webnovel

Elbara : Melts The Coldest Heart

"Gray describes my life before you come." Elbara Geofano Adalard Satu-satunya penguasa sekolah yang memiliki sifat dingin dan tidak tersentuh, kecuali pada Alvira, adik kesayangannya. Hari-harinya biasa saja, ditemani oleh kedua sahabatnya yang sangat konyol. Untuk menghadirkan senyum saja ia tidak minat, tapi banyak sekali cewek yang mengincar hatinya termasuk Priska Andini Adibanyu. Sampai seorang cewek yang lugu dan memiliki rasa penasaran yang tinggi mulai masuk ke dalam kehidupannya. Satu-satunya cewek yang berhasil membuka akses untuk masuk kedalam kehidupannya lebih jauh. Entah apa yang spesial dari cewek itu, sampai sekarang ia tidak tau apa yang menjadi alasan dirinya berprilaku berbeda hanya pada cewek itu. Namanya Venusa Angelica.

zakiasyafira · sci-fi
Zu wenig Bewertungen
364 Chs

Memilih Kabur dari Sekolah

"Nama gue Fabian, panggil aja Bian. Eh tapi panggil sayang juga boleh. Dan lo berarti ada utang sama gue, nanti pulang sekolah gue yang antar pulang. Gue gak terima penolakan ya."

Nusa menaikkan sebelah alisnya, merasa heran dengan apa yang di ucapkan oleh cowok yang berada di hadapannya saat ini. "Utang? perasaan kita baru ketemu sekarang deh. Masa iya aku punya utang sama kamu?" tanyanya sambil mengerjapkan kedua bola matanya sebanyak tiga kali.

Bian terkekeh mendengar ucapan Nusa. Astaga bagaimana bisa cewek seperti ini masuk ke dalam hidupnya El? bukannya Nusa lebih pantas jika bersama dirinya? eh apa yang terjadi dengan pikirannya saat ini?

"Ini, utang karena gue udah bantuin lo. Coba aja gak ada gue, baju dalaman lo udah kelihatan kemana-mana."

"Berarti gak ikhlas dong bantunya? males ah." ucap Nusa sambil menekuk senyumnya, merasa tak terima. Belum lagi jika dirinya harus memberikan alasan untuk Kak Rehan, pasti nanti saat di rumah terjadi kegiatan interogasi.

Bian mengangkat bahunya, lalu berjalan untuk mengambil tas bewarna hitam yang terlihat penuh itu. "Kok berat banget sih tas lo?" tanyanya sambil menaruh tas milik Nusa di tangan kanannya, hanya disampirkan padahal bobot benda itu cukup berat. Jadi, kini ada dua tas yang ia bawa, miliknya dan milik Nusa.

"Aku habis ambil buku di perpustakaan, jadi berat deh." jawab Nusa dengan kejujuran.

"Yaudah lo masuk toilet dulu gih, ganti seragamnya pakai jaket gue biar gak dingin. Gue tunggu di luar, oh ya tunggu gue kayaknya punya celana training deh. Gak enak juga kan pakai rok yang basah kuyup gitu."

Bian terlebih dulu mengambil celana yang di maksud pada tasnya, lalu menjulurkan ke hadapan Nusa. "Nih lo pakai ya, masih bersih kok belum gue sentuh tadi du bawain Nyokap buat jaga-jaga en bener aja ada kejadian lo."

Nusa menganggukkan kepala, lalu meraih celana training tersebut. "Oke terimakasih ya Bian, aku mau ganti dulu semuanya. Terimakasih,"

"Oh ya Nusa, sepatu lo basah gak? kalau basah bisa pakai sepatu gue nih,"

"Enggak gak perlu, gak basah kok. Ini aja udah terimakasih banget sama kamu, tunggu ya."

Melihat Nusa yang melesat dan hilang di balik pintu toilet, Bian pun melangkahkan kakinya keluar dari sana. Ia bersandar di tembok dengan kedua tangan yang sudah di masukkan ke dalam saku celananya. Ia sedikit bersenandung kecil sambil melihat beberapa murid yang berlalu lalang, padahal seharusnya ini sudah pergantian jadwal pelajaran jam ke tiga tapi masih banyak murid yang berkeliaran, termasuk dirinya.

Beberapa menit kemudian ...

"Maaf lama ya, aku sedikit bimbang memakai pakaian kamu."

Bian menoleh lalu mendapati tubuh mungil Nusa yang kini sudah memakai jaket yang terlihat kebesaran di tubuh cewek itu, bahkan celananya pun terlihat longgar. "Gak masalah, pakai baju gue lebih baik daripada lekuk tubuh lo kelihatan. Siniin baju lo yang basah," ucapnya.

Nusa memberikan baju nya yang sudah tidak berbentuk itu karena ia peras supaya tidak banyak air yang menetes, menjadikan bajunya banyak sekali lipatan tidak beraturan. "Nih." ucapnya.

Setelah berhasil memasukkan baju Nusa ke dalam tas kosong miliknya, ia langsung saja menegakkan dirinya. "Ayo gue anterin ke kelas." ucapnya sambil menggenggam tangan Nusa, jemari tangan cewek itu terasa dingin sekali. Walaupun memang ini sebuah kebetulan ia melihat Priska keluar dari toilet bersama kedua dayang-nya yang pasti mereka habis membully seseorang, tak ayal juga ia merasa kasihan pada Nusa.

Nusa mengikuti langkah besar milik Bian. Ia terus menerus menundukkan kepalanya, tidak ingin melihat wajah siapapun yang kini sedang membicarakan dirinya secara terang-terangan. Apalagi kini penampilan seperti seseorang yang salah masuk sekolah, memangnya orang macam apa yang bersekolah mengenakkan hoodie dan celana training? ya kecuali ada pengecualian sih.

"Jangan di dengerin, mereka cuma orang yang gak punya otak, bisanya cuma ngurusin hidup orang. Padahal hidupnya sendiri aja belum tentu udah bener, biasa orang sirik mah susah, Nusa."

Nusa tersenyum kecil mendengar ucapan Bian. Ternyata ia salah, masih ada orang baik di sekolah ini yang sama sekali tidak memandang dirinya sebelah mata. Jika alasan mereka semua menjelekkannya hanya karena El, bukan berarti ia harus menjauhi cowok itu kan? Ini hidup dia, apapun yang terjadi ya semua karena pilihan yang ia tentukan, bukan karena pilihan orang lain.

Keadaan kelas Nusa ternyata gaduh, terlebih lagi guru mata pelajaran tidak masuk karena sakit, jadilah seperti 'frre class'. Bian menghela napasnya, kelas itu adalah tempat yang paling ia benci karena di sana ada El yang dengan wajah datarnya seperti ingin menghabisi dirinya.

"Misi ya semua." ucap Bian membuat semua perhatian mata tertuju padanya dan juga Nusa. Mereka yang tadinya berisik, ada yang bermain tangkap bola plastik, dan bergosip dengan gelak tawa yang menggelegar sudah sirna begitu saja. Mereka semua menatap bingung, apa akan ada hot news lagi kali ini?

Bian menghentikan langkahnya tepat di depan kelas, lalu menatap Priska dengan tajam. Cewek itu dengan tidak ada rasa bersalahnya menatap ke arah Nusa dengan pandangan senangnya, ia adalah iblis yang berjalan di antara murid-murid yang berperan untuk bersikap seenaknya.

"Priska, sini lo."

Baiklah, memangnya siapa yang tidak tau dengan sosok Fabian? Mantan kekasih dari seorang primadona di sekolah ini yang notabenenya adalah adik dari El dan juga cucu kesayangan sang pemilik SMA Adalard ini. Sosok cowok badboy yang diam-diam banyak penggemarnya juga. Bagi mereka yang bersekolah disini, perpaduan El dan juga Bian tidak dapat di lewatkan begitu saja. Bedanya El dingin, dan Bian terkesan sangat mengintimidasi.

Priska menaikkan sebelah alisnya, merasa tidak ada urusan dengan seseorang yang memanggil dirinya. "Emang kita punya urusan ya, Bian?" tanyanya dengan sedikit mendengus kecil.

Bian menoleh ke arah Nusa, terlihat cewek itu yang diam saja dengan semakin menundukkan kepalanya. Sedangkan yang lainnya? menunggu kelanjutan yang mungkin saja berita ini belum tersebar jelas sampai ke kelas ini, baiklah ia yang akan menjelaskannya.

"Lo emang gak punya masalah sama gue, Ka. Tapi lo punya masalah sama Nusa, cewek aneh. Cepet minta maaf, atau gue yang bikin lo sujud maaf ke Nusa?"

Semua orang yang berada di kelas ini diam saja. Tidak ada yang berani membuka suara. Bahkan Mario dan Reza yang biasanya bertingkah seperti kapal pecah pun tengah menyimak kejadian yang tersuguh di depan mata, kata mereka berdua sih seperti sedang menonton sinetron.

"Gak, dia yang salah. Gue gak pernah mau minta maaf sama cewek yang modelnya kayak dia." Sanggah Priska sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Kalau gitu, lo gue kick dari Venthuno."

Priska membelalakkan matanya. "Enak aja lo! jangan bersikap seenaknya dong mentang-mentang lo admin kepercayaan."

Bian menaikkan senyum miringnya. "Kan gue ketuanya, mau apa lo? bukan admin lagi kayak apa yang lo bilang."

"Ck." Priska berdecak. Lalu menatap El dengan tatapan memohon. "El, bantuan aku El. Tuh si cewek kecentilan itu buat Bian mau keluarin aku dari Venthuno."

El memutar bola matanya. "Gak, urus aja sendiri."

Nusa yang sedari tadi hanya diam pun langsung saja mendongakkan kepalanya. Dan saat itu juga, kedua manik matanya langsung beradu dengan milik El. Ia tersenyum tipis, lalu memutuskan untuk menoleh ke arah Bian. Ia melepaskan genggaman cowok itu, lalu sedikit berjinjit karena ini mengatakan sesuatu tepat di telinga cowok itu. "Bian, kayaknya Nusa hari ini ada urusan mendadak deh. Nusa mau izin pulang dulu ya, dadah." bisiknya sambil tersenyum manis. Tanpa mendengarkan ucapan Bian selanjutnya ia berlari meninggalkan kelas dengan langkah yang sangat cepat.

Bian berjalan ke arah Priska lalu menatap cewek itu dengan sinis. "Lain kali jangan semaunya, Ka. Masih banyak orang yang punya derajat lebih tinggi daripada lo tapi bisa bersikap dewasa, lo gak pantes bersikap begitu sama sesama cewek." ucapnya sambil mendorong pundak Priska dengan kasar.

El yang melihat hal itu langsung berdiri dari duduknya. "Gak usah kasar sama cewek." ucapnya yang menghadang Bian supaya tak bertindak lebih jauh kepada Priska.

Bian berdecih, merasa kalau El sangat sok jadi pahlawan. "Tau apa lo tentang Nusa yang disiram satu ember penuh air dingin ke badannya sama nih cewek? tau apa lo?! lain kali gak usah jadi cowok yang sok tau segalanya, lo ketinggalan banyak dari gue jadi jangan ngerasa paling berada di atas." ucapnya dengan nada tajam.

Dengan rasa kesal yang sudah melanda hati, akhirnya Bian berjalan pergi meninggalkan ruang kelas ini. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Berusaha mencari jejak Nusa walau ia tau hal itu pasti mustahil.

"Gara-gara nenek lampir nih anak orang jadi sasaran, malah murid baru kasihan banget."

Ia mengacak rambutnya kesal. Sambil menatap tas dengan gantungan benda-benda galaksi yang menjadi daya tariknya saat ini, tas itu milik Nusa yang masih tersampir jelas di bahunya.

Sedangkan Nusa, kini cewek itu sudah berhasil keluar dari sekolah. Tidak izin kepada siapapun, ya dia bolos atau kabur dari sekolah. Anggap saja dia cewek yang lemah, tapi memangnya siapa yang ingin berada di posisinya seperti ini?

Dengan langkah gontai, dan air mata yang sudah mengering di pipinya, ia memeluk tubuhnya sendiri merasakan udara pagi yang menerpa. Tanpa ia sadari, tas kesayangannya masih berada pada Bian. Ah kenapa dirinya selalu merepotkan banyak orang?

Dengan perasaan bodo amat, ia segera membuka ponselnya, memesan ojek online untuk membawanya ke rumah. Ia bahkan tidak peduli jika nanti Rehan memarahi dirinya karena melakukan tindakan bodoh seperti ini.

Setidaknya, ia ingin beristirahat satu hari saja.

Lagipula, dengan begini kesialannya akan terhenti, bukan? Ya mudah-mudahan seperti apa yang ia harapkan.

Tidur terlarut malam.

Mengantuk.

Berangkat bersama El.

Dan di Bully Priska dan para antek-antek yang sama kejamnya.

Baiklah sepertinya sudah cukup untuk hari ini.

...

Next chapter