webnovel

Cold Boy Paskibra

Zach berjalan tegap, pandangan matalurus kedepan tanpa menggubris teriakan-teriakan histeris para kaum hawa yang ia temui disetiap jalan koridor. Dia muak dengan itu semua, setiap kali ia berjalan pasti diantara gadis itu selalu saja meneriak-neriakan namanya dia benci sunggu benci jika selalu ada terus wanita yang mendekatinya. Karna popularitas dan kekayaan yang ia miliki saat ini. Ia terus saja berjalan sampai ketika ia mendengar suara meja jatuh yang begitu keras seperti sengaja dijatuhkan dari salah satu lkelas yanang berada dikoridor itu. Zach mendekat kekelas dimana ada suara barusan dan melihat apa yang terjadi disana, sebuah pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala tak percaya. Namun ekspresi datar masih terlihat jelas diwajah tampanya. “ini akibat Lo udah ngelawan gue tadi”terdengar suara wanita yang begitu kejam sambil menuangkan air kotor ketubuh wanita lainnya yang tengah terduduk dilantai. “gu, gue salah apa sama Lo” gadis itu mencoba memberanikan dirinya untuk berucap Plakkk Suara tamparan keras terdengar begitu nyarinya, tetapi bukan mengenai wajah gadis yang terduduk itu melainkan mengenai sebuah punggu kekar yang memeluk gadis itu, Zach berjongkok didepan gadis dilantai itu menghalau tamparan yang menyakitkan menggunakan punggungnya.

Elfcho88 · Teenager
Zu wenig Bewertungen
53 Chs

Episode 3

Kejadian yang menimpa Luna hari ini sungguh tidak bisa dibayangkan, begitu tidak bisa di percaya dirinya. Dia sungguh tidak menduga mantan teman sekaligus sahabatnya ketika SMP dulu bisa berbuat sedemikian kejamnya, sebenarnya apa yang terjadi pada Tiara sehingga begitu tega pada dirinya. Jika menyangkut masalah soal ia membela Chika itu bukanlah masalah yang demikian serius, dilihat dari perilakunya tadi seakan ia memiliki kesalahan yang fatal sehingga membuat Tiara benar benar begitu marah. Tapi, apa kesalahannya, Luna benar tidak tau apa kesalahan yang telah ia perbuat.

Setelah kejadian tadi di kelas Luna memutuskan untuk keluar terlebih dahulu meninggalkan Zach dan Tiara didalam kelas. Karena ia benar – benar muak dengan sikap Tiara tadi bukan muak saja sebenarnya melainkan rasa syok ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk pergi ke toilet mencuci muka menenangkan pikiran. Selesai mencuci muka Luna berjalan keluar toilet kembali mendekat kearah kelasnya XI IPA 2. Dia tidak berniat masuk kedalam, ia akan berada di luar saja di belokan koridor kelasnya menunggu Zach, berniat untuk mengucapkan terima kasih karena telah menolong dirinya.

"Zach,.." panggil Luna saat Zach sudah mulai berjalan menjauh meninggalkannya didepan kelas. Zach hanya berhenti tanpa menghadap kearah Luna yang memanggilnya.

Saat Zach sudah berhenti bukannya segera bicara Luna pun juga hanya diam, sebenarnya ia ragu untuk berbicara pada Zach. Tapi, rasanya tidak sopan jika dia tidak mengucapkan terima kasih. Orang tuanya selalu mengajarkan pada dirinya untuk selalu mengucapkan terima kasih pada siapapun yang telah menolong atau berjasa padanya. Suatu kata yang terasa ringan dan terdengar sederhana. Mudah, namun seringkali terasa berat ketika harus mengucapkannya. Padahal ada makna tersendiri didalam ucapan terima kasih.

Luna belum juga bicara, Zach hanya meliriknya sekilas dan hendak melangkahkan kaki lagi. Menurutnya memang tidak ada yang akan Luna bicarakan padanya terlihat dari gerak-geriknya yang tidak ada keinginan.

"Makasih, Lo udah nolongin gue dari tamparan setannya Tiara" menolak keengganan tuk mengungkapkan rasa terimakasih akhirnya terlontar juga dari mulut Luna. Zach yang tadinya sudah mulai berjalan pergi kembali menghentikan langkahnya. Masih sama seperti tadi ia tidak menoleh kebelakang atau melihat Luna.

Setelah berhenti sebentar saat mendengar ucapan tadi kini ia kembali melangkahkan kakinya pergi menjauh dibelokkan koridor.

Luna sungguh tidak mengerti dengan cowok dingin itu, makanya ia begitu enggan untuk berkata – kata dengan manusia es barusan. Manusia Es memanglah julukan yang ia berikan untuk Zach. Karena begitu dinginnya sifat laki – laki itu, serta wajahnya yang tak berekspresi terhadap siapapun itu lawan bicaranya. Bahkan ia belum pernah melihat Zach tersenyum atau bercanda ria dengan teman – temannya.

*****

Luna sekarang sudah berada di rumahnya tepatnya didalam kamar miliknya yang bernuansa biru laut. Biru laut menjadi warna kesukaannya, baginya warna laut akan membuatnya lebih luas dalam berfikir seperti luasnya lautan.

Drrrrrtttt

Terdengar getaran singkat pada ponsel yang tergeletak diatas meja, menandakan sebuah pesan masuk pada ponsel itu. Luna beranjak mendekat kearah ponselnya saat ini..

"kau hanya beruntung!!"

Begitulah isi pesannya yang amat singkat bernada ancaman, tanpa ada nama pengirim. Kernyitan di dahi mewarnai rasa kebingungan Luna, dia tidak mengerti siapakah yang mengirimi pesan seperti ini.

Dia mengabaikan pesat tersebut begitu saja tanpa berniat untuk membalasnya, karena pesan tidak penting dan untuk apa ia membalas pesan itu. Jika, ia membalasnya maka orang yang mengirimi dirinya pesan akan menganggap ia takut lebih baik membiarkanya saja. Ia kembali ke tempat tidurnya setengah berjalan ponselnya kembali bergetar sebuah alunan lagu Bout You dari Super Junior D&E mengalun memenuhi kamarnya.

"aduh..Siapa lagi ini, jam segini nelpon" katanya terlihat kesal, karna jam memang sudah menunjukan malam hari yakni jam sembilan.

"siapa sih woy, malem – malem begini nelpon" sebenarnya dia enggan untuk menjawab telpon tersebut.

"ini gue woy, Anya!!"

"eh..lo Anya, sorry – sorry. Gue kira siapa?"

"Yah iyalah gue, lo kenapa sih malem-malem kelihatan kesel begitu"

"gak, gak pa-pa. Btw no lo baru?"

"nggak, ini nomer nyokap gue. Gue mau hubungi lo pulsa sama paket internet gue lagi kosong, kampretkan emang"

"hahah kasian-kasian, emang kenapa lo malem-malem begini ngehubungi gue"

"tadi waktu gue mau pulang sekolah, gue ketemu pak hasan. Terus dia bilang suruh nyampain ke lo kalau besok lo disuruh bawa proposal keruang OSIS"

"yaelah, takut bener tuh pak Hasan kalau gue gak bawa proposal"

"maklum lah , tau sendirikan pak Hasan kaya mana"

Pak Hasan adalah Waka Kesiswaan sekaligus pengurus Osis yang sangat perhitungan dengan pengeluaran OSIS, terkadang dia bisa marah-marah apabila pengeluaran OSIS tidak sesuai dengan perkiraan atau perhitungannya. Dan seringkali yang menjadi sasaran kemarahannya yaitu Ketua serta Bendahara OSIS. Kebetulan juga Luna menjabat sebagai bendahara OSIS saat ini sehingga dia seringkali menerima kemarahan. Jabatan yang ia emban saat ini sebetulnya bukanlah keinginan dirinya, sejujurnya ia tidak ingin mengikuti organisasi apapun disekolah tapi karna paksaan Pak Hasan sendiri mau bagaimana lagi. Walaupun pak Hasan yang memilihnya tetapi pak Hasan juga yang sering kali curiga pada dirinya tentang dana OSIS, kan aneh tuh guru.

"yeah, I know.."

"eh, udah dulu ya. Nyokap gue nanti marah-marah lagi, kalau gue pakek nih ponsel lama-lama"

"yaudah sana matiin" tanpa menunggu lama sambungan ponsel itu langsung terputus. ponsel kembali ingi ia letakan di atas meja sebelah tempat tidurnya. Luna Bersiap tidur perlahan ia memejamkan matanya, namun seperkian detik dia kembali membuka matanya. Ia teringat mengenai proposal yang dibicarakan Anya tadi. Apakah dia sudah membuat rinciannya atau belum? Dia benar-benar lupa bahwa dia belum membuat list pengeluaran seminggu ini..

"kenapa gue bisa lupa" katanya pada diri sendiri sambil menepuk jidatnya. Dengan cepat ia kembali bangkit dari rebahannya dan beranjak berjalan menuju meja belajarnya yang di sana tersusun bermacam-macam buku terdapat beberapa map juga diatas meja tersebut.

Mendudukkan dirinya didepan meja itu, mengambil salah satu map yang berwarna hijau yang terletak disudut meja, membuka map bersiap untuk menulis apa saja pengeluaran OSIS selama seminggu ini. Rincian pengeluaran OSIS memang ditulis seminggu sekali, namun rapat osis diadakan setiap satu bulan sekali atau setiap sekolah akan mengadakan acara atau menghadiri acara. Lupa Luna benar-benar lupa apa saja pengeluaran OSIS seminggu ini, dia harus apa sekarang tak ingat satupun soal pengeluaran OSIS. Ia mengetuk-ngetukkan pulpenya diatas meja berfikir apa yang harus ia lakukan. Sekilas ia melirik kearah ponsel miliknya yang tergeletak diatas meja samping tempat tidur

"Halo!!Din" Kata Luna melalui ponsel pada orang yang berada diseberang sana. Ia memutuskan untuk menelpon Dinda bertanya mengenai pengeluaran apa saja di OSIS selama seminggu ini. Dinda juga merupakan anggota OSIS dan ia menjabat sebagai sekertaris OSIS, kemungkinan terbesar tentu saja ia mengetahui apa saja pengeluaran selama ini.

"Iya halo, kenapa lo malem-malem nelpon gue" tanya Dinda dari seberang sana

"gue butuh bantuan lo nih"

"tumben lo butuh bantuan gue, apa yang bisa gue bantu?"

"gue lupa nih, pengeluaran OSIS seminggu ini apa aja ya"

"yaelah cuman itu. Gue kira ada hal penting apa" "minggu ini gak ada pengeluaran di OSIS kali, lo lupa" lanjut Dinda lagi mencoba mengingatkan

"serius lo, seminggu ini gak ada pengeluaran" Luna memastikan takut-takut Dinda juga lupa

"gue serius, gue juga catet pengeluaran OSIS. Dan seminggu ini gak ada pengeluaran sama sekali"

"oke gue percaya sama lo ya, karna lo sekertaris OSIS"

"udah percaya aja sama gue"

"pokoknya kalau ada pengeluaran OSIS terus gak kecatet, kena omel sama Pak Hasan. Lo yang nanggung ya" rasa khawatir masih menyelimuti relung hati Luna. Ia begitu was-was jika terlewat tidak menulis list pengeluaran.

"iya oke, tenang aja. Gak usah khawatir"

"yaudah, gue tutup bye" kata Luna mengakhiri panggilan terlebih dahulu

"augh,," rintihan kecil keluar dari mulut Luna. Memegangi dahinya sebelah kanan yang terlihat lebam begitu nyeri kini terasa. Lebam akibat kejadian tadi pagi disekolah, padahal ia mencoba untuk tidak merasakan sakit itu tapi kenapa malam ini rasanya begitu nyeri sampai membuatnya sedikit pusing. Dia segera merebahkan dirinya diatas ranjang memejamkan matanya dan mulai terlelap kealam bawah sadar.

°°°

T. B. C