webnovel

2. Rasa ragu Zellio

Zellio dan Kanova berjalan berdampingan menuju kantin. Di perjalanan, mereka banyak disapa. Terutama oleh para gadis. Bagaikan idol group yang tengah mengadakan tour. Kanan-kiri, di penuhi oleh gadis-gadis yang matanya, enggan sekali beralih pada yang lain.

Hanya karena memasukkan bola tiga kali, status mereka berubah drastis. Sebenernya mereka anak seni. Beberapa kali mengikuti lomba band, dan vokal. Namun, belum pernah juara. Karena terlalu banyak saingan dengan kemampuan yang sangat mumpuni. Alhasil, daripada mereka menjadi beban sekolah. Lebih baik mencari cara lain untuk bisa membanggakan sekolah; masuk club basket dan menjadi pengaruh besar didalamnya.

Memasuki wilayah kantin, Zellio menyenggol lengan Kanova seraya melirik dua perempuan yang duduk di bangku kantin sebelah kiri.

"Kenapa?" tanya Kanova malas.

"Engga apa-apa sih. Cuma mau nyenggol doang," balasnya.

Kanova memutar bola mata malas seraya mendengus kesal. Ia lalu menatap dua perempuan itu dari belakang. "Elah. Kalo mau sapa. Sapa aja."

"Gue insecure anjir kalo mau ngobrol sama si Evelyn. Dia anak pinter, cantik, baik, ramah, imut, gemoy. Ya Allah, Masya Allah banget dia tuh Ka." Ujar Zellio dengan raut yang penuh drama itu.

"Lo lama-lama gue dribble juga Yo." Balas Kanova kesal.

Sebenarnya, Zellio sudah mengincar Evelyn sejak MOS. Saat itu, Zellio, Kanova, dan Aris serta Evelyn, juga beberapa murid lainnya sedang dihukum karena melanggar peraturan yang berikan senior OSIS.

Mereka di perintahkan untuk berdiri di lapangan selama satu jam. Kebetulan saat itu, Evelyn mengeluh pada seorang senior bahwa dia tidak terbiasa dijemur terlalu lama. Aris yang notabene nya sahabat Evelyn juga ikut berbicara. Tapi senior tersebut membantah dan menjadikan itu hanya alibi Evelyn saja agar ia tidak di hukum. Alhasil, di menit empat puluh lima. Evelyn terjatuh. Membuat Zellio yang berdiri disampingnya spontan meraih tubuhnya. Aris dan Kanova pun ikut bergerak. Nah, sejak saat itu, Zellio tertegun melihat wajah polos Evelyn yang membuat matanya enggan untuk mengalihkan pandangannya dari wajah Evelyn.

"Pendidikan tetap prioritas." Ujar Kanova seraya memesan dua bakso esktra pedas kepada Ibu kantin. Mereka lalu duduk di bangku pojok kantin.

Zellio berfikir, "Lo bener. Itu alesan gue ragu buat deketin dia. Dia anak yang berpendidikan. Lah gue? Masuk sekolah aja kalo lagi mood."

Ibu kantin datang dengan membawa dua bakso esktra pedas diatas nampan. Tak lupa juga es teh manis dan segelas susu putih hangat. "Bu, yang kemarin saya udah bayar belum ya Bu?" Tanya Zellio.

"Belum sayangku," balas ibu kantin seraya tersenyum menggoda.

"Wah ibu, bisa aja deh bikin saya makin suka makan disini." Balas Zellio seraya menyengir kuda.

"Ya iyalah, kan engga bayar!" Tegas Ibu kantin yang sudah berubah bendahara kelas yang memarahi anak-anak yang absen uang kas.

"Jangan karena kamu tenar sama ganteng, baik hati, ramah, sopan, lemah lembut, santun. Kamu jadi engga mau bayar baksonya ya Yo. Awas aja kalo kamu ngutang lagi. Ibu ga bakal jualan bakso lagi!" celoteh Ibu kantin.

"Ko kesannya malah muji ya," celetuk Kanova di sela-sela makannya. Sedangkan Zellio malah tersenyum paksa dan meringis karena tagihannya pada Ibu kantin yang ternyata cukup banyak.

Zellio mengambil beberapa uang dan memberikannya pada Ibu kantin. "Maaf ya Bu kalo saya ga pernah bayar. Ini Bu uangnya. Kalo uang nya lebih, kembaliannya kasih lagi ke saya ya Bu. Saya lagi engga ada duit soalnya."

Ibu kantin langsung mengambil uang yang Zellio berikan, lalu menghitung nya. "Lebah, lebih, lebah, lebih ndasmu! Ini kurang Yo!" Sentak Ibu Kantin.

"Yaudah bu, sisanya sama saya saja." Timpal Kanova seraya memberikan uang. Setelah itu, Ibu kantin tersenyum manis seraya mengedipkan salah satu matanya, lalu pergi.

Melihat kepergian Ibu kantin. Mereka berdua menghela nafas lega. "Lo kenapa sih? Bikin mood gue ambruk aja dengerin omongan dia. Udah tau mulut dia kek toa partai." Ucap Kanova kesal seraya meminum es teh manis miliknya.

"Gabut gue soalnya." Balas Zellio dengan raut tak berdosa nya itu. Ia malah lebih fokus melahap bakso didepannya dibanding amarah Kanova.

"Gini amat punya temen ya Allah." Kanova melanjutkan lagi makannya.

Sedangkan di kantin lainnya. Dua orang perempuan sedang fokus bermain ponsel. Yang satu menonton Drakor, lainnya mengerjakan tugas.

"Ran, nanti abis ini. Kita ke kantin Bu Aen yuk!" Ajak Evelyn pada Rania.

"Mau ngapain?" Tanya Rania sambil tetap fokus pada layar ponselnya.

"Kemarin kan gue pesen bakso disitu. Cuma gue lupa bayar." Rania yang mendengar itu hanya ber oh-ria saja.

"Eh, btw sekolah kita menang tau lawan E.T.B. Hebat ga tuh? So proud banget sama team work and skills nya Phoenix." Ucap Evelyn dengan senyuman khasnya itu.

Rania menaruh ponselnya, lalu meminum pop-ice vanilla latte miliknya. "Syukurlah," balasnya.

Evelyn yang melihat respon Rania langsung mengerutkan keningnya, "Lo ga seneng gitu sekolah kita menang?"

"Ya senenglah anjir. Gue cuma ga mau berekspektasi tinggi aja sama Phoenix. Takut pas lawan Outlaws malah kalah. Kan ga bagus jatuhnya." Balas Rania dengan raut serius.

Wajah Evelyn berubah datar, " Ya engga gitu juga kali responnya! Gue siram pake air ludah baru tau rasa lu."

"Emang lo berani?"

"Wah, ngajak tawuran nih anak."

"Ya engga lah anjir. Gue bercanda. Lagian kalo beneran, gue males bersihinnya. Disini ga ada pasir." Celetuk Rania. Membuat Evelyn memukul lengannya. Sedangkan Rania malah terkekeh kecil seraya meringis, mengusap lengannya sambil.

Evelyn cemberut, "Jokes lu sialan banget sumpah Ran." Ujarnya seraya memalingkan wajah ke arah lain.

Rania yang masih terkekeh, seketika diam. Ia lalu mengusap-usap bahu Evelyn seraya berkata, "Iya maaf Ev. Gue bercanda ko. Maaf yahhhh." Mohon Rania dengan wajah memelas nya pada Evelyn. Sedangkan Evelyn hanya tersenyum tipis.

Tangan Rania lalu kembali seperti semula. "Tapi katanya Aris cidera. Dia jadi ga bisa ikut tanding di babak selanjutnya." Ujar Rania.

Evelyn yang mendengar itu langsung menoleh, "Iya gue tau. Sekarang gue mau jenguk dia."

"Gue juga mau jenguk. Tapi gue engga bisa sekarang. Mungkin besok atau lusa. Engga apa-apa?"

"Gue sih bebas Ran," balasnya.

"Yaudah yuk! Ke kelas lagi. Bentar lagi masuk nih. Gue masih ada tugas rangkuman." Ajak Rania.

"Tapi gue mau bayar bakso gue dulu Ran, gimana dong?" Tukas Evelyn.

"Udah nanti aja itumah gampang. Lagian, Bu Aen ga bakal nagih ke rumah lo ini."

"Yaudah deh! Nanti aja."

Evelyn mengangguk mendengar ajakan Rania. Mereka berdua segera menghabiskan minumannya dan langsung bergerak keluar kantin. Tak lupa Evelyn membayar pesanan mereka.