webnovel

Pandangan Pertama

Maaf, Pak. Kalau boleh tahu kenapa Bapak saya kemari, ya?" tanya Mosa hati-hati. Perasaannya sudah menyeruak ingin mengetahui alasan kenapa ia diundang sendirian sedangkan orang sekolah tidak ada yang diundang. "Saya hanya ingin makan bersama Bu Mosa saja." Jawaban kepala sekolah membuat kening Mosa mengernyit. Alasan yang tidak diharapkan Mosa. "Tapi, Pak. Saya tidak mengerti." Andre hanya menyimak pembicaraan antara Ayahnya dan Mosa sembari menikmati makanan yang tersedia. "Sudah Bu Mosa makan saja. Silakan dinikmati jauh-jauh kemari cuma makan sedikit nanti rugi," sahut kepala sekolah santai. Ia memang menyadari Mosa sedang menyelidik dirinya tetapi kepala sekolah tetap bersikap santai. Sebelumnya saat di rumah Andre. Ayahnya meminta untuk ikut bersamanya. "Maaf, Yah. Untuk apa? Aku masih punya waktu tiga bulan lagi. Bukankah begitu Ayah bilang. Tetapi kenapa sekarang harus bertemu dengan perempuan ingatan Ayah." "Sudahlah, Dre. Kamu jangan banyak menolak. Ayah tidak yakin kamu bisa menemukan perempuan yang kamu inginkan dalam waktu tiga bulan. Jadi sebaiknya kamu ikut Ayah saja. Semoga saja dia bisa juga." "Ayah mengingkari janji Ayah sendiri berarti. Bukankah Ayah yang mengatakan jangan sampai kita ingkar janji. Kenapa justru Ayah yang melanggarnya?" Andre semakin kesal dengan tingkah Ayahnya yang seolah memaksakan kehendak. "Andre. Kamu ikut Ayah saja dulu. Dia juga belum tentu mau sama kamu. Dia ini sepertinya akan susah kamu takhlukkan jadi Ayah mau mengambil dulu start agar tidak ada yang mendekatinya sebelum kamu." Lagi-lagi Andre ingin menolak, tetapi perkataan ayahnya barusan membuat ia jadi penasaran. Kenapa belum tentu mau sama dia. Berarti Andre merasa kalau perempuan yang dimaksud ini adalah perempuan yang mahal. "Baiklah, Yah. Aku setuju. Jam berapa kita berangkat?" "Nah, bagus itu. Sebentar, Ayah akan menelponnya. Semoga saja dia mau." Andre kembali bingung. Ayahnya mengajaknya untuk bisa makan dengan perempuan ingatan tetapi justru harus perempuannya juga mau. Berarti Ayahnya belum mengajak bicara perempuan sebelumnya. Ayah Andre kemudian mengirimkan pesan kepada seorang yang dimaksud. "Gimana, Yah?" tanya Andre. "Belum dibalas. Semoga saja dia mau." Menunggu cukup lama akhirnya dapat balasan dari Mosa jika berkenan untuk datang. "Alhamdulilah dia mau, Ndre. Kamu siap-siap saja. Kita harus datang lebih awal untuk menyiapkan segala sesuatu," tutur Ayah Andre. "Baiklah, Yah. Aku jadi penasaran sama perempuan yang Ayah maksud itu. Tapi kenapa manggilnya Bu sih? Apa dia ibu-ibu?" sahut Andre. "Sudah, kamu lihat saja dia siapa baru kamu tahu jawabannya." Ayah Andre tegas seakan memberikan kejutan pada putranya. Andre dan Ayahnya kemudian berangkat ke sebuah restoran yang cukup ternama. Mereka memesan beberapa menu dan dengan dekorasi yang apik. Andre semakin antusias menunggu kedatangan perempuan yang dimaksud ayahnya. Saat bertemu dengan Mosa, Andre seperti tidak asing dengan Mosa. Tetapi ia tidak langsung mengatakan. Ia masih ingin merasa asing untuk mengenal lebih jauh perempuan yang ada di hadapannya Andre merasa bahwa ia ingin lebih jauh kenal dengan Mosa tetapi tidak mengatakan jika ia pernah melihatnya sebelumnya. Andre memperhatikan setiap gerak gerik Mosa. Ia juga tahu kalau Mosa merasa sedikit tidak nyaman berada di sana. "Mosa, apakah kamu merasa tidak nyaman di sini?" tanya Andre. "Em, sedikit. Karena tidak biasa," sahut Mosa dengan gugup. "Baiklah, kamu segera selesaikan makanmu lalu kamu bisa pulang agar bisa pulang. Ayah memang sengaja mengundang kamu kemari seorang saja. Karena ingin mengenalkan kamu dengan aku. Tetapi kita juga tidak memaksa. Mungkin ke depan bisa bertemu dengan tidak melibatkan ayah. Aku yang akan datang ke rumah kamu saja. Kalau perlu aku akan datang dan akan melamar kamu segera," jelas Andre. Mosa terkejut dengan ucapan Andre. Ia baru saja bertemu dengan laki-laki yang dengan berani pada pandangan pertama sudah menyatakan untuk melamar. Ayah Andre pun tidak kalah terkejut. Ia hanya menatap dari samping putranya. Padahal selama ini akan dikenalkan dengan Mosa seperti ogah-ogahan tetapi begitu pertama kali sudah menyatakan diri siap melamar.

Kamu serius, Dre?" tanya ayah Andre tidak percaya.

"Serius, Yah," jawab Andre tegas.

Mosa menelan saliva. Ia masih tidak percaya dengan suasana itu.

"Maaf sebelumnya. Aku adalah seorang janda. Dan kamu adalah perjaka. Sebaiknya kamu mencari gadis saja," tolak Mosa.

Benar apa yang dikatakan Ayah Andre. Kalau perempuan yang akan dikenalkan pada Andre bisa saja menolak Andre.

Tetapi Andre tidak kehabisan akal. Sebelumnya memang sudah ada bayangan kalau ia ingin menikahi mantan istri temannya yaitu Roni. Dan saat ini ada di hadapan dan sedang dikenalkan langsung oleh Ayahnya. Andre begitu yakin untuk bisa mendapatkan Mosa.

"Tidak, saya yakin. Kamu adalah orang baik. Saya mengetahui hal itu tetapi tidak perlu kamu tahu dari mana. Intinya aku akan menerima kamu apa adanya. Dan segala konsekuensi aku siap menanggung semuanya. Tetapi aku tidak akan menyesal dengan apa yang sudah aku putuskan ini," jelas Andre sembari meyakinkan.

"Maaf, aku masih tidak ingin berbicara tentang pernikahan kembali. Jujur aku masih trauma dengan yang namanya pernikahan. Jadi sebaiknya kamu mencari perempuan lain saja," lagi-lagi Mosa menolak Andre.

"Sebentar! Saya mencoba menengahi. Bu Mosa, jujur tadi saya kemari hanya ingin mengenalkan Bu Mosa kepada putra saya ini. Andre ini adalah anak saya satu-satunya. Saya mau mengenalkan dengan Bu Mosa karena Bu Mosa ini adalah orang baik yang pernah teraniaya. Saya juga tidak menyangka jika Andre ini bisa mengatakan melamar begitu cepat. Mungkin Bu Mosa cukup terkejut dengan ini. Tetapi saya harap Bu Mosa bisa memikirkannya terlebih dahulu!" pinta ayah Andre.

Mosa bergeming. Ia masih memikirkan segala sesuatu yang baru saja ia terima.

"Bagaimana Bu Mosa?" tanya Ayah Andre.

"Baik, saya sudah memikirkannya. Saya akan tetap menolak anak Bapak. Bukan karena anak Bapak yang tidak baik atau saya yang belum mengenalnya. Tetapi karena saya memilih untuk tidak menikah. Jadi mohon memaklumi pilihan saya. Dan saat ini saya pamit dari sini, Pak. Assalamualaikum," pamit Mosa. Ia tidak bisa lagi berada di sana. Kalau di sana terus ia akan terus dipaksa untuk mau menerima Andre, padahal jauh di dalam hati Mosa, ia sebenarnya ingin kembali menikah. Tetapi dengan pernikahan yang membahagiakan bukan seperti pernikahan sebelumnya.

Mosa kemudian bergegas meninggalkan restoran tersebut dan memilih untuk ke bioskop sesuai rencana sebelumnya.

Di restoran, Ayah Andre mencoba menginterogasi Andre.

"Dre, kamu serius dengan apa yang kamu katakan tadi? Atau hanya main-main saja?" tanya Ayah Andre.

"Tidak, Yah. Kalau sejak awal Ayah kenalkan aku dengan Mosa aku tentu tidak akan menolak. Aku sudah mengenal dia sebelumnya. Meskipun aku belum pernah bertemu."

"Memangnya kamu kenal dari mana?"

"Dia itu mantan istri dari temanku, Yah. Temanku itu memang anak Mama. Dia apa-apa kata ibunya. Dari ceritanya saja aku sudah kasihan dengan Mosa. Mantan suaminya itu namanya Roni. Mungkin ayah pernah mendengar nama Roni sebelumnya saat aku pernah bertemu dengannya beberapa waktu yang lalu."

"Kalau tidak salah ingat iya, Ayah ingat."

"Nah, itu. Roni menceritakan kejelekan Mosa. Tetapi yang aku tangkap adalah, Mosa tersakiti karena ulah dari Roni sendiri. Mosa merasa begitu trauma atas perlakuan Roni. Bahkan ibunya Roni pun turut menyakiti perasaan Mosa. Hal itulah yang membuat aku ingin bertemu dengan Mosa, bahkan ingin membahagiakan Mosa. Tetapi tadi Ayah mengajak aku bertemu dengan Mosa hatiku sudah sangat senang. Seperti yang Ayah katakan belum tentu dia menerima aku. Tetapi aku akan berusaha mengambil hatinya. Aku ingin membahagiakan dia, dan menunjukkan pada Roni bahwa Mosa adalah perempuan yang baik. Tidak seperti istrinya yang saat ini."

"Jadi mantan suami Mosa itu sudah menikah lagi?" tanya Ayah Andre.

"Sudah, Yah. Aku kemarin kan juga datang di pernikahannya itu. Tetapi aku merasa tidak yakin istrinya yang baru itu tidak lebih baik dari Mosa. Maka dari itu aku ingin memiliki Mosa dan ingin membuat Mosa merasakan pernikahan yang indah," Andre bertekad.