webnovel

Enjoy Life In The New Era (Bahasa Indonesia)

Di awali sekelompok anak muda beranggotakan 5 orang yang secara tidak sengaja menemukan ruang misterius di dalam gua, dan mencoba memasuki ruang itu. Mereka tidak tahu, dalam proses mencoba masuk, mereka telah membangunkan seseorang yang sedang hibernasi di dalamnya, yang tidak lain adalah Shi Qiang, seorang immortal dari zaman kuno. Suasana ruangan itu yang sangat menyeramkan mengakibatkan proses bertemunya kelompok itu dengan Shi Qiang secara tak sengaja memakan 1 korban, yaitu Su Yun. Kebetulan, Shi Qiang yang merupakan orang zaman kuno membutuhkan identitas untuk hidup di zaman sekarang, dan terpaksa digunakanlah identitas Su Yun itu. Menggunakan sebuah artefak, Shi Qiang membuat pil yang dapat merubah segala macam tentang dirinya menjadi Su Yun, baik penampilan, suara, dan bahkan ingatan. Apa yang akan Shi Qiang lakukan dengan identitas barunya? Silahkan baca! ============================================================================================== *Buy me a coffee: -https://saweria.co/xiaokedun -https://trakteer.id/kedun/tip =============================================================================================== *Cover : Gambar di dalam cover bukan milikku, jika kamu merasa itu milikmu, dan ingin aku menghapusnya, silahkan PM saja atau kontak di email: xiaokedun@outlook.com

xiaokedun · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
22 Chs

Menyelamatkan Seseorang Yang Tidak Di Duga

Masih dengan kartu nama di tangan Su Yun, pemilik kartu nama itu juga bukan ayahnya Hun Wen, melainkan nama seorang wanita, yaitu Xiu Rong. Keheranan muncul di kepala Su Yun, dia diberi kartu nama seorang wanita, bukannya seorang pria, apakah itu berarti Bos Besar yang mereka maksud adalah Ibunya Hun Wen.

Mendapati pemikiran itu membuat Su Yun tertawa di dalam batin, tidak bisa untuk tidak memikirkan bahwa Ayahnya Hun Wen adalah tipe suami yang takut kepada istrinya.

"Apa yang lucu?!" Akibat tertawa di dalam batin, secara tidak sadar Su Yun memunculkan wajah tersenyum di luar, dan wajah itu menarik perhatian Bibi Hua yang kebetulan dari tadi terus memandangi wajah Su Yun.

"Tidak ada!" Su Yun menghilangkan wajah senyumnya itu, yang dilanjutkan dengan menyimpan kartu nama ke dalam saku celana.

Selama proses Su Yun menyimpan kartu nama, Bibi Hua tidak memulai sebuah pembicaraan. Baru setelah Su Yun benar menyimpan kartu nama itu, Bibi Hua melayangkan sebuah pertanyaan yang sangat mengganggunya dari tadi. "Yun-er, apa kamu yakin ingin datang ke markas mereka?! Bibi pikir, itu seharusnya hanya jebakan! Paling setelah kamu tiba di markas mereka, mereka akan mengeroyokmu!"

"Justru itu yang aku harapkan! Dengan begitu, aku punya alasan untuk memeras uang mereka sampai miskin! Selain itu, sudah lama aku tidak menggerakkan ototku, dan mereka adalah kandidat yang cocok untuk digunakan sebagai samsak tinju!" Penjelasan dari Su Yun membuat Bibi Hua tertawa. Merasa tidak ada yang lucu, Su Yun menjadi keheranan. "Perasaan, aku tidak mengatakan sesuatu yang lucu! Mengapa Bibi tertawa?!"

Butuh beberapa saat bagi Bibi Hua untuk berhenti tertawa. "Tidak ada yang lucu? Serius deh, tadi kamu bilang otot, otot apanya? Yang ada hanya lemak!" Di akhir kalimatnya, Bibi Hua menepuk perut Su Yun yang buncit sebagai tanda tidak adanya otot.

Memang sedikit lucu, membicarakan otot di saat diri sendiri adalah orang gemuk, dan Su Yun yang baru saja menyadarinya langsung merasa malu, wajahnya memerah. Yah, mau bagaimana lagi, antara gemuk atau kurus tidak ada bedanya bagi Su Yun, berat badannya terasa sama. Hal itu tentunya kadang membuat Su Yun lupa bahwa dia sekarang adalah orang gemuk.

Masih dalam malunya, melihat Bibi Hua yang tampak bahagia sendiri habis melemparkan lelucon Su Yun gemuk, Su Yun merasa harus memberi Bibi Hua balasan. Balasan seperti apa? Lihat, apa yang akan dilakukan Su Yun.

Tangan kiri Su Yun tiba-tiba memegang tangan kanan Bibi Hua yang tadi digunakan untuk menepuk perutnya. Kebetulan, tangan Bibi Hua masih ada di perutnya. Jadi, sedikit memudahkan Su Yun dalam melakukan balasan.

Tangan Bibi Hua yang sudah dipegang Su Yun, lalu Su Yun mengarahkannya ke pinggang bagian kiri, mengarah ke tonjolan yang sangat terlihat jelas di sana. Di lain sisi, Bibi Hua tidak tahu maksud Su Yun memegang tangannya, dia hanya membiarkan apa yang Su Yun suka.

Sikap Bibi Hua yang seperti itu hanya bertahan sesaat, sebelum akhirnya Bibi Hua merasa ada sesuatu yang aneh saat mendengar bisikan Su Yun di telinga kanannya.

"Bibi salah! Bukan ototnya orang-orang sixpack yang aku maksud, tapi otot 'ini'!" Sampai di kata 'ini' bertepatan dengan Su Yun telah menaruh tangan Bibi Hua ke tonjolan itu.

Kecurigaan Bibi Hua terjawab oleh tonjolan yang tampak seperti sebuah tongkat satpam di tangannya. Tidak, ukurannya lebih besar dan teksturnya tidak kaku, Bibi Hua membantah pikirannya yang menyebut bahwa tonjolan yang dipegangnya adalah tongkat satpam.

Penasaran dengan sesuatu yang dipegangnya, secara naluriah Bibi Hua ingin menurunkan pandangannya untuk melihat sesuatu itu. Sayangnya, Su Yun mencegah Bibi Hua melakukan itu dengan menaruh tangan kirinya di pipi Bibi Hua.

Tidak diperbolehkan melihat oleh Su Yun, Bibi Hua hanya bisa mengandalkan indra perabanya. Pelan-pelan tangan Bibi Hua mulai meraba-raba tonjolan itu. Mulai dari titik awal, yaitu ujung tonjolan itu yang terletak di pinggang samping, hingga menuju ke tengah bagian depan.

Celana yang dikenakan Su Yun adalah celana jogger, bahan celana yang tidak kaku dan ketat membuat Bibi Hua bisa merasakan dengan jelas bentuk tonjolan itu di saat merabanya, dan entah mengapa, tiap inci gerakan tangan Bibi Hua di tonjolan itu, Bibi Hua merasakan perasaan gatal yang menyerang vaginanya.

Perasaan yang begitu familier, mengingatkan Bibi Hua tentang masa-masa masih polos yang secara rutin disuruh memberikan Handjob oleh pacarnya. Sampai di sini, Bibi Hua memiliki sedikit kecurigaan bahwa tonjolan yang dipegangnya merupakan sebuah penis.

Kecurigaan yang dimiliki Bibi Hua terjawab ketika tangan Bibi Hua merasakan dua tonjolan kecil berbentuk bulat di bawah. Tanpa ada keinginan meraba lagi, Bibi Hua langsung menarik tangannya dengan cepat-cepat, dan di atas, kedua pipi Bibi Hua sudah memerah.

Bibi Hua bukan seorang perawan, tidak ada kata malu memegang penisnya kekasih sendiri, tanpa peduli sedang di tempat umum atau tidak. Masalahnya kali ini sedikit berbeda, perbedaan usia yang terlihat jelas di antara Su Yun dan Bibi Hua membuat Bibi Hua merasa malu sendiri. Malu dikira membodohi seorang bocah untuk memuaskan hasratnya seksualnya.

Berbeda dengan Su Yun yang tidak ada malu-malunya. Mau orang lain mengira apa tentang dirinya, Su Yun tidak peduli. Pendirian Su Yun yang seperti itu terlihat jelas, bagaimana sekarang Su Yun tidak terganggu tatapan beberapa orang yang menatap mereka berdua, malah asyik tertawa bahagia karena pembalasannya berhasil.

Tawa dari Su Yun hanya berlangsung sebentar. Dalam diri Su Yun juga tahu untuk menahan diri, tidak boleh terlalu lama menjahili Bibi Hua. Takutnya, semakin malu Bibi Hua malah yang ada membuatnya marah. Seperti yang diketahui, wanita zaman sekarang sangat aneh, emosinya gampang berubah-ubah.

"Sudah puas membuat Bibi malu?!" Sekalinya Su Yun berhenti tertawa, Bibi Hua mulai berbicara.

"Untuk apa Bibi malu?! Bibi sudah berusia kepala empat, masa masih malu memegang penis?!" Su Yun asal ceplos saja, tidak tahu alasan yang mendasari rasa malu yang dimiliki Bibi Hua.

Sementara itu, Bibi Hua tidak ingin menjelaskan alasannya, karena itu bisa membuatnya semakin malu, malu bila ada orang yang mendengarnya. Terlebih, selama proses menjelaskannya, pasti akan membuat mereka semakin lama berada di dalam Bus, dan Bibi Hua tidak ingin hal itu, Bibi Hua ingin cepat-cepat turun dari Bus, menghilang dari tatapan beberapa orang yang memandang mereka.

"Ini bukan masalah penis! Pokoknya, lebih baik kita turun terlebih dulu!" Menyelesaikan kalimatnya, Bibi Hua keluar dari pelukan Su Yun, dan kembali ke kursi yang mereka duduki tadi untuk memeriksa barang bawaan.

Su Yun yang ditinggalkan sendirian hanya bisa memandang Bibi Hua yang berjalan pergi, sebelum akhirnya mengangkat bahu dan mengalihkan pandangannya dari Bibi Hua ke gadis yang masih tergeletak di lantai dalam keadaan bertelanjang bulat.

Gadis itu adalah gadis yang tadi disetubuhi oleh Hun Wen. Rombongan Hun Wen meninggalkannya saja di sana, tanpa ada keinginan membawanya. Cukup menyedihkan nasib gadis itu, tidak ada di antara para penumpang bus ini yang gerak cepat menolongnya, meski sudah tidak ada lagi rombongan Hun Wen.

Hal ini memantik rasa penasaran Su Yun. Apakah ini dikarenakan rasa simpati masyarakat di zaman ini sangat rendah, sampai-sampai tidak ingin menolong gadis itu. Atau, dikarenakan masyarakat di zaman ini sangat pengecut, tidak ingin berurusan dengan Geng yang disebutkan Hun Wen hingga tega membiarkan gadis itu.

Yah, apapun itu, bila harus berkata jujur, sebenarnya Su Yun juga tidak peduli dengan gadis itu. Itulah mengapa setelah rombongan Hun Wen pergi, bukannya langsung menolong gadis itu, Su Yun malah bercanda dengan Bibi Hua.

Namun sekarang, dengan tidak adanya Bibi Hua, otomatis tidak ada yang dilakukan Su Yun selain berdiri dengan bodohnya. Daripada tidak ada kerjaan, Su Yun melangkahkan kakinya menuju gadis itu, berpikir untuk menyibukkan diri dengan gadis itu. Sekaligus, ingin memuaskan rasa penasarannya, apakah gadis itu seorang PSK yang disewa Hun Wen atau Hun Wen menculik gadis itu lalu diperkosa di sini.

Tiba di dekat gadis itu, dan wajah gadis itu masuk ke pandangan Su Yun, perasaan familier menghampiri Su Yun. Pernah melihat gadis itu, tapi entah di mana, Su Yun lupa. Diam beberapa saat, akhirnya Su Yun berhasil mengingat siapa gadis itu. Bila ingatannya benar, seharusnya gadis itu bernama Lei Na.

Minggu depan tidak ada update, karena saya harus update novel yang satunya (My Journey with Mom)

xiaokeduncreators' thoughts