webnovel

Fly With Frederic

Disana, dia bernyanyi sambil memainkan gitar. Menatapku dengan sebuah lengkungan di bibirnya. Aku tidak tahu itu sebuah reflek atau apa, sampai-sampai aku tertegun dan tidak bisa mengalihkan perhatianku dari matanya juga senyumnya. Dia, Evrard. Evrard Edgar Frederic. "Let's fly with me, menyentuh langit, nama belakang lo." *** Warning!! Cerita ini murni dari pikiran saya. Mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak baku dan sulit dipahami. Cerita dari sudut pandang tokoh itu sendiri. Start : 2020.07.07

adeliasbrn22 · Teenager
Zu wenig Bewertungen
2 Chs

PROLOG

Happy Reading♡

***

Dengan segelas bubble tea yang berada di dalam genggaman juga seorang cewek di sampingku, ku langkahkan kakiku dengan sedikit paksaan di dalam salah satu Mall terbesar di Ibu Kota.

Bayangan tidur di kasurku seketika buyar ketika cewek ini tiba-tiba sudah ada di depan rumah juga rengekannya yang mengajakku ke tempat ini. Bahkan belum genap satu jam aku berada di rumah setelah pergi ke sekolah.

Dan akhirnya sore ini kuputuskan untuk menuruti keinginan cewek di sampingku yang tidak lain adalah sahabatku untuk membeli make up yang katanya sudah habis.

"Lo bisa beli lewat online, Niv."

"Gue lagi pengen ke Mall, lo juga kalo diajak sering gak mau. Dan sekarang gue maksa lo!"

Ucapnya ngotot yang hendak ku protes, tadi.

"Lo emang gak laper, Lin?" Tanyanya yang melihatku meminum bubble tea alih-alih membeli makanan. Memang kami tadi ke restoran dulu, karena Niva Alexa ini mengatakan bahwa dia lapar dan alhasil kuturuti saja kemauannya, lagi, meskipun dengan sedikit gerutuan.

"Enggak. Gue masih kenyang." Jawabku.

Saat ini, kami baru akan ke tempat kosmetik-kosmetik. Saat hendak akan menaiki eskalator, perhatianku teralih dengan kerumunan yang berada tidak jauh dari tempatku.

Why? Apakah ada diskon besar-besaran? Tanyaku dalam hati.

Mencoba untuk tidak peduli, tapi sialnya cewek di sampingku mengetahui kerumunan itu, juga.

Pelototan dan gelengan kepala kutujukan ke Niva saat dia menatapku dengan tatapan harapannya. Bukan apa, aku hanya mengantisipasi supaya cewek ini tidak mengulur waktu untuk berada di sini lebih lama lagi sedangkan aku sudah ingin bermanja-manja dengan kasurku.

"Lin, lo tau kan apa maksud gue. Ayolah.. gue mau lihat itu ada apaan." Ucapnya memohon-mohon kepadaku.

"Enggak!" Jawabku cepat. "Ayo ke atas, dan beli make up lo, abis itu pulang." Ucapku yang ingin cepat-cepat pergi.

"Lo mah gitu. Gak asik!" Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya dan bersedekap. Sungguh terlihat seperti anak yang ingin membeli sesuatu tapi tidak dibolehkan ibunya.

"Plislah Niv, ga usah childish kayak gitu."

"Bomat."

Kuhembuskan napas lelah.

"Yaud--"

Kalimatku terpotong dengan tarikan tangan yang tidak ada santai-santainya. Siapa lagi kalau bukan temanku ini. Teman yang sangat-sangat baik.

Ternyata bukan sebuah diskon besar-besaran seperti pikiranku tadi, melainkan sebuah panggung kecil, dan sekilas aku melihat ada alat musik.

"Lin, Lin, itukan Galih. Temen sekelas lo!" Ucap Niva heboh sambil menepuk-nepuk pundakku.

Sungguh anak ini!

"Yaudah sih. Biasa aja, ga usah nabok-nabok gue." Jawabku berusaha menghentikan aksinya.

Jujur, tanpa diberi tahu Niva pun aku juga tahu kalau ada Galih di situ. Tidak hanya Galih, teman-temannya pun juga ada.

"Gue berani bertaruh kalo mereka bakalan ngeband di sini." Ucap Niva menatapku sambil menaik turunkan alisnya.

Kuputar bola mata jengah sebagai balasan.

Sedetik kemudian aku mendengar suara gitar dipetik dan seketika penonton yang ada di sekitarku bersorak heboh.

"Maju yuk! Gue mau lihat siapa yang nyanyi." Ucap Niva.

Tanpa menunggu balasanku, dia sudah menarikku untuk berada di barisan depan. Aku pasrah aja ketika dia menarikku, juga meminta maaf kepada orang-orang yang tidak sengaja aku tabrak karena tarikan Niva yang tidak manusiawi.

Sesampainya di barisan depan, akhirnya aku tahu siapa yang menjadi vokal. Dan tidak bisa kutampik bahwa suaranya sangat-sangat bagus. Aku tidak berbohong, serius.

Engkau yang saat ini pilu,

Betapa menanggung beban kepedihan,

Tumpahkan sakit itu dalam tangismu,

Yang menusuk relung hati yang paling dalam ...

Disana, dia bernyanyi sambil memainkan gitar. Menatapku dengan sebuah lengkungan di bibirnya. Aku tidak tahu itu sebuah reflek atau apa, sampai-sampai aku tertegun dan tidak bisa mengalihkan perhatianku dari matanya juga senyumnya.

Dia, Evrard. Evrard Edgar Frederic