webnovel

Mencoba berdamai dengan diri sendiri

"Um, rencananya sih sekarang, Om. Sebab, Kya tidak ingin berlarut-larut sampai nantinya membuat Kya jadi berubah pikiran lagi. Kalau begitu, Kya pergi berkemas dulu, Om."

"Baiklah, nak. Kalau begitu Om akan meminta Garry mengantar kamu pulang."

Dengan cepat Kya menggelengkan kepalanya setelah mendengar hal itu, lalu ia berkata. "Tidak perlu, Om. Kya bisa pergi sendiri. Lagipula juga sekarang Gary sedang bersama dengan kekasihnya. Jadi, Gary tidak ingin mengganggu mereka berdua. Sungguh, Kya tidak apa-apa. Baiklah, Kya pergi dulu."

"Tapi, nak-"

Walaupun Om Gio berusaha untuk menahan Kya, tapi tetap saja gadis kecil itu tidak mendengar, dan tetap melakukan sesuai apa yang dia katakan. Mengingat dengan Gary, membuat Om Gio cepat-cepat menghampiri anaknya. Terlihat Gary sedang bersama dengan Sera, namun dia sebagai ayah tidak peduli.

Dengan cepat Om Gio meminta untuk berbicara empat mata bersama dengan Gary, meskipun saat itu Sera Ozawa terlihat bingung dengan suasana ini. Begitupun dengan Gary, yang hanya bisa menuruti setiap keinginan dari papanya daripada ia harus mendengarkan papanya bersikap keras di depan Sera, tentunya tidak ingin membuat kekasihnya itu takut apalagi sampai bersedih.

"Daddy, kenapa selalu berusaha mengganggu urusanku? Ayolah Sera merasa bingung dengan tingkah mu ini." Gary terlihat kesal sampai membuat dia jadi bosan dengan papanya.

"Berapa kali Daddy bilang kalau harus melupakan wanita itu. Sera bukanlah jodohmu, tapi Kya jodohmu. Daddy tidak ingin sampai harus mengancam Sera agar dia bisa menghindar darimu. Ingat, Gary, perusahaan yang kamu pegang sekarang masih atas nama Daddy. Jadi, pikirkan baik-baik kalau sampai kamu tidak dapat apapun dari perusahaan itu atau kamu mau Daddy pecat?" ancam Om Gio tanpa memberikan ampun kepada anaknya.

"Ya baiklah, aku juga sudah muak melihat Daddy bersikap tidak adil, tapi berikan aku satu jawaban kenapa Daddy begitu ingin aku menikahi Kya? Jika jawaban itu tidak masuk akal jangan harap, aku akan menurutimu, Daddy. Terlebih Sera sekarang sedang hamil," tanya Gary dengan tegas sambil mencoba membohongi daddy-nya.

Om Gio sampai terkejut ketika mendengar wanita lain hamil karena ulah anaknya. Hal itu membuat dia begitu kesal, namun nasi sudah jadi bubur sampai membuat Om Gio tidak bisa memarahi anaknya lagi karena sudah terlanjur.

"Kamu ini benar-benar ya melakukan segala cara demi bisa bersama dengan Sera. Ya sudah karena sudah terlanjur baiklah Daddy menyetujui kamu bersama dengan Sera, tapi Daddy juga mau kamu melanjutkan perjodohan ini dengan Kya. Bagaimanapun Kya itu adalah aset penting bagi perusahaan kita. Jika kamu bisa menguasai sekaligus semua peninggalan dari papanya Kya, kita bisa kaya raya tanpa harus bekerja lagi, Gary. Jadi, satu-satunya cara yang Daddy mau," ucap Om Gio dengan pelan.

Tidak membuat Gary heran dengan sikap papanya yang sangat menginginkan kekayaan, meskipun menurut Gary mereka sudah berada di garis keturunan keluarga terkaya. Tapi, tetap saja papanya tidak merasa cukup, dan mau tidak mau Gary dengan terpaksa menerima perjodohan itu demi bisa membahagiakan orangtunya. Penjelasan yang sudah ia dengar membuat dia merasa sedikit kasihan dengan Kya, walau ia sering sekali membuat Kya marah, tetapi tetap saja ia merasa tidak tega apabila harus mengambil semua hak yang seharusnya menjadi milik Kya.

Akan tetapi, Gary tidak punya pilihan lain walaupun dia itu semua itu adalah kesalahan besar, dan juga dosa besar. Tetap ingin berbakti kepada papanya karena hanya itu satu-satunya orang tua yang masih dia miliki. Terlebih Gary tahu, jika papanya memiliki penyakit darah tinggi, dan karena hal itu tidak ingin membuat sakit papanya kumat.

Dengan menjawab dengan anggukan kecil, membuat Om Gio senang saat melihat jawaban dari anaknya. Dengan cepat Om Gio segera memeluk anaknya. Dari jauh Sera Ozawa melihat keakraban kedua pria yang begitu ia sayangi, ia pun ikut mendekat meskipun tidak ada yang mengundangnya datang.

"Um, maafkan aku, Om. Tapi, aku melihat kalian berdua serius sekali sampai saling berpelukan. Bisakah aku ikut bergabung di sini?" tanya Sera dengan muka tebalnya tanpa merasa malu, justru dia berdiri begitu dekat dengan Gary.

Meskipun tidak ingin sang anak memiliki hubungan dengan Sera, tapi saat mengingat bahwa dirinya sebentar lagi akan menjadi seorang kakek, membuat Om Gio mencoba untuk perlahan menerima kehadiran Sera di tengah keluarga mereka. Membawa Sera lebih mendekat, dan tiba-tiba memberikan pelukan kecil untuk wanita itu.

"Tidak ada yang begitu serius, nak. Om hanya senang mendengar kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Ya sudah kalau begitu Om mau pergi dulu ya. Gary, ingat semua perkataan Daddy tadi," ucap Om Gio setelah melepaskan pelukannya dari Sera.

"Baik, Daddy."

Selepas kepergian Om Gio, membuat Sera Ozawa kebingungan lantaran dia tidak merasa akan menjadi seorang ibu. Tatapannya terheran hingga membuatnya bertanya. "Sayang, apa yang dimaksud oleh Om Gio? Kita akan menjadi orang tua, tapi aku tidak hamil."

"Sayang, jangan bertanya di sini. Ayo sebaiknya sekarang ikut denganku biar aku jelaskan semuanya. Kita bisa bicara dengan bebas di luar sekalian kita main, mau kan?" tanya Gary seraya memegang kedua pipinya Sera yang begitu membuat dia gemas.

"Oh baiklah, tapi bolehkah kalau aku yang menyetir mobilnya?" tanya Sera sembari merangkul dengan erat.

"Tentu saja, sayang."

Keduanya terlihat begitu bahagia, dan Kya tidak sengaja melihat mereka berdua dengan begitu mesra di depan pintunya. Barang bawaan yang sudah Kya persiapkan untuk segera pindah dari rumah ini. Walaupun hatinya merasa sedih, tapi mau tidak mau dia harus bisa bersikap lebih dewasa karena sekarang ia menyadari tidak bisa lagi bermanja-manja seperti dulu.

Menatap ke segala arah ruangan, menyadari sebentar lagi dia akan meninggalkan rumah ini. Rumah yang Kya pikir akan menjadi keluarga kedua baginya, tapi rasa inginnya itu harus cepat-cepat terkubur dalam-dalam. Maafkan atas sikapnya yang dulu, yang tidak pernah bisa menerima semua takdir dengan ikhlas. Kini Kya telah memilih berdamai dengan dirinya sendiri.

"Memang tidak seharusnya aku berada di tengah-tengah kebahagiaan mereka berdua," gumam Kya dengan pelan. Ia terus melangkah ke depan setelah ia menarik nafasnya dengan perlahan. Mencoba melepaskan ruang yang penuh dengan kesedihan di dalam hatinya. Walaupun ia selalu berpikir akan ada jalan terang yang selalu menemani kepergiannya, tapi tak bisa dipungkiri berjalan di dalam kegelapan dan ketidakadilan tetap harus bisa ia lewati.

Baginya hidup begitu tidak adil, ketidakadilan itu membuat dia terus saja berusaha untuk tetap berdiri di kakinya sendiri. Membuat Kya merasa tidak boleh selalu bergantung kepada orang lain. Pemikirannya itu membuat Kya akan tetap melangkah ke depan, meski Om Gio berusaha untuk menghentikan langkahnya.