webnovel

Flashback kematian sang adik

Carlos bangun kesiangan dia turun menuju ke ruang makan, disana sudah tersedia makanan. Carlos menarik kursi dan duduk, dia mengambil makanan lalu mencicipinya.

"Hm … sudah lama aku tidak makan makanan ini." gumam Carlos. Dia terlihat santai menikmati masakan ibunya.

Selesai makan dia mengambil air minum kemudian dia kembali ke kamarnya. Carlos menaiki tangga lalu matanya tertuju keruangan tempat dia dan adiknya bermain.

Dia pergi menuju ruangan itu. Carlos melihat foto-foto adiknya terpajang disana, hatinya kembali sedih. Dia memandang satu persatu foto adiknya, tanpa sadar air matanya menetes di pipi kembali Carlos teringat kejadian yang menimpa adiknya.

FLASHBACK

Malam itu adiknya berpamitan ingin ikut teman temannya ke club, tapi Carlos tidak mengijinkannya, karena ada beberapa lawan bisnis orang tua lagi mengincar keluarga mereka. Tapi sang adik bersih keras ingin pergi dengan kawan kuliahnya.

"Ayolah, Carlos. Aku ingin pergi bersama mereka, kali ini saja," pinta Dario adiknya. "Aku bukan anak kecil lagi," ujar Dario sambil memohon kepada Carlos.

"Bukan begitu, kamu tahu'kan banyak lawan bisnis daddy, sementara mom juga dad tidak disini mereka lagi di luar negeri. Cobalah mengerti." Carlos mencoba memberi perngertian kepada Dario.

"Oh come on, Carlos. Tidak akan terjadi apa-apa, kamu tenang saja," desak Dario seraya mondar-mandir di kamar Carlos.

"Terserah kamu saja, Dario. Kamu terlalu memaksa." Akhirnya Carlos mengalah, keras kepala Dario membuat Carlos tidak bisa menahannya.

"Kamu tenang saja, ok!" Dario sangat senang dia memeluk Carlos. "Aku pergi sekarang, aku janji akan segera pulang." Carlos hanya diam dan menatap Dario yang berjalan meninggalkan kamarnya.

Begitu Dario pergi, Carlos langsung menelepon anak buah orang tuanya, dia meminta mereka untuk mengikuti Dario. Malam itu Carlos sangat gelisah.

Carlos menelpon orang tuanya dan memberitahukan kalau Dario pergi bersama teman-temannya di club tapi mereka hanya menjawab.

'Tenang saja, Carlos. Adikmu sudah besar percayalah kepadanya.' Akhirnya Carlos hanya menurut saja. Carlos masuk ke dalam kamar lalu berbaring,

Carlos masih khawatir terhadap adiknya, dia tidak ingin terjadi sesuatu kepada Dario. Carlos terlalu sayang padanya. Carlos mencoba tidur tapi tidak bisa sebelum melihat adiknya pulang.

Carlos menelepon anak buah yang dia suruh untuk mengikuti adiknya lalu mereka memberi info kalau Dario tidak di club yang di beri tahu Carlos itu.

Carlos menjadi khawatir dia keluar kamar lalu menuju ruang kerja Federico. Dia membuka lemari, di sana ada senjata berbentuk pistol. Carlos mengambilnya lalu menyelipkan di pinggang.

Pria itu memanggil sala satu pengawal Federico untuk ikut dengannya kemudian dia menghubungi anak buah yang disuruh untuk mengikuti adiknya.

"Hei, Rick. Kamu suda dapat informasi?" tanya Carlos, wajahnya terlihat sangat cemas.

"Belum, Carlos. Aku bertanya kepada petugas club, kata mereka Dario tidak datang di sini," jawab Rick dari ujung telepon. Carlos semakin cemas, dia terlihat tidak tenang di dalam mobil.

"Baiklah, Rick. Tolong cari dia disemua club" perinta Carlos lalu menutup teleponnya.

"Dasar anak bodoh. Kamu kemana Dario? Ah, kamu membuat ku khawatir." Carlos mencoba menghubungi ponsel Dario tapi sayang tidak aktif.

"Marco, kita pergi kerumah temannya di W Carson st. kita cari informasi di sana," perinta Carlos. Dia tahu salah satu tempat tingga teman Dario karena pernah menjemput adiknya di sana.

"Baik, Carlos." Marco langsung mengarahkan mobil ke sana. Mereka tiba, Carlos langsung mengetuk pintu.

Kebetulan temannya yang Carlos cari berada di rumah. Dia yang membukakan pintu. Carlos langsung bertanya padanya, kemudian dia memberikan informasi dimana mereka biasa berkumpul.

Carlos dan Marco langsung menuju ke sana, tapi sampai di tempat itu tetap nihil, Dario tidak ada. Perasaan khawatir meliputi Carlos, dia terlihat gelisah di dalam mobil.

"Dario kamu dimana." tanya Carlos dalam hati.

Carlos memutuskan untuk berkeliling Kota. Semua anak buah masih mencari Dario, mata Carlos sudah mulai berat. Hari sudah hampir pagi akhirnya dia memutuskan kembali kerumah.

"Mungkin saja dia sudah pulang," gumam Carlos dalam hati.

Tiba di rumah Carlos langsung menuju ke kamar Dario, tapi dia tidak ada. Carlos memeriksa semua ruangan tapi dia tidak menemukan adiknya. Carlos masuk kekamarnya lalu berbaring, dan akhirmya dia tertidur.

Carlos terbangun saat Marco mengetuk pintu kamarnya.

"Carlos," panggil Marco sambil mengetuk pintu.

Carlos cepat-cepat membuka pintu, dia melihat wajah Marco tidak seperti biasa. Carlos mengerutkan dahi, ada perasaan cemas dalam dirinya apalagi Marco mengetuk pintu dengan keras.

"Bagaimana, Marco? Kamu sudah dapat kabar Dario?" Marco hanya menggelengkan kepala.

"Maaf, Carlos. Di bawah ada Polisi." Jantung Carlos langsung berdebar, dia berpikir pasti sudah terjadi sesuatu kepada Dario.

"Polisi?" Carlos terkejut, dia berlari turun kebawa. "Bikin ulah apa lagi si Dario?" gerutu Carlos.

Tiba di lantai satu, Carlos melihat ada beberapa polisi sedang menunggunya. Dengan perasaan was-was Carlos menghampiri mereka.

"Selamat siang, saya opsir Swan," ucap opsir sambil bersalaman. "Anda keluarga dari Dario gomez?" tanya opsir Swan.

"Iya benar, saya kakaknya. Apakah Dario membuat masalah?" tanya Carlos dengan penuh kekhawatiran. Kalau hanya membuat masalah Carlos tidak akan khawatir tapi kalau kabar menyakitkan dia tidak akan sanggup.

"Begini …." Sambil menarik nafas panjang dia menatap Carlos. Opsir terasa berat untuk menjelaskan.

Melihat opsir Swan seperti itu, wajah Carlos berubah menjadi tegang. Pikirnya ini pasti kabar buruk. "Katakan, opsir. Apa yang terjadi dengan adikku?" desak Carlos. Dia terlihat tidak tenang.

"Um … kami baru saja menemukan adik anda di dekat danau Walteria. Saat ditemukan dia sudah tidak bernyawa lagi."

Bagaikan petir di siang hari, Carlos terkejut mendengar kabar dari opsir kalau adiknya meninggal.

"Apa?" Carlos terkejut, perasaan kacau meliputinya. "Lalu dimana adikku sekarang?" tanya Carlos, dia masih belum percaya kalau yang mereka temukan itu adiknya.

"Itu pasti bukan adiku, aku ingin melihatnya." Carlos tidak percaya sebelum melihat jasad itu, dia berharap yang mereka temukan bukan Dario.

"Baik ikutlah kami," ajak opsir Swan.

"Baiklah." sebelum pergi Carlos berbisik pada Marco. "Hubungi semua anak buah, suruh semua kumpul di rumah," perintah Carlos. Kalau benar itu Dario, dia ingin anak buah orang tuanya mencari siapa yang membunuh adiknya.

"Baik, Carlos," sahut Marco dan menghubungi rekan-rekannya.

Carlos memanggil Rick untuk ikut bersamanya ke kantor polisi, dia tidak ingin pergi sendiri. Bukan takut tapi menjaga kalau dia tidak sanggup melihat adiknya.

"Rick, kamu ikut denganku. Ambil mobilnya!" perinta Carlos.

Rick mengambil mobil sedangkan Carlos menelepon Mike, tapi ponsel Mike tidak aktif. Carlos dan Rick mengikuti opsir Swan, mereka tiba di ruangan Forensik.

Carlos melihat ada tim Forensik sedang mengamati jasad di depannya. Mereka menyuruh Carlos masuk lalu menunjukan kepada pria itu tubuh Dario yang sudah terbujur kaku dengan luka tembakan.

"Apa benar ini adik Anda?" tanya Opsir seraya berdiri di samping jasad.

Serasa tak percaya dengan apa yang dia lihat, itu benar-benar Dario. Carlos tidak bisa berkata apa-apa lagi hanya menganggukan kepala. Dia menangis memeluk jasad adiknya.

Carlos memegang wajah Dario, seakan tak percaya dengan apa yang menimpa adiknya. Carlos keluar ke parkiran lalu masuk kedalam mobil, dia berteriak dan menangis.

"Siapa yang berani membunuh adiku, aku akan menghabisi kalian," teriak Carlos sambil menangis.

Carlos kembali keluar dari mobil dan masuk ke ruang forensik, dia bertemu dengan opsir Swan lalu meminta jasad adiknya untuk di bawah pulang. Tapi mereka belum mengijinkannya karena masih dalam pemeriksaan.

Carlos mengambil ponselnya lalu menelepon Mike lagi, kali ini gawai Mike aktif.

"Come on Mike jawab teleponku," ujar Carlos dengan kesal. Akhirnya terdengar suara Mike.

"Hi, Carlos ada apa?" Tanya Mike dari seberang telepon

"Mike … Mike …" Suara Carlos terbata-bata, dia tidak bisa bicara. Carlos menangis sehingga membuat Mike bingung.

"Hey, Carlos ada apa? Kenapa kamu menangis? Cepat katakan, apa yang terjadi?" Terdengar suara Mike begitu khawatir mendengar Carlos menangis.

Ini pertama kalinya Mike mendengar Carlos menangis, dia berpikir pasti sudah terjadi sesuatu di sana. Mike terus mendesak Carlos untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dario … Dario, Mike." Carlos masih belum bisa berkata, dia hanya menangis.

"Carlos, tenangkan dirimu. Ada apa dengan Dario katakan padaku," desak Mike. Dia menjadi penasaran karena Carlos tidak bisa bicara.

"Mike, Dario di bunuh," info Carlos sambil pecah tangisnya. Carlos menceritakan semua kepada Mike.

"Apa? Dario dibunuh?" Mike terkejut suaranya memecah di telepon.

"Iya, Mike," jawab Carlos sambil terus menangis.

"Kamu dimana sekarang, Carlos?" tanya Mike penuh kekhawatiran.

"Aku berada di Forensik," jawab Carlos. Wajahnya terlihat sangat sedih. Adik satu-satunya telah tiada.

"Tunggu, aku segera kesana." Carlos menutup telepon, dia tidak berani mengabarkan kematian Dario kepada orang tuanya karena mereka pasti akan terpukul.

Carlos berdiri di depan kantor forensik menunggu Mike, tidak berselang lama terlihat seorang pria berlari-lari menghampiri Carlos. Mike langsung memeluk Carlos dan ikut menangis.

"Carlos, kamu dan Dario sudah ku anggap adikku. Siapa yang menyentuh kalian akanku habisi," bisik Mike di telinga Carlos sambil memeluknya dengan erat.

"Tidak, Mike. Dario itu adikku dan aku yang akan menghabisi mereka," tekan Carlos dengan wajah marah.

"Tidak, aku tidak mau terjadi sesuatu padamu," sela Mike. Cukup Dario yang pergi, Mike tidak ingin apa yang menimpa Dario terjadi kepada Carlos.

"Aku yang akan menghabisi mereka, Mike." sergah Carlos menahan emosinya, sambil menarik lengan Mike.

"Baiklah, aku ingin melihat Dario," pinta Mike lalu Carlos mengajak Mike masuk ke dalam dan menujukkan jasad Dario.

Wajah Mike penuh dengan amarah, air matanya menetes saat melihat jasad Dario yang sudah kaku. Raut wajahnya berubah, dia tidak tahan dan langsung keluar. Carlos mengikuti Mike dari belakang.

"Mike, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mengabari orang tuaku," ujar Carlos. Dia takut kedua orang tuanya shock mendengar kabar Dario.

"Ehm ... nanti aku yang akan mengabari mereka, kita pulang sekarang," ajak Mike. Wajahnya terlihat sangat sedih, karena dia juga sangat menyayangi Dario.

Anak itulah yang melihat Mike berdiri di depan kaca restoran saat dia masih kecil, Dario juga yang selalu mengajak Mike bermain bersama. Mike teringat saat dia masih kecil dan tidak punya siapa-siapa.

"Kita pulang, Rick," ajak Carlos seraya memakai sabuk pengaman.

Sementara di mobil lain, Mike menelpon anak buanya. Dia ingin mencari siapa yang sudah membunuh Dario, dia ingin menghabisi mereka.

"Kumpulkan semua anak buah sekarang!" perintah Mike dengan tegas. 'Ada yang ingin bermain main,' gumam Mike dalam hati.

Di tempat lain, terlihat Carlos tiba di rumah. Dia mengumpulkan semua pekerja dan memberitahu mereka kalau Dario meninggal. Mendengar informasi dari Carlos, semua terkejut dan menangis.

Mereka tidak menyangka Dario pergi secara tragis, di mata mereka Dario adalah anak yang baik. Dia tidak sombong dan memperlakukan para pekerja seperti keluarganya sendiri.

"Bagaimana anak buah sudah berkumpul semua?" tanya Carlos kepada Marco, sebelum ke kantor polisi Carlos sudah berpesan kepada anak buah itu.

"Sudah, Carlos. Mereka sedang menunggu Anda di halaman belakang," jawab Marco dengan wajah sedih karena kepergian Dario.

"Baik, ayo kita kesana." Carlos dan Marco berjalan menuju halaman belakang, di sana semua anak buah sudah berkumpul, wajah mereka semua terlihat sedih. Carlos mulai berbicara dengan tenang.

"Kalian semua sudah mengetahui apa yang menimpa adiku, aku ingin kalian mencari siapa pelakunya, jangan sampai polisi atau Mike yang menemukan mereka." perinta Carlos dengan tegas. Carlos tahu Mike pasti mengerahkan anak buanya untuk mencari pembunuh adiknya.

"Aku yang akan menghabisi mereka dengan tanganku sendiri," ujar Carlos dengan geram, mereka semua mengerti dan mengikuti perintah Carlos.