webnovel

Di Halaman

"Kau pergi ke mana dengan baju seperti itu?"

"Itu…" Maya mengalihkan pandangannya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan kok."

"Memang apa yang aku pikirkan?"

Maya menoleh ke arahnya."Terima kasih sudah menolongku. Aku tidak tahu kalau tidak ada kau tadi. Aku juga minta maaf karena membuatmu jadi luka luka begini."

Oska paham kalau Maya tidak ingin memberitahunya. Lagipula memang bukan urusannya, toh mereka tidak terlalu dekat, di tempat kerja maupun di luar tempat kerja.

"Ini," Maya memberikan kembali jaket Oska.

"Pakai saja. Kamar kita juga bersebelahan, nanti kalau sampai baru kembalikan. Sudah malam. Sebaiknya kita masuk." Oska berdiri lalu melangkah mendahului Maya.

Maya ikut berdiri dan berjalan di belakangnya. Oska hanya hanya meliriknya. Ia melihat gadis pendek itu meringkuk karena dingin. Entah apa yang dipikirkannya,

"Aku harus membalasnya besok. Aku benar benar tidak tahu apa yang pipikirkannya. Ekspresinya datar dan terlihat jutek. Kenapa tadi dia seperti minta dipukuli? Sepertinya dia membantuku hanya untuk meluapkan frustasinya. Pasti kebetulan saja aku yang dibantu. Aku tahu dia baik di tempat kerja tapi dia juga terlihat dingin dan pemalu. Sumpah, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan di sampingnya."

Karena terlalu banyak berpikir. Maya tidak melihat kalau Oska berhenti, hingga ia menabrak punggungnya.

"Aduh." Maya terbentur, ia memegang kepalanya.

"Kenapa kau berjalan di belakangku?" tanya Oska.

"Itu…"

"Kau tidak nyaman denganku?"

"Apa? Tidak, bukan itu. Aku malah berpikir kalau kau yang tidak nyaman denganku." Maya menunduk.

Oska melihat jaketnya dilingkarkan di pinggang Maya, namun gadis itu masih kedinginan dan jalannya lambat. ia mengira Maya tidak nyaman di dekatnya. Hari juga sudah malah, mereka harus segera kembali.

"Jangan berjalan terlalu jauh dariku. Sebaiknya kita cepat masuk."

"Maaf," Maya mendongak.

"Berhenti minta maaf."

"Aku…" Maya ragu mengatakannya, ia akhirnya mengatakan, "Baiklah."

Oska menyipitkan matanya. Ia mendekat namun Maya malah melangkah mundur. Ia mendapati gadis itu agak khawatir dekat dekat dengannya.

"Siapa yang tidak nyaman di sini?" tanya Oska tiba-tiba. "Kita memang tidak terlalu dekat, jadi aneh kalau kita terlibat insiden seperti ini. Mungkinkah kau…takut padaku?"

"Tidak, tidak. Tidak seperti itu." Amy lalu membuka jaket yang melingkar di pinggangnya dan memberikannya pada Oska.

"Kau masuklah duluan."

"Apa? Kenapa tidak kau pakai saja dulu?"

"Sudah kubilang tadi. Aku merasa bersalah padamu, aku juga khawatir kau tidak nyaman di dekatku. Dan terima kasih sudah menyelamatkanku tadi. Aduh, aku jadi mengatakan hal yang sama berulang ulang," Maya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak berani menatap tetangga barunya itu.

Oska melihat gadis itu yang sepertinya masih kebingungan dengan sendirinya.

"Mungkin ia masih shock karena kejadian tadi," pikir Oska.

Ia memberikan jaket itu lagi padanya.

"Pakai saja, setidaknya sampai ke dalam."

"Tidak." Maya menolak tegas. "Aku sudah baik baik saja."

"Benarkah?"

"Kau bisa masuk duluan."

"Lalu kau?"

"Aku akan masuk setelahmu."

Oska tersenyum kecil. "Sebenarnya kau ini kenapa?"

"Apa orang ini benar benar tidak tahu, kalau aku benar benar malu sekarang. Kakiku masih gemetar dan sekarang aku pakai gaun terbuka seperti ini. Apa dia tidak merasa aku ini menyedihkan? Payah sekali diriku." batin Maya.

"Kalau begitu kau yang duluan."

"Eh?"

"Aku tidak tahu kalau kita jadi secanggung ini, padahal sebelumnya baik baik saja di tempat kerja. Jadi kau duluan saja, aku akan masuk setelah kulihat kau masuk gedung. Kalau perlu saat kau naik lift, aku bisa pakai tangga darurat."

"Tidak sampai seperti itu kok. Ya sudah kalau begitu aku yang duluan ya?"

Oska melihat gadis itu masih sedikit gemetaran. Ia tidak tahu bagaimana harsu bersikap. Mungkin jalan berpisah lebih baik. Toh ia bisa memastikannya aman jika ia berjalan duluan.

"Silakan." kata Oska.

Maya lalu melangkah mendahuluinya.

"Tunggu dulu," Oska memberikan jaketnya. "Pakai saja ini. Kembalikan besok pagi. Kuharap kau tidak menolak. Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya saja, kita harus jadi tetangga yang saling peduli, kan?"

"Tetangga yang saling peduli?"

Oska mengangguk.

Setelah agak lama terdiam dan berpikir, akhirnya Maya menerimanya karena Oska memintanya dengan sopan. Oska akhirnya berhasil, ia tahu gadis itu hanya malu menerimanya.

"Pakai di pinggangmu."

"Oh iya iya." Maya sadar kalau gaun itu memang pendek.

Setelah itu ia melambai dan tersenyum. Oska berdiri di sana dan melambai. Namun tiba-tiba.

"Maya?"

Degh.

"Senior Tian?"

Beberapa saat sebelumnya.

Tian tengah mengerjakan makalah untuk tugas kuliah di depan komputernya. Hingga dering ponsel tiba-tiba mengganggunya. Itu adalah Dion.

"Tiaaaannn," panggilnya.

Tian yang kaget hingga telinganya berdenging, refleks menjauhkan ponselnya dari telinga. Ia menghela napas lalu berbicara pada sahabatnya itu.

"Ada apa?"

"Apa kau sibuk?"

"Kalau sudah tahu kenapa nelfon? Aku sedang sibuk menyelesaikan makalah buat besok."

"Aku benar benar minta maaf. Sangat sangat minta maaf, tapi bisakah kau keluar sebentar dan menolongku?"

"Apa?" Tian menghela napas. "Apa ada masalah?"

"Sepertinya aku ketinggalan kereta saat main di rumahnya si Jimmy tadi."

"Apa!" Tian shock. "Kenapa kau tidak lihat jam sih? Kau kira kau ini anak SMA yang suka kelayapan huh? Harusnya kau sadar diri?!"

"Aku tahu aku salah, tapi kumohon ceramahnya nanti saja. Aku di dekat halte dan tidak ada bis lewat. Huhuu, aku takut, bagaimana kalau ada begal. Tiaaaan selamatkan akuuu."

Terdengar Dion yang menangis pura-pura, namun Tian khawatir juga padanya. Ia akhirnya bangkit drai kursinya, meraih jaket di gantungan dan memakainya. Ia memasukkan ponselnya ke saku jaket dan mengambil kunci pintu. Diliriknya jam di dinding, hampir pukul 10 malam.

"Ya jelas saja tidak ada bis. Dasar bodoh!" Tian mendecakkan lidahnya.

Sesampainya di luar, ia mengunci pintu dan turun melalui lift. Dan betapa terkejutnya ia melihat dua orang, pria dan wanita yang tengah berbincang di jalan setapak di halaman depan menuju gerbang. Si perempuan memakai dress, jadi ia mengira pasti pasangan yang tengah kencan, dan dia tidak memikirkannya lagi. Hingga dia berpapasan dengan perempuan itu dan betapa terkejutnya dia adalah tetangganya sendiri sekaligus juniornya, Maya.

"Maya?"

Tian melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ia juga memakai jaket yang dilingkarkan di pinggangnya. Lalu diliriknya pria yang bersamanya. Ia bisa tahu kalau junironya itu terkejut melihatnya.

"Senior Tian?"

"Kau…" Tian tidak sempat melanjutkan kata-katanya.

"Aku masuk dulu, Senior. Sampai jumpa besok." Maya mengatakannya dengan tergesa, lalu berjalan menunduk melewatinya dan segera masuk ke dalam.

Setelah Maya masuk, Tian berjalan melewati Oska. Oska tidak meliriknya sedikitpun dan hanya berjalan lurus. Mereka berdua berpapasan. Hingga Tian menghentikannya.

"Kau…"

Oska berhenti dan menoleh. Mereka saling pandang.

"Ada perlu apa?" tanya Oska dengan sopan.

"Mungkinkah kau dan Maya…"