webnovel

Maya dan 3 Kelinci

"Apa itu anting hadiah?" tanya Tian.

Oska melirik Maya, ia juga penasaran.

"Dari kak Andra."

Keduanya saling melihat dan bertanya tanya.

"Dia kakaknya Nico, dia memberiku ini saat ulang tahunku. Dia sangat baik, dia seperti kakakku sendiri."

Mereka lega itu bukan dari pacar.

"Ulang tahunmu sudah lewat rupanya." Tian nampak kecewa tidak mengetahuinya.

Oska juga terlihat kecewa, namun ia hanya diam membisu.

"Kenapa?" Maya menatap mereka berdua bergantian.

Oska kikuk dan memegang belakang tengkuk lehernya, wajahnya merah.

Tian menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Gerak-gerik keduanya jadi aneh.

Tian mencari di sekitar tempat sampah dan akhirnya menemukannya.

"Ketemu!"

"Akhirnya!" Maya sumringah.

"Sini aku pakaikan. Kau mungkin kurang menjepitnya."

Tian lalu berhati-hati memakaikannya. Hatinya dag dig dug saat melihat leher Maya.

"Sudah selesai." Tian melihat Maya. "Cocok sekali May denganmu."

"Benarkah?"

Tian mengangguk.

Maya malu menerima pujian itu. Mereka berdua saling melihat satu sama lain. Pipi Maya mendadak memerah.

Oska memperhatikan Maya yang salah tingkah. Ia nampak kecewa mengetahui Maya ada rasa pada Tian. Namun dia juga sadar akan posisinya.

"Ehem!" Oska memecah suasana keduanya.

"Oh ya, terima kasih ya Kak Oska, Kak Tian, sudah membantuku mencarinya."

"Syukurlah tidak masuk ke tempat sampah tadi," kata Tian

Sore harinya saat Maya tengah keluar membeli bahan makanan di supermarket, ia melihat Tian duduk di taman seorang diri dengan sebuah boks kado berukuran sedang. Ia menghentikan Maya.

"Maya," panggilnya.

"Ada apa?"

"Sini sebentar."

Tian memberikan kado itu padanya.

"Maaf terlambat, tapi selamat ulang tahun ya."

"Aduh, aku jadi tidak enak," Maya tak nyaman.

"Silahkan dibuka."

"Boleh kubuka sekarang?"

Tian mengangguk senang. Ia mendadak salah tingkah.

Itu adalah jaket hangat. Maya senang menerimanya sekaligus merasa berhutang.

"Lain kali aku akan menggantinya. Terima kasih ya. Kebetulan aku membutuhkan jaket hangat."

"Kenapa harus diganti? Itu kan hadiah." Tian merasa khawatir. "May, kau harus mulai menerima hadiah dari orang lain dan tidak menghitungnya sebagai hutang. Mereka tulus memberimu, kalau itu hutang maka mereka pasti bilang kok."

"Emmm....bagaimana ya... itu sulit." Maya tersenyum memaksa. "Apa aku boleh menerima hadiah dari orang lain?"

"Kenapa tidak boleh?" celetuk seseorang.

Mereka menoleh. Itu adalah Oska. Ia membawa sekotak kado juga untuk Maya.

"Selamat ulang tahun, May." Ia menyodorkan kado itu.

Tian merasa tersaingi. Namun ia memutuskan mendorong Maya untuk lebih percaya diri.

"Ah aku jadi tidak enak pada kalian..."

Maya membuka kado itu dan isinya adalah sepatu kets berwarna putih yang cantik.

"Kak Oska, Kak Tian, apa ini mahal?"

Keduanya menggeleng.

"Jangan khawatirkan itu," kata Tian.

"Itu tidak semahal emas," sambung Oska.

"Kalau begitu kita adakan pesta barbeque saja di atap," usul Tian.

"Pesta? Kau bisa memanggang?" tanya Oska pada Tian.

"Tentu saja. Aku ahli memanggang sosis."

Maya tertawa.

"Bagaimana May? Kau mau?' tanya Tian.

"Aku suka makan-makan, hehe." Maya mengangguk senang.

***

"Apa Maya sudah kembali ke apartemennya?" batin Nico di depan komputernya.

Ia melirik jam di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul 19 malam. Diambilnya cincin yang sempat dikembalikan Maya. Ia inisiatif untuk memberikannya lagi.

Nico lalu meraih jaketnya dan mengambil kunci mobil di meja. Lalu merapikan rambutnya dan bercermin.

"Maya. Aku akan datang padamu," katanya dengan penuh percaya diri.

Sesampainya di apartemen, ia menekan bel pintu dan mengetuknya. Namun tidak ada jawaban. Nico hendak meneleponnya namun ragu. Ia khawatir Maya akan kesal lagi padanya karena ia terlalu buru-buru. Ia juga membawa kotak kecil yang berisi hadiah untuk Maya atas kembalinya dirinya ke apartemen.

"Apa dia belum kembali?" Nico bingung. Ia berdiri di depan pintu.

Nico lalu menyandarkan siku di pagar pembatas dan melihat langit malam. Ia memikirkan Maya. Namun tiba-tiba muncul asap entah dari mana. Nico heran dan mendongak ke atas. Itu dari balkon paling atap.

"Apa ada kebakaran?" Nico lalu memeriksanya dan menuju ke lantai atap.

Namun betapa terkejutnya ia melihat pemandangan sebuah pesta. Ada balon dan meja grill, lalu beberapa kursi yang mengelilingi meja bundar agak besar. Ia melihat Maya tengah memotong sosis, Tian memanggang sosisnya, lalu ada Oska yang menyiapkan meja dan minuman kaleng.

"Apa ini?"

Semua orang menoleh.

"Nico!" Maya kaget.

"Oi Maya! Kau mengadakan pesta tanpa memanggilku? Jahat sekali kau." Nico cemberut lalu berjalan ke arah Maya.

Maya berlari dan menghampirinya.

"Astaga! Aku lupa," Maya mengengeh. "Maafkan aku. Bagaimana kau ada di sini?"

"Cih! Tidak setia kawan kau."

"Maaf, maaf."

Namun Nico lega karena Maya nampaknya kembali ceria dan senang. Diperhatikannya outfit Maya. Ia memakai jaket warna putih yang terlihat baru, dan sepatu putih yang juga kinclong, rambutnya ia gerai dengan cantik.

"Dia cantik sekali," gumam Nico.

"Ehem!" Tian berdehem mendengarnya. "Bantu memanggang sosis sini kau," perintahnya.

Nico meliriknya sebal, apalagi saat insiden di lapangan dan taman bermain. Namun Nico menggulung lengannya dan bersiap membantu.

Setelah itu mereka duduk melingkar dan menikmati minuman dan camilan malam.

Nico mengambil hadiah kado kecil dan memberikannya pada Maya.

"Ini untukmu, May. Selamat sudah kembali ke apartemen."

"Apa ini?"

"Bukalah."

Itu adalah bando kelinci yang cantik berwarna putih.

"Wah lucunya," Maya berbinar. Tian dan Oska nampak kesal. Banyak sekali sih saingannya.

"Sini aku pakaikan," Nico memakaikannya dengan lembut.

"Apa aku cantik?"

Ketiga pria itu saling menatap dan tiba-tiba mereka jadi kikuk dan canggung sendiri. Tidak ada satupun yang menjawab, mereka malah membuang muka karena malu. Maya nampak kecewa.

"Aku narsis sekali, hehe."

"Tidak, Kok!" mereka teriak bersamaan. "Kau cantik!"

Maya menahan tawa."Apa kalian radio? Haha!"

Nico tiba-tiba mengeluarkan cincin yang kemarin dan memberikannya pada Maya.

"May, ini..."

"Cincin itu lagi?" Maya mendadak lesu.

Tian dan oska shock melihat Nico begitu terang-terangan memberikan cincin, keduanya memasang wajah terbakar. Nico melempar smirk seolah berkata aku selangkah di depan kalian hoho. Sayangnya Maya dengan halus menolak.

"Kau tahu, Nico. Jaket hoodie yang kupakai ini dari Kak Tian, sepatu cantik ini dari Kak Oska, anting ini dari Kak Andra dan bando ini darimu. Itu sudah cukup, jangan berikan yang mahal lagi."

"Tapi May..."

"Kau sudah memeriksa notifikasi rekeningmu?"

"Apa?"

"Aku sudah melunasi semua hutangku padamu."

"APA?!' Nico menganga. Begitu juga Tian dan Oska yang terkejut.

Mereka sadar kalau Maya memang pekerja keras. Ia tidak suka berhutang dengan orang lain dan merasa bersalah ketika menerima hadiah. Maya juga tidak pernah menikmati hidupnya apalagi bersenang-senang seperti berbelanja seperti gadis lain.

"Ada tahu banyak gadis yang beruntung di dunia ini, tapi aku juga tahu kalau di luar sana, pasti ada juga yang sepertiku. Jadi aku tidak akan terlalu terpuruk dan menyalahkan diri sendiri. Punya teman, senior kampus dan senior kerja yang baik seperti kalian sudah cukup. Aku sering merepotkan kalian." Maya menarik napas lega. "Semuanya, terima kasih, ya. Aku sangat sangat berterima kasih."

"Ah hanya teman ya..." Nico menunduk kosong.

"Senior kampus..." Tian menghela napas.

"Senior di tempat kerja...." Nico nampak kecewa.

Ketiganya menghela napas lesu bersamaan.