webnovel

CHANCE (WMMAP FANFIC)

*HANYA SEBUAH FANFICTION* Seorang gadis bereinkarnasi dalam dunia novel yang ia baca. Namun bukannya senang, ia malah sedih karena bereinkarnasi menjadi seorang tokoh yang akan mati di usia delapan belas tahun. Menurut novel tersebut, dia akan dibunuh oleh ayahnya sendiri dalam dunia tersebut dengan cara digantung. Dengan kesungguhan hati yang kuat, dia mencoba mengubah takdirnya seorang diri. Namun, bantuan datang seiring berjalannya waktu dari orang-orang terdekat. Hingga suatu hari, bantuan juga datang dari Sang Ayah yang ditakdirkan membunuhnya. Bisakah gadis itu merubah takdirnya bersama orang-orang yang dia sayangi? Ataukah takdir berkehendak lain dan menginginkannya mengikuti alur ceritanya? Ikuti kisah gadis tersebut di fanfiction ini. *Fanfiction novel dan webtoon Who Made Me a Princess* Disclaimer: Plutus - novel WMMAP Spoon - webtoon WMMAP

lol_hoshi · Bücher und Literatur
Zu wenig Bewertungen
28 Chs

Sadar

"...nasia?"

Siapa?

"..tanasia?"

Siapa yang memanggil ku? Lily? Bukan, suaranya seperti laki-laki. Apa itu papa? Atau Felix? Atau-

"Athanasia!"

DEG!

Aku membuka mata ku dan langsung terduduk. Karena gerakan yang tiba-tiba, kepala ku berdenyut pelan. Napas ku juga jadi tersengal-sengal. Apa yang terjadi?

"UHUK! UHUK!"

Aku menutup mulut ku dengan satu tangan saat batuk. Aku mengeceknya, tidak ada darah, syukurlah. Tunggu, kenapa tenggorokan ku kering sekali? Bukankah aku baru tidur sebentar?

Aku menoleh ke arah Lucas. Karena pandangan ku masih kabur, aku tidak melihat jelas ekspresi Lucas. Tapi sekilas seperti, panik?

"Athanasia? Kau baik-baik saja?" Lucas menaruh tangannya di dahi ku kemudian di pipi ku, lalu menggenggam tangan ku.

Aku mengangguk pelan. Pandangan ku sudah mulai fokus, dapat ku lihat wajah Lucas terlihat panik. Kenapa dia panik begitu? Apa terjadi sesuatu?

"Apa...yang terjadi? Aku...hanya tidur sebentar...kan? Kenapa... tenggorokan ku kering sekali?" aku bertanya dengan nada terputus-putus, mencoba untuk berbicara dengan tenggorokan yang sakit.

Lucas menautkan alisnya. "Apanya yang sebentar? Kau tertidur selama sebulan!"

Aku mendelik kaget. Apa katanya? Sebulan? Seperti saat mana ku kacau itu? Aku melihat ke luar jendela, sudah malam. Lucas tidak bercanda kan? Ini masih malam, bisa jadi dia hanya main-main dan mengatakan omong kosong.

Aku menatap Lucas. Lucas masih menautkan kedua alisnya. "Aku tidak sedang bercanda, Athanasia!"

Wow, Lucas memanggil nama ku lagi. Biasanya dia memanggil ku 'Tuan Putri' atau 'Kau'. Apa artinya dia sedang serius? Aku menatap Lucas meminta penjelasan. Lucas menghela napas panjang dan menidurkan ku.

"Untuk sekarang jangan banyak bergerak. Tubuh mu masih kaku," Lucas memakaikan selimut pada ku dan duduk kembali.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku juga tidak tahu. Awalnya semua baik-baik saja. Setelah Kau tidur, aku keluar untuk menginfokan bahwa Kau sedang sakit dan tidak bisa diganggu. Aku berencana untuk mengunjungi mu malam harinya, lalu papa mu datang dan memaksa ikut. Akhirnya kami menjenguk mu dan Kau benar-benar sakit."

Aku menelan ludah mendengar penjelasan Lucas. Bagaimana bisa aku sakit tiba-tiba? Lagipula aku hanya merasa tidur sebentar, sungguh.

"Saat itu suhu badan mu sangat tinggi. Orang yang suhu badannya setinggi itu biasanya akan terlihat tersiksa, tapi Kau tidak menunjukkan tanda-tanda itu sama sekali. Kau terlihat seperti mayat."

"Selama sebulan aku mencoba mencari tahu penyebab sakit mu itu. Aku juga mencoba menyembuhkan mu dengan sihir. Tapi percuma saja, aku tidak bisa menemukan penyebabnya ditambah sihir ku terblokir sesuatu. Aku bahkan mencoba menyadarkan mu secara paksa dan tentu saja percuma. Terasa seperti jiwa mu terjebak di suatu tempat dan menolak untuk kembali, Athanasia."

Lucas menunduk dan bertompang pada kedua tangannya di atas kasur ku. Apa aku hampir mati lagi? Kenapa bisa begitu? Aku hendak menyentuh bahu Lucas untuk menenangkannya, tapi tangannya tiba-tiba menggenggam lengan ku.

GREP!

"Ceritakan pada ku apa yang terjadi di mimpi mu itu!"

Nada bicara Lucas sedikit kasar. Apa dia sedang marah? Ku tatap matanya, di sana terlihat rasa takut. Kenapa kau takut begitu? Kau terlihat lemah kalau begitu. Di mana diri mu yang biasanya mengejek dan menjelek-jelekkan ku itu pergi?

"Athanasia!"

Aku tersentak kaget. Aku tersenyum lemah dan menceritakan mimpi ku. Setelah selesai bercerita, Lucas berdecak kesal.

"Jadi Kau berpikir untuk meneruskan mimpi mu itu?"

Aku mengangguk pelan. Lucas membanting buku yang entah dari mana ke lantai. Aku tersentak kaget, tapi hanya diam.

"Mungkin itulah yang membuat mu tidak bangun-bangun, bodoh!"

Lucas setengah berteriak. Ha? Kenapa Kau marah pada ku? Aku mana tahu kalau itu berdampak pada kehidupan nyata? Aku hanya berpikir kalau itu mimpi yang aneh dan harus mencari petunjuk. Kenapa Kau marah pada ku?

"Apa Kau tidak tahu betapa khawatirnya semua orang di istana?"

DEG!

Lucas benar. Bagaimana keadaan papa, Lily, Felix, Hannah, Seth, dan yang lainnya? Aku tidak memikirkan hal itu. Bagaimana bisa aku tidak memikirkan mereka?

"Lucas. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Lucas menggeleng pelan. Dia juga tidak tahu jawabannya. Aku mengedarkan pandangan ku ke sekeliling. Kamar ku berantakan sekali. Buku tersebar di sana-sini dan ada banyak mangkuk serta handuk. Apa Lucas yang merawat ku selama sebulan?

"Jangan lakukan ini lagi, Athanasia."

Aku menoleh ke arah Lucas. Dia sekarang menunduk tanpa melihat ku. Aku mengantupkan rahang. Nada suara Lucas terdengar bergetar entah kenapa.

"Tidak akan. Lagipula mama juga melarang ku."

Lucas mendongakkan kepalanya. "Berjanjilah pada ku, Kau tidak akan pergi ke mimpi itu lagi!"

Aku menaikkan sebelah alis, "pergi? Bukannya itu karena aku tertidur di sebelah mu ya?"

Lucas menggeleng pelan. "Itu keinginan mu sendiri, bodoh."

Ha? Bisa-bisanya dia mengatai ku bodoh di saat-saat seperti ini. Penyihir breng*** ini! Ingin sekali ku jitak-jitak kepala nya! Lagipula mana aku tahu kalau itu ternyata keinginan ku sendiri? Manusia kan makhluk yang susah dimengerti, kadang keinginan hati terdalam saja tidak tahu. Argh! Aku jadi penasaran itu mimpi apa sebenarnya!

"Mana janji mu? Kau belum mengatakannya pada ku."

Aku mendengus sebal dan mengucapkan janji bahwa aku tidak akan berkeinginan untuk pergi ke mimpi itu. Jujur aku sangat ingin mencari tahu tentang kebenaran mimpi itu, tapi Lucas bilang itu berbahaya. Aku hanya bisa mengalah. Lagipula Lucas mengancam ku juga.

"Kalau Kau mengingkari janji mu, aku akan memberi mu hukuman."

Lucas mengatakan itu dengan wajah datar. Iya, wajah datar tanpa ekspresi. Tapi matanya menunjukkan yang sebenarnya. Matanya menatap tajam ke arah ku, membuat ku tertekan dan takut.

Aku mengangguk patah-patah dan Lucas pun tersenyum. Gah! Dia tersenyum! Lucas baru saja tersenyum pada ku! Aku tidak mau mengakuinya, tapi...SUMPAH TAMPAN SEKALI!

Aku mengalihkan pandangan ku ke arah lain. Setelah itu, Lucas menyuruh ku untuk tidur lagi. Dia harus menginformasikan pada papa tentang kondisi ku. Aku hanya patuh.

Lucas menjentikkan jarinya dan memainkan melodi lulaby yang sama seperti terakhir kali. Tanpa butuh waktu lama, aku mulai mengantuk. Aneh, apa di alunan melodinya ada sihir tidur? Aku mengantuk tiap kali mendengarkannya. Pandangan ku mulai kabur dan sedetik kemudian, aku tertidur.

***

Tengah malam lewat

Claude POV

Aku tidak bisa tidur untuk kesekian kalinya. Aku lelah. Sangat lelah. Kalau memang lelah seharusnya aku tidur, tapi aku tidak bisa. Aku ingin tetap terjaga. Aku tidak ingin ada yang pergi saat aku tertidur.

Athanasia. Dia saat ini tengah tak sadarkan diri. Dia hanya diam di kasurnya. Tak ada senyum di wajahnya. Tak ada sapaan ceria saat aku mengunjunginya. Persis seperti seonggok mayat. Seperti waktu itu, saat mana nya meluap tak karuan.

Ck. Kenapa perasaan ini menyiksa ku? Kenapa wanita itu dan anaknya sama saja? Kenapa mereka mempermainkan ku dengan permainan perasaan yang bodoh ini? Kenapa? Kenapa Diana? Kenapa kau dan Athanasia melakukan ini?

TOK! TOK! TOK!

Aku tersadar dari lamunan ku, "masuk."

Tepat setelah ku beri izin, pintu terbuka. Dari balik pintu, muncul bocah penyihir itu. Wajahnya sangat datar. Belum ada kemajuan tentang kondisi Athanasia? Ck.

Hampir selama sebulan bocah ini mendatangi ku tiap tengah malam. Dia melaporkan kondisi Athanasia meskipun tidak ada kemajuan sama sekali. Lalu tepat setelah itu, dia akan merapalkan mantra agar aku tertidur. Bocah ini ku akui sangat berani karena menyihir rajanya sendiri. Bocah itu tak gentar meskipun diancam macam-macam.

"Segala keagungan dan berkat pada matahari Obelia. Penyihir Kerajaan menghadap pada Yang Mulia."

"Bagaimana kondisinya?" aku bertanya tanpa mengalihkan pandangan.

"Sudah membaik Yang Mulia. Tuan Putri sempat sadarkan diri tadi."

BRAAK!

Aku menggebrak meja dan bangkit berdiri. Athanasia sudah sadar! Aku harus menemuinya sekarang! Aku harus melihat kondisinya sekarang juga!

CTAK!

Aku kembali duduk. Ck! Sihir bocah itu lagi. Dasar penyihir tak tahu diri. Seenak jidat menyihir seorang raja.

"Saya tidak mengijinkan hal itu Yang Mulia."

"Ck. Siapa Kau berani memerintahkan ku?" aku menatapnya tajam.

Bocah itu diam sebentar, mengatur raut wajah agar terlihat seakan tak peduli. Aku tahu dia sebenarnya takut dengan tatapan mata ku.

"Saya hanyalah Penyihir Kerajaan, Yang Mulia. Saya memang bersikap kurang ajar. Namun, ini demi kebaikan Yang Mulia."

"Tuan Putri berpesan pada saya agar Yang Mulia mendapatkan istirahat yang cukup. Beliau tidak akan suka kalau Yang Mulia menjenguknya sekarang."

Ck. Aku berdiri dan menghampiri sofa ku. Lebih nyaman tidur di sini daripada di kasur. Ketika aku sudah memposisikan diri, bocah itu menjentikkan jarinya.

CTAK!

Tanpa aba-aba, aku mulai mengantuk. Jujur sihir bocah ini menyebalkan, tapi sihir bocah inilah yang membantu ku istirahat hampir selama sebulan ini. Tak butuh waktu lama, semuanya gelap dan aku pun tertidur.

Claude POV end

***

Pagi harinya

SREEK!

Suara gorden yang disibak dengan halus. Sinar matahari menyeruak masuk, menyilaukan mata ku. Ini sudah pagi?

PUK!

Sesuatu mendarat dengan halus di kepala ku. Aku langsung bangun dan mengerjapkan mata ku. Ketika pandangan ku mulai fokus, aku tersenyum cerah. Ada seorang pria dan seorang anak laki-laki tengah memandang ku.

"Papa!" aku langsung memeluk pria tersebut yang merupakan papa ku.

Papa membalas pelukan ku dan mengelus kepala ku. Apa aku membuatnya khawatir lagi? Aku mendongakkan kepala, ku lihat kantung mata papa menebal. Aku memekik kaget, membuat kedua orang di hadapan ikut kaget.

"Kenapa kantung mata papa tebal sekali?"

Papa mengalihkan pandangan ke arah lain. Menolak untuk menjawab pertanyaan ku? Aku menoleh pada anak laki-laki tersebut, Lucas, yang hanya menghela napas.

"Aku sudah melakukan hal sebisa ku untuk membantu Yang Mulia beristirahat, Tuan Putri."

Aku ikut menghela napas dan hendak berdiri, tapi papa langsung menggendong ku. Aku meminta papa untuk menurunkan ku, tapi papa menolak. Dia bilang tubuh ku kaku karena tidak bergerak hampir sebulan.

Aku tersenyum simpul. Papa over protective kembali lagi. Seharusnya pagi ini aku langsung mandi seperti biasanya, tapi papa mengajak ku jalan-jalan sebentar menikmati sinar matahari pagi. Kali ini tidak ada Felix. Sebagai penggantinya, Lucas membuntuti kami dari belakang.

Aku hendak bertanya di mana Felix, tapi urung. Mungkin Felix sedang istirahat? Nah, biarkan saja. Kami bertiga menyusuri taman bunga mawar dan duduk di sebuah gazebo.

Aku sempat bingung saat Lucas dengan santainya duduk di sebelah ku. Papa yang ada di hadapan kami tidak menghujani Lucas dengan tatapan tajam seperti biasanya. Tumben sekali. Aku menyenggol lengan Lucas dan berbisik pelan.

"Tumben papa tidak menghujani mu tatapan tajam."

Lucas menggidikkan bahu, dia juga tidak tahu. Hening menyelimuti kami bertiga sampai akhirnya papa membuka suara.

"Dua minggu lagi anaknya Roger akan pergi ke Arlanta."

DEG!

Aku lupa soal Izekiel. Sudah sebulan kami tidak bertemu, apa dia akan segera kemari begitu mendengar kabar aku sudah sadar? Aku menautkan kedua alis ku tanpa sadar.

"Kalau Kau tidak ingin bertemu dengannya, aku bisa mem- black list nya."

"Eh? Ti...tidak usah papa. Athy akan menemui Izekiel. Lagipula pertemuannya tinggal dua kali," aku menggeleng pelan.

"Bukannya empat kali? Kau tidak sadarkan diri selama sebulan."

GLEG!

Aku menelan ludah. Duh, iya juga. Dihitungnya jadi empat kali. Aduh! Aku tak akan tahan kalau begini. Bisa jadi dia akan datang empat kali berturut-turut dengan waktu yang lama di setiap pertemuan. Bersama dengan Izekiel selama dua jam saja aku sudah ketar-ketir.

"Sejak awal aku bingung kenapa Kau memperbolehkan anak itu menemui mu. Mendengar laporan dari Felix, aku yakin kalau Kau tak nyaman bicara dengannya."

Aku menaikkan sebelah alis. Apa papa tahu hal ini saat di taman mawar saat itu? Yah, masa bodoh deh. Aku hanya tertawa hambar membalas ucapan papa. Aku juga bingung mau menjawab apa.

"Kau yakin akan belajar berpedang?"

Aku mengangguk mantap. Aku sudah merencanakan ini matang-matang. Awalnya sih aku berniat belajar untuk menjaga diri, tapi tiba-tiba saja terpikir akan sebuah rencana. Papa menatap ku sejenak kemudian bertompang dagu sambil menutup matanya.

"Kalau Kau berhasil mengalahkan anak Roger di duel saat debut mu nanti, apa Kau masih akan menemuinya?"

Hm? Kenapa papa menanyakan itu? Apa yang terjadi selama sebulan aku tidur sih? Papa tumben jadi banyak bicara begini. Biasanya aku yang akan bertanya macam-macam dan papa yang menjawab singkat. Sekarang malah terbalik begini?

Aku menghela napas pelan, "sebenarnya sih, Athy tidak mau menemuinya lagi. Tapi, Athy tidak boleh memutus hubungan begitu saja kan?"

"Hubungan?" papa menatap tajam setelah mendengar kalimat ku.

"Ma...maksud Athy hubungan pertemanan, papa," aku gelagapan menjawab pertanyaan papa.

Papa memasang wajah datar dan kembali memejamkan mata. Aku menghela napas lega dan Lucas terkekeh pelan. Dasar penyihir menyebalkan. Kenapa dia tidak mau membantu ku sih? Dari tadi hanya diam saja. Ugh! Menyebalkan!

Oh! bicara soal berpedang, aku ingin meminta izin pada papa. "Papa. Untuk pelajaran berpedang Athy," papa menatap ku, "apa aku boleh mengajak Lucas?"

Papa melirik ke arah Lucas dan menyeringai. Lucas bergetar ketakutan. Bukan hanya dia, aku juga merasa begitu. Tatapan mata papa membuat ku merasa tidak enak. Feeling ku buruk tentang ini.

"Justru aku akan sangat senang kalau Kau mengajaknya. Aku ingin berduel dengan bocah itu."

Gah! Benarkan apa kata ku! Papa punya niatan buruk dengan Lucas. Aku menoleh ke arah Lucas yang pucat pasi. Dia hanya tersenyum kecut pada papa. Maaf ya Lucas, aku membawa mu dalam masalah lagi. Aku cuma mau mencari teman untuk belajar berpedang. HAHAHAHA!

***

Beberapa hari kemudian

"Semoga keberkahan Obelia selalu bersama Anda. Senang bertemu dengan Anda lagi, Tuan Putri."

Izekiel menunduk dengan hormat. Aku membalas sapaannya dan memintanya untuk duduk. Ini keempat kalinya aku bertemu dengan Izekiel minggu ini. Seperti dugaan ku saat itu, Izekiel langsung datang empat hari berturut-turut.

Aku kewalahan sendiri menghadapinya. Untung ada Seth yang siap siaga menjemput ku setelah dua jam berlalu. Aku menghela napas sepelan mungkin dan tersenyum simpul ke arah Izekiel.

"Anda...hari ini juga terlihat cantik, Tuan Putri."

Semburat merah muncul di wajah Izekiel. Astaga! Ini tidak perlu diragukan lagi, Izekiel suka pada ku! Sudah enam kali aku melihat adegan yang sama dan dia melakukannya dengan tulus, bukan paksaan dari Roger! Aku tersenyum sebagai balasan ucapannya itu. Aku mengambil cangkir dan meminum susu stroberi ku.

Entah dari arah mana, aku merasakan hawa tak suka menatap ke arah kami. Apa itu papa? Hm...tidak mungkin itu papa. Kalau itu papa, dia pasti sudah membuat keributan bersama Felix yang mencoba menenangkannya. Papa itu kan over protective. Jadi kemungkinan terakhir adalah Seth.

Aku lupa kapan, tapi Lily pernah bercerita pada ku kalau Seth adalah tim suksesnya Lucas. Jujur aku kaget sih. Seth adalah tipe pelayan yang sangat loyal, tapi aku tidak menyangka kalau dia sampai jadi tim suksesnya Lucas juga. Nah, Sebenarnya aku tidak paham sih dengan kata 'tim sukses' di sini. Maksud ku dalam konteks apa aku tidak paham.

"Tuan Putri."

Aku menoleh ke arah Izekiel. Dia menatap ku kemudian menggaruk pelan pipinya.

"Apa Anda membaca novel terbaru karangan Jolhan Brax?"

Oh, ku pikir dia mau bilang apa. Aku bernapas lega dan mengangguk. Kami mulai membahas tentang novel, lalu dilanjutkan dengan pelajaran, bahkan makanan. Cukup seru sih menurut ku.

Tunggu sebentar. Karena ini pertemuan terakhir sebelum dia pergi ke Arlanta, lebih baik aku menanyakan sesuatu padanya tentang Jennette. Ya, kalian tidak salah baca. Aku ingin menanyakan tentang Jennette.

"Izekiel."

"Iya, Tuan Putri?"

"Boleh aku tahu bagaimana pandangan orang tentang sepupu mu?"

"Ah, Jennette," Izekiel mengangguk pelan, "menurut pandangan orang-orang, Jennette adalah anak yang baik dan penyabar. Dia punya aura positif yang kuat, Tuan Putri."

"Setiap kali ada yang membulinya, dia akan membalas dengan senyuman. Lalu orang yang membulinya akan meminta maaf dan bersikap baik padanya. Saya rasa aura positif Jennette membuat orang lain merasa bersalah karena sudah membulinya atau bersikap jahat padanya."

"Aku yakin sepupu mu adalah orang yang baik ya, Izekiel," aku tersenyum ramah.

Iya, baik dalam kamus Keluarga Alphaeus, tapi tidak untuk Athanasia. Jennette mungkin memang baik. Namun, keluguannya sudah mencelakakan seseorang tanpa dia sadari.

Aku kesal setiap kali mengingat novel <Lovely Princess> itu. Jennette itu lugunya minta ampun. Kalau Athanasia mati dan Jennette yang mengambil tahta, pasti Obelia hancur ditangannya. Dia berhasil menarik hati rakyat Obelia dengan kharismanya, tapi tidak akan bisa memakmurkan rakyat Obelia dengan hal itu.

Omong-omong, tadi Izekiel bilang apa? Hanya dengan senyuman, orang yang membulinya langsung sadar? Ha? Tidak salah tuh? Sebenarnya tokoh utama itu kharismanya sekuat apa sih? Masa iya orang yang tadinya membulinya berubah 180° setelah mendapatkan senyuman dari Jennette? Hm...ada yang aneh. Mungkin aku harus tanya pada Lucas.

***

"Akhirnya aku bebas!"

Aku menghempaskan diri ku di sofa kamar Lucas. Lucas berjalan mendekat. Dia barusan muncul dari bagian kamar yang berantakan. Dia berdecak kesal dan duduk di sebelah ku.

"Kau masuk ke kamar ku sudah seperti kamar mu sendiri ya."

"Ck. Katakan itu pada diri mu sendiri yang seenak jidat main teleport ke kamar ku."

Yah, akhir-akhir ini Lucas sering datang tiba-tiba di kamar ku. Entah itu siang hari atau malam hari saat aku akan tidur. Dan dia selalu membuat ku jantungan karena muncul tiba-tiba.

TUK!

Lucas memukul pelan dahi ku dengan jari telunjuknya. Untuk kesekian kalinya, tubuh ku terasa ringan. Aku sudah mulai curiga dengan tingkah Lucas yang melakukan hal ini.

Maksud ku, kenapa dia hanya melakukannya setelah aku bertemu Izekiel atau Roger Alphaeus? Yah, setelah ku ingat-ingat lagi, memang begitu sih. Yang dia lakukan itu sebenarnya apa?

"Hei, Lucas."

"Hm?" Lucas menoleh pada ku sambil melipat kedua tangannya.

"Kenapa Kau selalu memukul dahi ku setiap kali aku pulang dari pertemuan dengan Izekiel atau Paman Putih?"

***

Maaf karena jarang update :)

lol_hoshicreators' thoughts