webnovel

BUKAN SALAH JODOH 2

Kisah cinta Aoran dan Lily, lanjutan dari BUKAN SALAH JODOH silahkan baca cerita pertama sudah tamat

Ayun_8947 · Urban
Zu wenig Bewertungen
28 Chs

Mungkin kau ingat ini

Setelah berpakaian, mengeringkan rambut, ah Lily tak pernah mencium shampo sewangi dan selembut ini dalam hidupnya, dia merasa lebih segar dan hidup, barang belanjaan juga sudah rapi masuk ke lemari, Herman terlalu berlebihan memberinya barang, dia bukan hanya mendapatkan pakaian baru, dia juga dapat tas dan alat kelengkapan sekolah. Sungguh luar biasa.

Lily melipat rapi Coat entah milik siapa itu, dia menulis note dan mengucapkan terima kasih, tapi dia tak tahu harus mengembalikannya kemana, gadis itu mengangkat Coat itu dan mencium aroma parfum yang membuatnya merasa pernah mencium aroma hangat ini. Dia menggelengkan kepala, sadar dengan tingkahnya sendiri.

Gadis itu keluar kamar dan berharap bisa mengucapkan terima kasih pada Herman, mungkin dia akan mengganti persepsi buruk pada pria itu karena kebaikannya hari ini. Ternyata Herman memiliki hati yang baik juga, meski dengan semua kekurangan nya itu. Lily jadi maklum.

"Tapi kemana dia?" Tak ada seorang pun di ruangan ini. Lily mengedarkan pandangan dan tak mendapati siapapun, dia meletakkan Coat yang sudah dilipat rapi di atas meja, dia pikir dia akan membawanya esok hari dan meletakkan di sini agar tidak lupa.

Karena gak mendapatkan Herman di sini, Lily menghabiskan waktu menunggunya di dapur, dia membuat roti burger untuk santapannya, dia tak membuat satu, dia membuat dua, dia pikir Herman akan menyukai apa yang ia buat.

Cklek!

Suara pintu terbuka.

"Om dari mana? Aku membuatkan roti burger untuk om!"

Ujar Lily mencoba mengucapkan kalimat dengan santai dan manis, dia juga menyiapkan senyuman menyambut kedatangan Herman.

Tangannya dengan senang hati memamerkan apa yang sudah ia buat.

Pria bertubuh tinggi dengan kemeja dan gas belakang itu tidak tampak sama sekali seperti om om, tapi mungkin Lily tidak sadar.

Ketika pria itu menoleh, wajah tampannya membuat punggung Lily seketika kaku, burger miliknya terjatuh, dari tangan kembali ke atas nampan.

Aoran bisa melihat gerakan burger yang kembali mendarat di piring, untung saja tidak jatuh ke lantai. Pria itu tercengang, dan Lily juga tak kalah terkejut.

Apa yang terjadi dengan si om tua? Kenapa dia menjelma menjadi--

Lily mengedipkan mata beberapa kali, tidak yakin dengan penglihatan nya.

Aoran mencoba menguasai dirinya meski sebetulnya dia ingin tertawa, pemuda itu masuk dan mendapati lipatan Coat miliknya yang ia berikan tadi pagi, dia mengambil catatan note yang bertuliskan tangan.

Terima kasih banyak.. aku sangat berterima kasih..

Diiringi emotikon senyum.

Pemuda itu tertawa juga pada akhirnya, dia melepaskan tas dan mengambil kursi di hadapan Lily, dia mendaratkan bokongnya di depan gadis yang masih belum juga menguasai kesadarannya ini.

Jurus yang Herman katakan saat menghadapi lawan jenis adalah, percaya diri! Kuasai dirimu, jangan tampak ragu dan malu, percaya dirilah! Dan taklukkan.

Aoran menarik senyuman terbaik yang pernah ia pamerkan, hingga akhirnya Lily tersadar, gadis itu menarik punggungnya agar kembali lurus, wajah tampan yang duduk di hadapannya ini bukanlah sebuah mimpi atau sosok jelmaan.

"Kau yang membuat ini?" Tanya Aoran pada burger di piring.

"I, iya.." ujar Lily tergagap, dia jadi tampak bingung sendiri harus ngapain.

"Ini untukku?" Tanya Aoran lagi, Lily bingung harus jawab apa, sebenarnya itu untuk Herman sih, tapi kenapa om Herman malah berubah jadi muda? Lily menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengangguk kecil.

Aoran kembali tersenyum, senyum yang bisa melelehkan semua hati manusia, terutama gadis. Lily merasa wajah tampan ini bukanlah wajah yang asing, tapi dia terlalu terkejut dengan semua ini, hingga otaknya kesulitan mencerna.

"Ayo duduk, kita makan bersama.." ujar Aoran mempersilahkan Lily. Gadis itu masih saja canggung dan bingung, dia mengitari meja bar dan mengambil kursi di sebelah Aoran, pemuda itu dengan senang hati menggeser piring setelah dia mengambil satu untuknya.

Lily melirik dengan ekor mata bagaimana Aoran menggigit burger buatannya, bahkan dia bisa mendengar suara kunyahan Aoran yang begitu lahap, menyadari seseorang menyukai masakan buatanmu bukankah itu membuat hati senang.

Lily mengambil bagiannya dan ikut makan bersama, meski di kepalanya masih banyak hal membingungkan yang menggantung berat.

"Apa om Herman mengatakan sesuatu padamu?"

Uhuk!

Hampir saja Lily tersedak karena pertanyaan Aoran yang tiba tiba.

Pria itu langsung turun dari kursinya dan mengambilkan air minum, dia menyodorkan gelas pada Lily, dan gadis itu berterima kasih lalu meneguk setengahnya.

"Maaf ya, aku mengejutkan mu.. aku mendapat pesan kalau om Herman sudah di bandara, aku pikir dia sudah memberi tahumu.."

Lily menggeleng cepat. "Aku tidak tahu!" Ujarnya kemudian.

"Kenapa dia ke bandara, dia bukannya akan tinggal di sini?" Tanya Lily polos.

Aoran menarik senyuman.

"Sebenarnya dia melakukan sedikit kesalahan sih, tapi.. itu bisa dikompromikan kan?"

Lily menggelengkan kepala tak mengerti. Aoran jadi merasa gemas melihat wajah tak paham Lily.

"Kau seharusnya tidak tinggal di sini, ini adalah rumahku. Kau harusnya tinggal di tempat lain, tapi dia salah memasuki flat dan akhirnya dia harus meninggalkan dirimu di sini, bersama denganku.."

"What!" Lily setengah berteriak.

Melihat wajah bingung Lily membuat Aoran tertawa lagi, tapi dia lebih tertarik dengan burger yang tersisa di tangan Lily.

Hap!

Pemuda itu melahap habis sisa burger di tangan Lily, membuat wajah bengong Lily bertambah tambah bingung.

"Kau terlalu lama menghabiskannya, dan aku masih lapar.." ujar Aoran menggoda Lily, pemuda itu kembali ke sofa mengambil tas dan Coat nya, dia meninggalkan Lily menuju ke kamarnya.

Apa apaan ini? Lily bingung sendiri, pemuda ini dan dia akan tinggal bersama? Begitukah? Lalu..

Kenapa dia ke sana, ke situ.. ke kamar.

Dan kenapa dia membawa Coat? Ko bisa.. kenapa?

Lily segera turun dari kursi, terburu buru, hampir saja ia terjatuh dan membuat suara gaduh kaki kursi yang menyentuh lantai, dia mengejar langkah Aoran.

"Tu, tunggu.." pinta Lily mengangkat telapak tangannya, dia menghentikan Aoran yang membuka tutup code kamar, pria itu baru saja akan menekan dengan jari jempolnya.

Hah! Kamar itu pakai kode? Dan dia.. dia tahu kodenya? Mata Lily mencuri lihat dengan nafasnya yang tercekat, jadi.. apa ini artinya dia yang tersesat di sini?

Oke Lily, lupakan dulu kode kamar itu, kau harus memastikan satu hal yang sangat penting dalam hidupmu.

"Tu, tunggu sebentar. Boleh aku bertanya?"

Aoran mengangguk, itu artinya ia boleh bertanya kan.

"Kenapa kau membawa Coat itu bersamamu?" Itu adalah pertanyaan pertama Lily, Aoran mengangkat pakaian yang sudah dilipat itu ke depan wajahnya, dia mencium aroma parfum yang tertinggal.

Melihat tingkah Aoran membuat wajah Lily merah padam, shit! Dia juga melakukan hal seperti itu tadi, secara tidak langsung wajah mereka bertemu di Coat itu. Oke, hentikan pikiran seperti ini Lily, bukan saat nya.

Aoran tersenyum lagi, duh.. bisakah kau menjawab saja dan berhenti tersenyum, sepertinya kau terlalu bahagia ya hari ini, sampai sampai senyum itu tak lepas dari bibirmu. "Ini milikku, seseorang meminjamnya tadi pagi.." ujar Aoran.

Hah! Jadi orang yang membelanya pagi tadi itu, pria ini.

Kedua..

Lily sedikit memicingkan mata. "Mm.. apa kita pernah bertemu?"

Pertanyaan kedua Lily membuat Aoran sedikit kesal, pemuda itu menautkan alisnya, dia melangkah mendekati Lily perlahan lahan, hingga gadis itu sedikit memundurkan tubuhnya.

Aoran mengalihkan tatapan matanya, dia ingat bagaimana gadis ini tampil lusuh dan seperti seekor anak bebek buruk rupa di masa SMA, bagaimana dia membenci dan berpikir buruk perihal Lily.

Tapi.. sepanjang hidupnya dia selalu mengingat gadis buruk rupa yang perlahan menjelma menjadi seekor angsa putih ini. Aoran memperhatikan pakaian Lily, dia mengenakan pakaian casual ala rumahan, tapi ini jelas berbeda, Aoran menautkan alisnya.

"Pakaian mu bagus.." pujinya.

"Mm.. om Herman membelikannya untukku.." oh, pantas saja!

Ck.. om Herman melewati batas nih, baru saja aku akan membawanya keluar untuk berbelanja, tapi dia sudah melakukannya duluan. Aoran jadi jengkel.

"Ya.. sedikit cocok.." ujar Aoran malas memuji, tapi Lily sepertinya tak menginginkan pujian sih, dia malah penasaran dengan jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Jadi.. apa kita pernah bertemu?" Tanya Lily sekali lagi mengingat Aoran tak kunjung memberi jawaban.

Pemuda itu sedikit membungkukkan tubuhnya sambil menahan tas di pundaknya. Dia menatap dalam dalam mata Lily yang membuat gejolak panas di dalam hatinya.

Gila sih! Aku bisa melihat wajahnya sedekat ini, rasanya mau pingsan saja! Andai Lily bisa mendengar suara hati Aoran.

"Apa kau lupa denganku?" Tanya Aoran.

Lily menautkan alisnya.

Melihat wajah bingung Lily bukankah sudah pasti kalau gadis ini melupakan Aoran begitu saja tapi tidak sebaliknya, Aoran bahkan tak bisa menerima seratus pernyataan gadis gadis karena terus terbayang wajah bodoh teman SMA nya ini, sebenarnya mereka tidak berteman juga sih.

Aoran menurunkan wajahnya begitu dekat, hingga Lily bisa merasakan tarikan dan hembusan nafas Aoran. Gadis itu membeku.

Kenapa harus sedekat ini, mataku bisa juling! Batin Lily bingung mendapati wajah Aoran sangat dekat dengan wajahnya.

"Kalau kau lupa padaku.." tap! Aoran mendaratkan satu tangannya pada dinding.

Lily menoleh sejenak dan itu membuat sudut hidung mereka bertemu, gadis itu semakin mendesak mundur kepalanya tapi yang ada kepalanya membentur dinding.

"Mungkin kau.. akan mengingat ini.." Aoran menuntun bibirnya, semakin dekat semakin menghapus jarak, membuat pupil Lily bergetar, oh my God!