webnovel

Bree: The Jewel of The Heal

Brianna Sincerity Reinhart, putri seorang Duke yang mengepalai Provinsi Heal di Negeri Savior. Suatu hari, Bree menyelamatkan seorang wanita yang berasal dari negeri Siheyuan, sebuah negeri yang merupakan negara sahabat kerajaan Savior. Bree membawa wanita tersebut ke kediaman keluarga Reinhart dan malangnya wanita itu mengalami amnesia dan hanya mengingat kalau dia biasa dipanggil Han-Han. Ternyata wanita tersebut memiliki kemampuan pengobatan tradisional yang sangat mumpuni, sehingga Duke Reinhart memintanya untuk menjadi tabib muda di Kastil Heal. Sejak kehadiran Han-Han Bree mulai semangat menekuni dunia obat-obatan dan menjadi lebih terarah. Bree menjadi rajin untuk memperbaiki diri karena ingin mendapatkan keanggunan seperti Han-Han. Di saat Kaisar Abraham, pimpinan negara Savior, mengadakan kerjasama dengan Siheyuan, mereka menerima delegasi yang dikirimkan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuan Muda Lacey, seorang jenderal perang yang masih muda, tampan, tangguh namun minim ekspresi. Bree langsung menyukai pria tersebut saat pertama kali mencuri pandang pada Tuan Muda Lacey tersebut. Bree yang mempunyai perangai terbuka dengan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Yue Lacey namun penolakan adalah yang menjadi santapannya. Puncaknya adalah saat Yue Lacey bertemu si anggun dan cerdas Han-Han. Tuan Muda tersebut tidak menutupi ketertarikannya dan itu membuat Bree sangat tersakiti. Haruskah Bree mengalah demi Han-Han yang menjadi sumber inspirasinya? Haruskah dia melepaskan pria idamannya, Yue Lacey? Kisah berawal di provinsi Heal. Apakah nama provinsi ini akan sesuai dengan pengharapannya, penyembuh. Ini kisah lika-liku Bree dalam mencari peraduan cintanya. Kisah ini bukan hanya mengajarkan mengenai mengejar dan mempertahankan cinta karena tingkat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Siapakah yang akan mengikhlaskan, Bree atau Han-Han?

Pena_Bulat · Geschichte
Zu wenig Bewertungen
48 Chs

Be My Fiancee

Entah karena apa, aku tidak bisa mencegah air mataku kembali mengalir mendengar ucapan Azlan. Iya, Azlan benar aku masih memiliki keraguan. Iya, Azlan benar aku membuat sangkalan dalam pikiranku dengan tidak memandang Azlan sebagai sosok seorang pria. Aku selalu menganggapnya sebagai seorang sahabat dari masa kecilku. Aku membatasi diriku demi menyelamatkanku dari dikecewakan. Aku senantiasa membentengi diriku untuk tidak menimbulkan rasa yang lebih antara aku dan Azlan. Aku tidak siap untuk merasakan patah hati. Aku tidak mampu seperti Kak Leon yang senantiasa mampu mengalah demi kebahagian orang yang disayanginya. Akankah aku siap kalau hal ini terjadi nanti?

"Bagaimana kalau itu kau yang menemukan seseorang yang menaklukan hatimu?"

Seperti dugaanku, Azlan hanya terdiam dan dia tak berkata apapun.Aku sedikit mencelos melihat Azlan yang mendadak terdiam tidak menjawabku. Sudah jelas bukan? Azlan masih terikat dengan rasanya dulu.

"Bree," Azlan kembali mendongak melihatku, "Jika memang aku akan menjadi seperti perkataanmu tadi, tentu itu akan membuat kita dalam posisi yang sulit. Aku tidak bisa menjanjikanmu apapun." Azlan menjeda, "Aku terdengar brengsek ya?" Dia kembali mengulas senyum dan itu turut menular padaku.

"Itu memang kata yang selalu kusematkan untukmu." Azlan tak terlihat tersinggung sama sekali.

"Aku hanya ingin menjalani hari-hari yang ada sekarang dengan selalu belajar untuk mencintaimu. Orang bijak berkata, cinta hadir karena terbiasa. Dan aku sudah terbiasa dengan adanya dirimu, Bree."

"Jadi kita harus bagaimana?" Aku menatap Azlan tanpa berkedip.

"Pandanglah sebagai seorang pria Bree! Biasakan dirimu dengan pendekatanku! Berhentilah membuat sangkalan dalam dirimu! Selama ini kau selalu membuat benteng dalam dirimu."

"Aku tidak sanggup untuk menghadapi kekecewaan, Azlan."

"Jadi jangan mengharapkan kekecewaan. Mari kita membangun hari-hari yang akan membuat kita bahagia! Tak perlu kita membayangkan siapa yang akan mengecewakan siapa! Cukup kita hidup dan menjalani masa sekarang dengan bahagia dan penuh kesyukuran. Hidup kita untuk hari ini, Bree. Jadi, kita cukup melakukan yang terbaik untuk hari ini. Dengan memiliki keraguan di hari ini, itu akan menjadi penyebab hari esok yang penuh kerapuhan. Namun, jika kita melakukan hal sebaliknya, kita berusaha melakukan yang terbaik untuk hari ini, mudah-mudahan Yang Maha Kuasa akan senantiasa memberikan bentuk penghargaan yang terbaik untuk usaha terbaik kita."

Aku mencernai perkataan Azlan. Azlan benar, aku terlalu dibutakan oleh kekhawatiranku sendiri. Aku memenjarakan pikiranku sendiri.

"Terima kasih, Azlan. Teruslah menjadi Azlan yang senantiasa mengingatkanku saat Bree ragu." Aku tersenyum tulus padanya dan Azlan memberdirikanku masih sambil menggenggam tanganku.

"Jadi, apa jawabanmu?"

Aku mengangguk, "Aku akan mencoba itu." Azlan langsung mendekapku erat setelah mendengar jawabanku.

"Kita kembali ke paviliun sekarang, ya." ajaknya setelah melepas dekapannya.

"Iya. Kita sudah berada di luar terlalu lama."

Kami berdua berjalan menuju kuda kami masing-masing. Aku merasa lebih ringan setelah membuat perdamaian dengan diriku.

Saat kami telah mencapai kuda masing-masing, Azlan justru membatalkan niatnya untuk menaiki kudanya. Pangeran Savior itu justru mendatangi kudaku, mendatangiku, tepatnya.

"Bree, after our long discussion." Azlan menjeda dan aku bisa pastikan akan ada semacam ide gila yang akan disampaikannya. "Aku ingin mengatakan hal ini sejak lama, tapi mungkin ini saat tepatnya." Perasaanku semakin memberi sinyal akan kegilaan ide yang akan diucapkannya. "Will you be my fiancee, Bree?"

Sudahkah kukatakan kalau Azlan itu penuh dengan ide gila dan nakal? Sudahkah kukatakan kalau aku merasa akan adanya sesuatu yang luar biasa keluar dari bibir merahnya itu? Aku benar, kan?

"Bree, what say you?" Azlan menatapku dalam.

"I say..." Aku sengaja menggantung ucapanku. Pria ini harus diberi sedikit pelajaran.

"What?" sahutnya pelan.

"AKU BAKALAN BANGUNIN KAK LEON DAN MINTA DIA LANGSUNG BUAT PANGERAN SABLENG INI BABAK BELUR." Aku menjawab dengan nada tinggi dan sangat cepat. "Mau?" sambungku.

"Ya, jangan gitu la, Bree. I do really say something serious."

"Bree tau kalau Azlan berucap serius. Tapi, kau itu tidak mengenal waktu dan tempat." jelasku. Aku tidak ingin Azlan salah menanggapi teriakanku tadi.

"Ah..." Hanya itu tanggapannya sebelum kembali ke kudanya. Aku tidak melihat ekspresi kecewa, jadi dapat kusimpulkan dia telah menyimpan satu rencana gila lainnya.

"Bree!" Azlan kembali mengurungkan niatnya untuk menaiki kuda.

"Ya." jawabku seraya menatapnya penuh tanda tanya.

"Kau belum berkunjung ke Kastil Graham?" Aku menggeleng lemah.

"Kau tau sendiri apa yang kualami selama dua hari ini. Aku belum mengetahui apa pun mengenai kabar Kak Han-Han atau pun Kak Yue. Aku bahkan belum berbincang dengan Naena."

"Mau ke sana?" tawarnya.

"Bukan ide yang buruk. Mereka sudah bangun?" Azlan mengedikkan bahunya.

"Aku menemui ayah dan kedua tetua di sana tadi malam. Saat aku ke sana, mereka berdua masih belum bangun."

"Baiklah. Kita bisa langsung ke Kastil Graham." tawarku dan Azlan mengangguk setuju. Kami langsung melajukan kuda menuju Kastil Graham.

Keadaan mereka berdua yang kuketahui adalah kondisi mereka saat di dalam gua, Kak Han-Han yang terluka dan dalam keadaan sangat lemah serta Kak Yue yang terkena racun dari pedang wanita penyihir itu.

"Paman Ab tinggal di Kastil Graham?"

"Ayah tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berada di dekat dua tetua itu. Kata Ayah, berada di dekat mereka membuatnya merasakan kehadiran Kakek Troy."

"Aku juga belum sempat menyapa para tetua. Sungguh kesan yang buruk."

"Akan langsung kita lakukan saat kita tiba di Kastil Graham." Aku mengangguki ucapan Azlan. Kami mempercepat laju kuda, wilayah Kastil Graham sudah terlihat.

Saat tiba di depan gerbang Kastil Graham, di sana terlihat kesibukan para pekerja yang mondar-mandir. Semua terlihat sibuk, sibuk dalam artian yang sebenarnya. Mereka terlihat membangun sesuatu, ada lebih dari seratus orang pekerja.

"Azlan, ada apa ini?"Aku menyuarakan keherananku.

"Ayah mendatangkan para pekerja bangunan khusus dari Savior."

"Untuk?" potongku.

"Tebak saja sendiri!"

"Jangan katakan Paman Ab membangunkan paviliun khusus untuk kedua tetua."Azlan hanya mengedikkan bahunya.

"Dan ini semua dimulai..."

"Baru tadi malam." jawab Azlan sambil tersenyum karena kami berdua merasa aksi Paman Ab kali ini sangat WOW.

"Baru tadi malam dan mereka telah merampungkan sebagian pekerjaan."

"Seperti yang kau lihat sendiri. Dan silahkan bayangkan betapa sibuknya suasana di sini."

"Sangat amazing."

"Begitu Ayah mendengar kalau kedua Tetua ingin menetap di Heal, Ayah langsung mengerahkan kuasanya untuk memulai pembangunan. Provini Mining dan Port menjadi daerah yang paling sibuk dalam memenuhi tugas ini."

Aku mendekati Paviliun yang baru terbangun separuh. Azlan juga berjalan mengiriku.

"Bree dulu sangat tidak percaya kalau para jin yang tunduk pada King Solomon mampu membangun istana megah untuk Ratu Balqis dalam waktu singkat. Namun, melihat apa yang dilakukan orang-orang Paman Ab, aku menjadi sangat yakin dengan apa yang terjadi pada masa King Solomon."

Azlan hanya tersenyum menanggapi ucapanku.

Tiba-tiba kami melihat Kak Li Ho berlari tergesa ke arah paviliun yang menjadi tempat kediaman Kak Yue. Raut wajahnya terlihat cemas. Aku menatap Azlan dengan cemas. Azlan mengisyaratkanku untuk segera menyusul langkah Kak Li Ho.