webnovel

B17 - Hope

****

Danica terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa begitu lelah. Ia pun langsung menemukan Stella yang masih tertidur disampingnya, ingatannya pun kembali berkelana kejadian semalam.

"Ahh shit."

Danica langsung menggeram kesal saat dirinya dengan bodoh harus menunjukkan kegilaannya itu didepan banyak orang, ia langsung turun dari kasur menuju kamar mandi.

"Akhh…."

Danica yang akan mengangkat tangannya pun langsung terhenti saat rasa ngilu menjalar pada lengan kanannya, ia langsung teringat jika semalam dirinya membabi buta samsak gantung di tempat latihannya.

"Aisshhh.."

Dengan perlahan Danica melakukannya pelan pelan karena lengannya terasa begitu sakit dan tidak sedikit ia meringis pelan saat melakukan aktifitas seperti memakai seragam atau berusaha untuk mengucir rambutnya.

"Aku berangkat Kak…"

"Tidak sarapan dulu?"

"Nanti saja."

Danica langsung berjalan keluar rumah menuju ke sekolah, ia hanya sedang kacau. Mata sembab bahkan kantung mata terlihat dengan jelas, lihat bagaimana kacaunya keadaan Danica pagi ini.

Ia pun berniat membolos untuk memulihkan keadaannya sebentar, hari ini Danica berangkat tanpa Belinda. Ia hanya tidak ingin membuat sahabatnya itu khawatir, Danica pun bergegas dengan segera.

Sesampainya di sekolah Danica pun langsung segera masuk kekelas untuk meletakkan tasnya, untung saja beberapa temannya sudah ada yang datang.

"Mar tolong sampaikan pada ketua kelas nanti jika ada guru yang tanya katakan saja aku sedang ada rapat dengan anak dance lainnya."

"Iya."

"Terimakasih."

Setelah mengucapkan itu Danica langsung melangkah pergi sebelum teman temannya menyadari kekacauannya, jelas Danica tidak bisa memberitahu ketua kelas langsung karena Rehal adalah ketua kelasnya.

Ia berjalan menuju ke UKS berniat untuk istirahat, namun langkahnya harus terhenti saat teriakan kesal terdengar pada rungunya. Danica pun langsung menolehkan kepalanya menatap keasal suara.

"Bara? Ada apa?"

TAK

"Argghh, sakit bodoh." Danica mengusap dahinya pelan sembari menatap Bara dengan kesal sedangkan Bara menatap dengan tajam.

"Apa yang kau lakukan kemarin bodoh? Kau mau membunuh dirimu sendiri?"

"Aku?"

"Ah kau terlalu sibuk dengan Kharel ternyata, bagaimana pelukan Kharel semalam? Senyaman itu sampai lupa disana bukan hanya ada Kharel."

Danica membelalakkan matanya terkejut, ucapan Bara mampu membuat Danica mendengus sebal.

"Kau bodoh atau apa? Bagaimana mungkin pelukannya bisa senyaman itu?"

"Karena kau tak mau melepaskannya."

"Itu hanya karena keadaan."

"Tidak, kau merindukannya."

"Enak saja, itu hanya tidak sengaja."

"Tidak, kau masih mencintainya."

Skakmat.

Danica kalah dan ia hanya mampu terdiam sedangkan Bara langsung menatap Danica kesal, perdebatannya dengan Bara kali ini bukan dia yang memenangkannya dan Danica membenci itu.

"See, aku benar bukan? Kau masih terjebak masalalu mu."

"Ahhh sudah masuk sana ke kelas mu bel akan segera berbunyi."

"Kau mau mengubah pembicaraan ternyata."

"Berhenti omong kosong Bar, aku lelah jadi jangan menggangguku."

Danica langsung melangkah pergi meninggalkan Bara yang menatapnya dengan kesal sedangkan Danica hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.

*****

"Bagaimana keadaan Kak Danica semalam?"

"Dia baik baik saja, terimakasih sudah memberitahuku Dam."

"Tidak masalah, lagipula aku juga bingung bagaimana harus menghentikannya yang seperti kesetanan."

"Kau memberitahu Rehal juga semalam?"

"Kak Rehal saat itu ada latihan dan baru selesai karena aku bingung jadi aku memberitahu dia juga."

"Baiklah kalau begitu, terimakasih. Aku harus segera masuk kelas."

"Eoh…"

Kharel langsung memutus sambungan pada ponselnya, ia langsung bernafas lega. Fikirannya melayang pada kejadian semalam, dimana ia melihat bagaimana rapuhnya Danica dan ia tidak bisa berbuat apapun.

"Memikirkan apa?"

Kharel langsung tersadar dari lamunannya kemudian menggelengkan kepalanya sembari menatap teman dekatnya itu.

"Tidak ada, ayo ke kelas."

"Aku tadi melihat Kak Danica berjalan menuju UKS, dia sakit?"

Langkah Kharel langsung terhenti begitupun juga dengan Kevin, ia pun menatap Kharel dengan bingung.

"Dia di UKS?" Kevin hanya menganggukkan kepalanya.

"Aku pergi dulu, kalau Guru San mencariku bilang saja sedang ada perkumpulan dengan Team basket."

Kevin menatap kepergian Kharel yang tiba tiba dengan bingung, dia semakin bingung dengan sikap Kharel yang suka tiba tiba berubah jika sudah membicarakan Danica.

"Dia semakin aneh."

Kharel sendiri berlari untuk segera cepat sampai di UKS, fikirannya sekarang hanya dipenuhi oleh Danica namun lajunya terhenti saat Bara menghadang jalannya.

"Aisshh sialan…"

"Hei, kau mengumpat padaku?"

"Tidak ada waktu untuk berdebat, sekarang minggir dari hadapanku."

"Tunggu dulu, aku belum mendapatkan jawaban yang semalam. Kenapa kau ada disana semalam?"

"Bukan urusanmu."

"Jelas itu urusanku."

"Kenapa begitu? Memangnya Danica siapa? Kenapa bisa menjadi urusanmu? Kekasihmu saja bukan."

"Jelas urusanku, dia temanku."

"Dan itu juga menjadi urusanku karena dia cintaku."

Bara terdiam, bukan jawaban seperti itu yang dia inginkan. Hal diluar dugaannya dan mampu membuat darahnya mendidih berhadapan dengan Kharel.

"Dia bahkan bukan kekasihmu."

"Dia juga bukan kekasihmu, sudah pergi sana bodoh." Kharel langsung mendorong tubuh Bara untuk menyingkir dari hadapannya, ia pun kembali berlari menuju ke UKS.

"HEI BOCAH TENGIK, sialan…."

Kharel menetralkan nafasnya, ia menatap penuh harap pada pintu UKS. Berharap didalam sana bukan keadaan yang ada dipikirannya, ia pun membuka pintu UKS perlahan.

"Danica…."

Kharel langsung melangkah masuk menuju salah satu ranjang UKS yang sudah terbaring sosok gadis kecil, ia pun tersenyum tipis menatap Danica.

"Ada yang sakit?"

Perlahan Danica membuka matanya dan menatap Kharel dengan bingung, ia pun langsung mencoba mendudukkan dirinya.

"Kenapa disini?"

"Karena kau disini."

"Lalu apa hubungannya? Dasar aneh."

"Kau sakit?" Kharel tak mengindahkan gerutuan Danica, sesuatu yang coba Danica kubur pun terasa kembali hadir membuatnya merasa begitu sesak.

"Aku baik baik saja."

"Lenganmu baik baik saja?"

"Tidak ada yang serius Rel."

"Aku disini, jika tidak ada yang mendengar maka telingaku akan mendengarkannya, jika tidak ada yang melihat mataku akan melihatnya dan jika tidak ada hati yang mau mengerti maka hatiku akan mengertinya. Jangan merasa sendiri Danica."

Danica terdiam, bukan ini yang dia harapkan dan bukan kalimat itu yang ia inginkan. Danica hanya takut untuk kembali berharap.

"Lalu kau akan kembali pergi?"

"Tidak Danica, aku akan tetap berusaha untuk tinggal. Kau tidak akan sendirian lagi."

"Dan kau akan mengingkarinya lagi."

"Dan aku akan tetap berusaha utuk kembali menepatinya meski terlambat."

"Dan kau akan kembali menorehkannya."

"Setidaknya lupakan Bara maka tidak akan luka baru lagi."

"Dan luka itu akan masih sama dari dirimu Tuan Kharel Maximilan."

"Aku hanya tidak menyukai kamu yang terus berusaha menyerah tanpa ingin bangkit lagi."

Pelukan hangat itu Danica dapatkan tanpa aba-aba, pelukan Kharel selalu membuatnya nyaman. Selalu menjadi candu akan hangatnya dan Danica tidak bisa mempungkiri bagaimana ia merindukan sosok yang mendekapnya saat ini.

"Aku hanya tidak mau melihatmu seperti kemarin lagi Danica."

****