4 Episode 4

Pagi hari yang diselimuti langit mendung membawa suasana dingin, membuat malas untuk beraktivitas. Bahkan membuat ngantuk rasa-rasanya ingin tidur kembali memakai selimut dan bergelum selimut tanpa melakukan apapun. Namun itu semua dirasa tidak mungkin bagi murid sekolah. Kenyataanya saat ini sudah ramai murid SMA Wiradi. Salah satunya Luna ia sudah berangkat sekolah sedari tadi bukan hanya Luna saja teman-temanya pun juga sudah banyak yang berangkat

.....

Kini Luna sedang duduk di Kelasnya menunggu jam pelajaran pertama dimulai, saat tengah asik mengobrol bersama kedua temanya.

"Lun, lo disuruh keruang BK sama Bu Lis" sebuah suara yang berasal dari Rizal saat memasuki Ruang kelasnya. Langsung membuat Luna memandang kearah cowok tersebut. Rizal adalah ketua kelas di XI IPA 2.

"Kenapa?" tanya Luna Penasaran, tentu saja penasaran kenapa pagi-pagi begini ia sudah disuruh keruang BK.

"gue gak tau, lo kesana aja" jawab cowok berkacamata itu sambil berjalan duduk ketempat duduknya yang berada didepan.meja guru.

"kenapa lo disuruh keruang BK ya?" Anya juga ikut penasaran kenapa sahabatnya bisa dipanggil keruang BK karena menurutnya seorang yang dipanggil keruang BK adalah seorang yang bermaalah atau membuat masalah serta hanya orang yang memiliki kedudukan dikelas seperti perangkat kelas sedangkan Luna bukan termasuk didalamnya.

"Gue juga gak tau kenapa, gue keruang BK dulu ya" kata Luna beranjak dari duduknya sembari memegang bahu Anya seakan menenangkan.

Ia berjalan keluar kelas melewati koridor yang dipenuhi para murid yang sedang duduk-dudk santai didepan kelas mereka masing-masing. Kebiasan para murid jika guru belum datang kekelas maka mereka akan santai-santai saja didepan kelas sambil membicarakan hal-hal keseharian mereka, itu hal yang umum di setiap sekolah.

Langkah kaki Luna semakin dekat dengan Ruang BK, perasaanya semakin penasaran kenapa sebenarnya dia disuruh kesini saat melihat banyak murid yang berkerumun di depan ruangan itu. Semakin heran saja sebenarnya ada apa karna tidak biasanya para murid akan berkerumun didepan ruang Bimbingan Konseling seperti itu.

Selangkah demi selangkah membuat dirinya semakin dekat ke pintu masuk, menyibak kerumunan membuat semuanya sontak menatap kearah Luna yang sudah berada ditengah-tengah mereka. Bisikan-bisikan samar sekilas terdengar ditelinga Luna. Entah bisik-bisikan semacam apa tidak terlalu jelas ia mendengar

"Assalamualaikum" salam Luna saat melangkah masuk kedalam Ruang Bk setelah menyibak kerumunan para murid.

"walaikumsalam" dengan bersamaan para guru BK membalas salam Luna.

"Ayo Lun duduk dulu" kata Bu Lis lembut mempersilahkan Luna untuk duduk terlebih dahulu

Menyambut dengan senyuman dan langsung duduk disofa yang berada di ruangan itu. Sebelum duduk pandanganya sekilas melihat seorang pria paruh baya yang duduk diseberang sofa yang ia duduki saat ini. Serasa tidak asing sekali dengan wajah om-om itu sepertinya ia pernah melihat orang itu tapi dimana, ia benar-benar lupa pernah melihatnya dimana. Om-om itu seperti memperlihatkan kemarahan padanya kenapa tatapannya begitu tajam dan menakutkan seperti itu. Apa yang salah dengannya

"Lun, ibu menyuruh kamu kesini untuk berta..." belum sempat Bu Lis menjelaskan kenapa ia menyuruh Luna untuk datang ke Ruangan Bk ucapanya sudah terpotong terlebih dahulu oleh pria paruh baya tersebut yang berbicara begitu kerasnya.

"SUDAHLAH IBU GAK USAH BASA-BASI LAGI SAMA ANAK INI" perkataan keras penuh emosi keluar dari mulut pria paruh baya tersebut sambil menunjuk-nunjukan jarinya didepan wajah Luna.

Sontak Luna langsung membulatkan matanya terkejut dengan apa yang ia terima saat ini. Jujur dia belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya dimaki oleh orang dewasa.

"Tenang pak, tenang. Ini disekolah, tolong jangan seperti ini" kata Bu Lis berusaha menenangkan pria tersebut

"BAGAIMANA SAYA BISA TENANG, DIA MENAMPAR ANAK KESAYANGAN SAYA" bukannya memelankan suaranya pria itu malah semakin meninggikan suaranya dan terus saja memperlihatkan kemarahan pada Luna.

"Maaf pak, maksud bapak tadi apa ya sayang benar-benar tidak mengerti maksud anda barusan" akhirnya Luna membuka suaranya, dia tidak bisa hanya diam saja ia harus meluruskan ini semua sepertinya orang itu telah salah paham padanya.

"KAMU BILANG MAKSUD SAYA APA??KAMU INI BODOH ATAU APA HAHHH" masih terus saja pria itu berkata keras malah sekarang terlihat semakin emosi setelah mendengar ucapan Luna barusan.

"tenang pak tenang. Kita bisa bicara baik-baik, ini disekolah pak" salah satu guru ikut berbicara dan berusaha menenangkan pria itu. Karena ini sudah berlebihan sampai mengundang kerumunan siswa-siswa yang sebelumnya tak sengaja lewat ruangan itu kini berhenti dan menyaksikan mereka semua yang ada diruangan.

"anda menyuruh saya untuk tenang sekarang. Bayangkan jika anak perempuan anda ditampar berkali-kali seperti anak saya Tiara. APA ANDA MASIH BISA TENANG??"

"OH, saya baru mengerti sekarang. Kenapa anda bisa begini" kini Luna mengerti dan tau siapa pria paruh baya didepanya ini. Tanpa rasa takut ia mendekatkan diri kearah orang itu yang tak lain adalah ayah dari Tiara pantas saja ia seperti pernah melihat orag yang saat ini marah-marah didepannya.

"Anda Papinya Tiara?Pantes sama liarnya seperti dia. Dan sekarang aku tau om di seperti siapa" tak perduli rasa kesopanan lagi di dalam benak Luna, ia sudah kesal dengan pria paruh baya ini. Pria itu sedari tadi memandang dirinya dengan tatapan merendahkan, seolah ia tidak sebanding drajatnya.

"Kau anak bau kencur!!!"

Plakkkk

Satu tamparan mendarah di pipi mulus Luna, dengan santainya Pak Hermawan menampar wajah Luna tanpa takut dihukum atau dijerat pidana karena telah melakukan kekerasan pada anak dibawah umur apalagi disekolah. Semua guru yang berad disitu merasa terkejut dengan apa yang terjadi mereka juga tidak habis pikir seroang pria dewasa menampar seorang murid, sebagian dari mereka mencoba menenanangkan Pak Hermawan dengan menyuruhnya duduk kembali dan membicarakanya baik-baik. Tak kalah syok dari para guru Luna pun yang mengalaminya sendiri merasa syok dengan apa yang diterimanya saat ini. Rasa tak percaya menyelimuti dirinya, seumur-umur ia belum pernah ditampar atau mendapat kekerasa dari keluarganya. Tapi, ini orang asing dengan berani menampar dirinya tanpa tau itu benar atau tidak.

Cukup Luna tidak bisa diam lagi menerima kesalah pahaman ini dan kekerasan dari orang ini. Ia tidak salah kenapa ia mendapatkan tamparan. Seharusnya anak orang ini yang mendapatkanya bukan dirinya.

"Maaf om, anda berani menampar saya tanpa tau kebenaranya" kata Luna sedikit menantang pria paruh baya itu yang sudah mulai tenang dan kembali duduk.

"kenapa saya tidak berani menampar anak bau kencur seperti kamu, saya tahu permasalahannya." Balas Pak Hermawan masih terus menunjuk-nunjuk kearah Luna

"Maaf pak Hermawan yang terhormat dan terkenal arogan diseluruh negeri ini..anda sudah salah paham terhadapa saya justru anak andalah yang berniat untuk menampar saya kemarin" kata Luna tanpa ada rasa ketakutan dalam dirinya

"APA KAU BILANG??"

Plakkkk

Satu tamparan keras lagi mendarat di pipi sebelah kiri Luna. Sungguh benar-benar tidak ada rasa berbelas dari dalam diri Hermawan dengan ringannya ia mengangkat tangan pada seorang siswi yang seumuran dengan anaknya.

"Maaf Pak Hermawan, lebih baik anda pulang. Daripada anda membuat keributan disekolah kita, anda tidak berhak menampar anak murid disekolah seperti ini. Anda bisa kami laporkan kepihak berwajib jika melakukan kekerasan" salah satu guru bernapa Gerald yang sedari tadi sudah merasa tidak senang dengan keangkuhan Hermawan mencoba mengusirnya dengan halus. Jika ia mengusirnya secara kasar bukanya malah pergi malah kemungkinan orang itu malah semakin menjadi karena orang aroga harus ditanggapi dengan baik, sebab ia merasa dirinya lah paling benar.

"Anda sudah dengar Om?" Luna melipat kedua tangannya didepan dada seakan ia tidak takut

"Kau tidak punya sopan santun. Orang tuamu tidak mengajarkanya kesopanan padamu"

"Jangan bawa-bawa orang tua saya Om. Anda bercermin saja pada diri anda, sehingga anak anda bersikap seperti tidak berakal" nada pedas keluar dari mulut Luna sampai-sampai semua guru yang ada disitu menatap Luna tak percaya. Karena selama ini Luna terkenal pendiam.

"KAUU!!!" lagi Hermawan hendak menampar Luna sekali lagi. Namun belum sempat ia akan melayangkan tamparanya ucapan dan pergerakan sudah terlebih dahulu menghentikannya

"kalau om sekali lagi berani menampar saya, saya tidak bisa memastikan keluarga om nantinya" kata Luna sambil menangkap tangan yang akan melayang di pipinya.

"silahkan jatuhkan hukuman pada saya bu, jika memeang saya berbuat salah. Tapi, satu keinginan saya jangan keluarkan saya dari sekolah skor saya saja. Permisi bu saya harus segera kembali ke kelas" kata Luna pada Bu Lis yang berdiri didekat Luna. Sebelum keluar tak lupa Luna menatap tajam kearah Hermawan yang kini tangannya sudah dipegang oleh dua guru BK lainya.

" Kenapa anak itu kurang ajar sekali, anak siapa dia sebenarnya. Belum tau siapa saya" Kata Hermawan menyombongkan diri. Guru-guru disitu hanya diam tidak membalas, mereka tidak mau ambil resiko jika harus berhadapan dengan Hermawan Nasution, salah satu pengusaha sukses di negara ini.

Tak disangka dan tak diduga salah satu guru berjalan mendekati Hermawan dan tampak berbisik

"anda telah melakukan kesalahan tuan..anda telah berani menyentuh putri satu-satunya keluarga Rayes" kira-kira itulah yang dibisikan guru yang bernama Gerald kepada Hermawan yang langsung membulatkan matanya terkejut menatap Gerald mencoba mencari kebenaran atas perkataan barusan

"Kenapa anda melotot seperti itu?anda terkejut?selamat atas apa yang anda lakukan barusan dan selamat atas kegagalan kerjasama andan dengan Rayes Grup dan Serrano Corporate" kata pak Gerald lagi. Ia memeluk sekilas sambil menepuk-nepuk bahu Hermawan sebelum berlalu pergi sembari memberikan senyuman sinis.

°°°

T. B. C

avataravatar
Next chapter