untuk saat ini dia baik-baik saja."

Itu adalah Oska. Richy membacanya dengan wajah datar, namun ada perasaan lega di sana.

Pria yang berhubungan dengan Oska adalah Richy.

Richy lalu kembali membuka laptopnya dan menyusun pekerjaannya. Dan wallpaper laptopnya adalah foto sketsa hitam putih gadis kecil cantik yang memegang boneka jerapah. Itu adalah foto Maya kecil yang ada di sampingnya, yang Richy tempatkan pada pigura kecil di meja kerjanya.

"Oska sangat setia dan pekerja keras, patuh, lembut dan dapat diandalkan. Jika itu Oska, aku mungkin akan tenang jika sampai pada waktu menikah nanti," batin Richy sembari tersenyum menatap pigura itu. "Ah setidaknya bukan si anak manja seperti Nico."

Ia menghela napas mengingat dulu saat masa Maya masih SMP, Nico selalu menempel padanya setiap saat. Dan Oska selalu melaporkan bahwa sampai sekarang Nico masih melakukannya.

"Ah dasar anak itu..."

Saat jam pulang kerja, Richy ganti baju di ruang ganti laki-laki bersama rekan yang lain. Saat ia membuka kemejanya, ada sebuah tato burung Elang di pinggang bagian belakang sebelah kiri. Itu adalah tato yang sama dengan emblem Black Bird.

***

Maya berdiri di depan kaca dan mencoba anting yang diberikan Andra. Ia bercermin dan tersenyum.

"Aku jadi merasa bersalah memakai barang mahal."

Itu bukan anting emas, namun aura mahal terasa. Maya merasa berhutang, tapi dia memutuskan untuk menerima hadiah itu. Sayangnya tanpa ia sadari, anting di telinga kirinya belum terlalu rekat.

Di atas ranjang baju Oska yang terdiri dari kemeja dan jaket sudah terlipat rapi dan wangi. Maya hendak mengembalikannya.

Ia lalu keluar dan membuang sampah di sudut tempat pemilahan. Saat menyisir rambut dengan jarinya, anting Maya terjatuh di dekat tempat sampah. Namun Maya tidak menyadarinya. Setelah itu ia kembali dan beres-beres kamarnya yang sudah ditinggal. Mulai dari mencuci baju, mencuci piring, menyapu, mengepel, mencuci sprei dan membersihkan jendela dan rak buku. Ia sangat senang dan bersemangat.

Setelah bersih-bersih, ia lalu mengembalikan pakaian Oska.

"Terima kasih ya, Kak."

"Em sama-sama."

Oska melihat Maya menyisir rambutnya ke belakang telinga, namun ia melihat kejanggalan. Telinga kirinya tidak ada antingnya.

"Oh May. Sepertinya..."

"Ada apa?"

"Antingmu yang satu hilang."

"Apa?!"

Tian pulang siang, ia merasa sangat capek dan malas untuk datang ke pertemuan mingguan senior di klub olahraga. Setelah naik lift, ia naik tangga dan menaikinya dengan kelelahan.

"Aku cuma pengen tidur hari ini."

Ting! Ting! Ting!

Itu adalah bunyi notifikasi grup WhatsApp yang terus-terusan bunyi. Grup tugas kuliah kelompok. Tian kesal lalu terpaksa memasang mode mute. Sesampainya di lorong kamarnya, betapa terkejutnya ia melihat Maya tengah berjongkok di depan pintu kamar.

"Maya?!"

Maya lalu berdiri.

Oska keluar dari kamar Maya. Tian panik melihatnya.

"Kau, kenapa keluar dari sana?"

"Kak Oska membantu mencari antingku yang hilang."

"Anting?"

Maya mengangguk.

Mereka bertiga berakhir mencari anting Maya bersamaan. Maya memberitahu bahwa antingnya berwarna ungu muda dan bentuknya agak panjang. Sembari mencari Tian bertanya.

"Apa itu anting hadiah?"