webnovel

Kenyataan

Kupikir segampang itu, aku telah membuat hidup ini benar-benar berakhir, ketika kulihat dengan mata kepalaku sendiri wanita yang selama ini aku pertahankan terbaring dilantai dengan darah yang tidak berhenti keluar.

"Seunghee !" Panggilku sambil menepuk nepuk pipinya.

Tak ada pergerakan olehnya.

Air mataku terjatuh hingga kelantai,rasanya hidupku telah runtuh seketika.

"Apa yang terjadi?" Aku tak berhenti sedikitpun untuk membangunkannya.

"Seunghee ah!" Teriakku.

"Sungjae ada apa?".

Aku terbangun dengan keringat di dahiku,aku tatap Seunghee yang sedang berbaring disampingku yang terlihat begitu mengkhawatirkanku.

"Kau bermimpi buruk?" Tanyanya lagi.

Aku hanya mengangguk seraya menariknya kedalam dekapanku "syukurlah, aku benar-benar takut jika mimpi itu kenyataan, tetaplah disisiku" ucapku penuh perasaan.

Ia tidak bertanya apapun lagi ia hanya mengangguk pelan, aku legah semua hanyalah mimpi.

Suara ponselku tiba-tiba berdering hingga terpaksa aku harus keluar dari kamar itu dan menjauhi Seunghee setelah melihat nama yang tertera disana.

"Ada apa Hyunggu?" Tanyaku setelah mengangkat telpon itu.

"Aku sudah menemukan pak tua itu dia berada di Daegu" setelah kemarin kami gagal melakukan misi terakhir karena Tuan Oh tidak ditemukan di apartemen biasanya akhirnya malam ini sepertinya misi itu sudah bisa dilaksanakan.

"Bagus, malam ini kita akan kesana" ucapku langsung mematikan telponnya setelah ku rasa ada seseorang yang mendekat padaku.

"Dari siapa?" Tanya Seunghee.

"Biasa adikku" jujurku.

Seunghee terdiam kulihat dari sorot matanya ia sedikit ketakutan "jangan khawatir, dia hanya bertanya kabarku" dustaku.

"Ah begitu, syukurlah" legahnya.

Aku kembali memeluknya dan mencoba meyakinkannya " Jangan khawatir aku akan melindungimu meskipun dengan nyawaku taruhannya" ucapku yakin.

"Jangan , kau akan menyiksaku jika seperti itu, aku tidak bisa hidup tanpamu lebih baik kita mati bersama-"

Aku menatapnya dengan tegap ku pegang kedua pipinya untuk meyakinkannya "Kita akan hidup bersama selamanya, kita harus berjanji " tekanku.

Maafkan aku sebenarnya aku tak yakin jika malam ini aku akan kembali padamu, tapi demi menyelesaikan semua dendam itu aku akan mencoba bertahan.

Waktu terus berjalan rasanya seperti waktu kematian makin mendekat, aku sedikit gugup dan gelisah tapi perasaan itu ku buang jauh-jauh.

Memang dendam ini harus diakhiri bagaimanapun hasilnya nanti, aku dan Hyunggu memang harus siap untuk mati kapanpun.

Karena seperti jawaban sebelumnya, ini sudah jalan yang kami ambil sejak lama.

Ku tengok jam di dinding yang kini berada pada pukul 17: 26 ,aku menghela napas berat sekitar 3 jam lagi aku harus sudah ada disana bersama Hyunggu.

Telponku kembali berdering aku segera mengangkatnya namun anehnya telpon itu kembali dimatikan.

"Apa Hyunggu salah tindis?" Gumamku.

Ku lirik Seunghee yang sedang serius belajar karena besok ia akan ujian, karena merasa tidak diperhatikan aku mencoba menjauh dan kembali menelpon Hyunggu.

Namun aku tidak mendengar apapun disana, perasaanku menjadi buruk, apakah ini karena aku gugup ataukah memang ada sesuatu yang buruk yang telah terjadi.

Sepertinya aku harus memeriksanya sendiri, aku mendekati gadisku yang masih asyik belajar itu dan berpamitan padanya.

"Aku harus pergi" ucapku singkat.

"Kemana?"

Rasanya aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini "Aku ingin memastikan sesuatu" kataku.

Gadis itu tertunduk seolah ia tahu apa yang sedang ku bicarakan.

"Kau janji akan kembali?"

Deg.

Aku menunduk tak yakin dengan jawaban yang akan ku lontarkan padanya " Doakan aku" hanya itu yang bisa kukatakan padanya.

Ia menghapus air matanya yang tiba-tiba saja keluar, apa dia mengetahui rencana kami? Entahlah.

"Aku akan menunggumu" jawabnya.

"Ya" balasku singkat.

Telponku kembali berdering namun saat kuangkat sama saja, tidak ada jawaban sama sekali.

"Baiklah...aku pergi dulu" aku mengecup dahi Seunghee lalu keluar dari rumah itu.

Semoga kita bisa bertemu kembali Seunghee.

Akhirnya aku telah sampai tempat dimana aku dan Hyunggu akan bertemu, ya itu di markas kumuh kami.

Saat kubuka pintu yang pertama kulihat bukanlah Hyunggu melainkan Tuan Oh yang sedang terduduk dikursi goyang alias kursi yang kami juluki kursi kematian.

Ia bukan sedang dalam ketakutan seperti orang-orang yang pernah duduk disana namun ia sedang duduk santai sambil tersenyum licik kearahku.

"Yook Sungjae" panggilnya berpura-pura kaget.

"Wah sungguh kebetulan,kau sangat mirip dengan kekasih anakku, atau jangan-jangan kau orang yang sama" lanjutnya.

Aku tidak menghiraukannya, mataku menelusuri tempat kumuh itu untuk mencari adikku yang pasti saat aku belum ada ia disiksa tau bahkan-.

"Hyunggu!" .

Hyunggu terbaring dibak mandi dengan keran air yang masih menyala, badannya dipenuhi air dan juga darah yang bercampur,tepatnya air di bak mandi itu telah menjadi merah.

Aku syok melihat pemandangan mengerikan itu.

Saat aku ingin mendekatinya tiba-tiba saja beberapa orang menahanku dan mendudukanku di kursi kematian itu, 4 pria besar itu mulai mengikatku.

"Kau juga harus merasakan siksaan di kursi itu"kata Tuan Oh penuh kemenangan.

Aku menatapnya tajam "Kau apakan adikku!" Bentakku.

Aku tidak peduli akan siksaan yang akan aku hadapi yang terpenting hanyalah menyelamatkan Hyunggu, rasanya aku ingin menggantikannya, mengapa semua ini terjadi padanya.

"Hanya bermain sebentar tapi ia malah tertidur selamanya" ucapnya enteng.

Aku mengepalkan tanganku, itu tidak benarkan? Hyunggu tidak mungkin mati, tadi pagi ia baru saja menelponku.

Aku ingat saat ia menelpon tadi tak biasanya aku langsung mematikan telponnya, jika saja aku tahu itu terakhir kalinya aku mendengar suaranya maka aku akan, air mataku tiba-tiba menetes.

"Tidak mungkin adikku mati secepat itu" gumamku.

"Aku salah seharusnya dulu aku membunuh kalian saja namun aku terlalu baik makanya-"

"Terlalu baik katamu, lebih baik kau membunuh kami daripada hidup dengan penderitaan seperti ini!"

"Oh jawabanmu sama dengan adikmu yang lemah itu" sahutnya.

"Jika itu menjadi pilihan kalian baiklah aku akan membunuhmu juga" lanjutnya seraya melangkah mendekatiku dengan membawa sebuah pisau dengan bekas darah yang kuyakini darah Hyunggu.

Langkahnya berhenti setelah seseorang datang ,mataku membulat dengan apa yang telah kulihat hari ini, Seunghee datang dan berdiri disamping ayahnya.

Kenyataan macam apa ini.

Ia berbicara seolah-olah tidak mengenalku yang sedang berada didepannya.

Apa aku telah ditipu, seolah aku benar-benar merasa bersalah pada Hyunggu, selama ini Hyunggu benar ia terus memperingatiku soal Seunghee namun aku terlalu jatuh cinta.

Aku akhirnya sadar telah dikuasai olehnya.

Hyunggu Hyung-mu ini sungguh bodoh.