webnovel

BERAKHIR CINTA

Baru lulus sekolah Bela harus menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya yang bernama Raka yang tidak lain adalah kakak kelasnya ketika duduk di bangku SMA yang terkenal dingin dan cuek. Bela menikah tidak atas nama cinta melainkan karena keterpaksaan. Dimana keluarga besar Raka yang berasal dari orang kaya, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng hanya karena skandal mereka di masa lalu ketika masih sekolah. Bela harus menerima kenyataan kalau suaminya itu masih mendambakan cinta pertamanya yang bernama Dona. Bela berusaha menjadi istri yang baik dan belajar mencintai Raka ditengah getirnya menahan rasa sakit karena harus memperjuangkan seseorang yang tidak mencintainya.

clarasix · Teenager
Zu wenig Bewertungen
430 Chs

Bab 8 Ikut Lomba Menyanyi

Kebetulan hari ini sedang ada perayaan hari ulang tahun SMA Putera Bangsa. Dimana sekolah Bela saat ini sedang merayakan hari jadinya yang ke 45. Pihak panitia OSIS menyelenggarakan event-event yang seru. Tidak terkecuali di kelas 11 IPA 1 yang saat ini sedang berdiskusi untuk membahas dan menunjuk beberapa murid untuk maju dalam perlombaan yang diadakan sekolah.

"Ayo, kita mulai diskusinya."Dirga maju kedepan sebagai ketua kelas yang akan memimpin jalannya diskusi di kelas.

"Siap." Jawab Dina yang duduk di bagian belakang. Dia adalah satu-satunya yang paling semangat bila mengikuti perintah Dirga, laki-laki yang membuatnya jatuh hati itu.

"Kita bahas yang mana dulu ini ?"tanya Dirga yang sudah berdiri di depan sambil menatap satu persatu teman-temannya yang duduk di bangkunya masing-masing.

"Mending kita bahas bagian olahraga dulu."Fahrul teman sebangku Dirga memberi solusi.

"Ok kalau begitu. Kita bahas yang perlombaan bola basket sama voli dulu habis itu futsal."kata Dirga setuju dengan saran Fahrul.

Akhirnya Dirga beserta teman satu kelasnya sudah menetapkan beberapa nama untuk mengikuti acara perlombaan tersebut. Begitu seterusnya. Hingga tidak terasa kini tinggal menentukan nama untuk mewakili kelas 11 ipa 1 dalam acara menyanyi.

"Ayo sekarang kita pilih yang pintar nyanyi disini siapa?"tanya Dirga kepada teman satu kelasnya.

"Itu lho Raisa kan bisa nyanyi."jawab Dina.

"Eh gue kan harus cheleader."jawab Raisa dengan bangganya bisa terkenal di sekolahan karena ekstrakurikuler tersebut. Raisa sudah memenangkan beberapa perlombaan cheleader di beberapa kontes yang ada.

"Lha terus ini siapa?"tanya teman perempuan yang lain.

"Itu lho Bela aja. Lagian dari tadi dia belum dapat kan."tunjuk Raisa sembarangan tanpa menanyai dulu.

"Eh kok aku. Jangan aku nggak bisa kok."jawa Bela langsung menoleh kearah Raisa.

"Kamu kok nunjuk-nunjuk aja. Belum tentu dia bisa nyanyi juga."kata Puteri membela Bela.

"Udah. Bela aja. Lagian siapa lagi kalau bukan dia. Dia kan anak pintar. Pasti bisa nyanyi segala lah."ketus Dina. Tidak ada hubungan antara pintar akademik dengan bisa menyanyi. Bisa menyanyi karena memiliki bakat. Kalau Bela selama ini dikenal pintar dalam bidang akademik.

"Ya udah daripada kita nggak ada pilihan lain, mending Bela aja yang maju."ucap salah satu siswi yang lain. Akhirnya semua sepakat menunjuk Bela untuk maju perlombaan menyanyi.

"Gimana kamu Bel, mau?"tanya Dirga menghampiri Bela yang terlihat bingung.

"Mending kalau kamu nggak mau bilang aja bel."kata Puteri kepada Bela.

"Gimana ini? Dulu ketika SD aku kan bisa menyanyi. Apa sekarang aku masih bisa menyanyi?"gumam Bela dalam hati.

Sebenarnya Bela memiliki bakat terpendam dalam dirinya. Dimana dia ketika masih kecil dan masih hidup bersama kedua orangtuanya dulu sering diajari menyanyi oleh ayahnya. Kebetulan ayahnya juga bagus suarnya. Hingga puncaknya, ketika dia menginjak bangku SD pernah mengikuti perlombaan menyanyi di kelas. Dia jadi juara 1 saat itu.

Namun setelah keluarganya berantakan dan orangtuanya meninggalkannya, dia berusaha melupakan dan tidak meneruskan bakat menyanyinya itu. Kalau dia meneruskan berarti sama saja hatinya terasa sakit karena harus mengingat masa lalunya yang pernah diajari ayahnya bernyanyi. Adanya dia bisa menyanyi itu karena bimbingan dari ayahnya. Kebetulan ayahnya dulu suka menyanyi dan bisa dibilang punya bakat menyanyi juga disana.

"Pasti dia nggak bisa nyanyi."kata Dina kepada Raisa dengan pelan.

"Jelas lah. Masak dia bisa nyanyi. Aku nunjuk dia kan buat malu-maluin dia di panggung nanti."balas Raisa sambil berbisik kepada Dina.

"Udah pasti dia mau. Mau kan Bel kamu untuk mewakili kelas kita? Kasihan nih nggak ada yang mau."ucap Raisa dengan keras. Dirga langsung menatap Raisa untuk tidak memaksa Bela. Selain Bela padahal ada siswi yang lain yang bisa ditunjuk untuk maju. Tapi karena Raisan dan Dina sepakat menunjuk Bela jadi semuanya sepakat untuk setuju.

"Ya aku mau. Tapi aku nggak janji bisa menang ya."kata Bela sambil berdiri dan menatap teman-temannya.

Semua murid kelas 11 ipa 1 tidak memaksa Bela untuk menjadi pememang. Bisa mewakili saja sudah membuat lega semua murid. Karena sudah dipastikan kalau perlombaan menyanyi itu jelas paling susah dan harus berani karena dilihat banyak orang. Terlebih lagi di kelas 11 ipa 1 tidak ada yang suka menyanyi ataupun yang memiliki suara merdu.

Bela masih ragu dan minder, apa ya dia bisa menyanyi. Setelah dulu dia berhenti menyanyi sejak di bangku sekolah dasar. Tapi dia yang sudah terlanjur menerimanya jadi dia harus menerima kenyataan kalau bakatnya menyanyi harus digali lagi setelah bertahun-tahun tidak diasahnya lagi.

Hingga waktunya tiba semua perlombaan dimulai. Tidak terkecuali kontes menyanyi yang diadakan di tenngah lapangan. Sekolah Bela terdapat lapangan luas ditengah sekolahannyaDi lapangan tersebut terdapat panggung juga untuk digunakan murid menyanyi. . Jadi semua orang bisa melihat panggung itu dari atas dan bawah. Bahkan di depannya nampak barisan juri juga disana.

Bela langsung mengambil nomor majunya di panggung. Ternyata dia nomor dua. Sungguh membuat jantungnya serasa copot. Dia belum mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari lagu, kostumnya dan aransemen lagunya tapi malah maju nomor dua. Itu berarti dia tidak memiliki kesempatan banyak untuk mempersiapkannya.

"Aku nyanyi apa ya."Bela terlihat bingung sekali.

"Ini aku nomor dua juga. Gimana ini?"Bela nampak cemas dan gelisah di dekat panggung sambil menunggu gilirannya bernyanyi.

Sembari namanya dipanggil, Bela sedang duduk sendirian dibelakang panggung. Dia sedang memikirkan lagu apa yang akan dia nyanyikan nanti. Untuk masalah kostum dia tidak memikirkannya. Dia memutuskan untuk tampil apa adanya saja dengan memakai seragam sekolahnya.

"Eh Bel. "ditengah diam sendirian di belakang panggung, tiba-tiba dia dikejutkan dnegan kedatangan Puteri. Puteri menghampirinya sendirian tanpa ada teman yang menemaninya.

"Puteri. Ngagetin aja."Arini menoleh kearah Puteri yang baru datang itu.

"Kaget ya? Maaf…maaf. Gimana persiapanmu?"tanya Puteri sambil duduk di kursi.

"Aku juga bingung Put. Aku nggak tahu mau nyanyi apa?"Arini ikut duduk dan menyangga dagunya lantaran bingung.

"Lagu mah banyak Bel. Kamu tinggal pilih. Yang penting kamu hafal liriknya dan pernah nyanyi juga."masukan dari Puteri entah itu benar atau tidak.

Puteri saja nggak tpernah ikut lomba menyenyi. Boro-boro ikut lomba menyanyi, menyanyi saja dia hampir tidak pernah karena dia tidak suka bernyanyi. Selain karena suara tidak terlalu bagus memang dia nggak punya hobi disitu.

"Masak?"Bela meragukan masukan Puteri itu.

"Nggak tahu. Aku hanya nebak saja. Hehehe."jawab Puteri dengan cengengesan.

Hingga akhirnya, kini lomba menyanyinya dimulai. Bela nampak gemetaran saat hendak maju itu. Apalagi dia dapat nomor 2 majunya. Jadi kurang sebentar lagi.

Sebelum dipanggil, Bela sudah didandani Puteri dengan make up riasnya yang sengaja dibawa tadi saat sekolah. Mungkin kalau tidak hari bebas, Puteri tidak akan membawa make up seperti itu. Karena bisa saja dimarahi guru bk. Kini Bela sudah tampil sedikit berbeda dari biasanya.

"Nah sekarang kamu sudah siap."Puteri selesai memake up Bela. Hanya wajah Bela saja yang dipoles selebihnya mengenai rambut dan kacamata masih sama kayak biasanya.

"Coba lihat."Bela meminjam kaca yang biasa dibawa dan digunakan Puteri ke sekolah.

"Ternyata kamu jago make up orang ya. Bagus. Makasih ya."Bela puas dengan tampilan make up Puteri itu.

"Ya lah. PUTERI. AKu emang suka kalau dandani orang."Puteri senang kala Bela memujinya.

Selama ini, tidak banyak orang tahu kalau Puteri teman sebangku Bela itu jago mendandani orang. Memang setiap hari Puteri selalu berdandan ke sekolah tapi tidak berlebihan. Tidak sampai menor.

"Sekarang yang maju nomor dua, Bela Larasati."kini waktunya Bela maju untuk mewakili kelasnya dalam perlombaan menyanyi yang diadakan sekolahnya itu.

Dengan perasaan yang campur aduk antara takut, malu, ragu, bingung dan kurang percaya diri bercampur jadi satu. Itu wajar dialami seperti Bela. Secara sudah lama dia tidak menyanyi semenjak SD dan ditinggal orangtuanya.

Dan kini dia harus melawan rasa sedihnya dan kelupaannya pada dunia menyanyi. Bela kini sudah berdiri di panggung sederhana yang telah disediakan sekolah itu. Terlihat banyak orang yang menontoninya darisana.

"Aku harus bisa. Kamu pasti bisa Bela."Bela terlihat menunduk dan menarik nafas sambil menyemangati dirinya sendiri.

"Ayo Bela kamu pasti bisa."teriak Puteri dari samping panggung. Bela langsung semangat, ada temannya yang menyemangatinya.

Akhirnya Bela menyanyikan sebuah lagu yang memang ingin dia nyanyikan. Seperti pernyataan Bela, hafal liriknya dan pernah menyanyikannya dulu. Entah itu beneran atau tidak. Tapi karena dia tidak ada pilihan lagi, akhirnya dia langsung menuruti apa yang diucapkan Puteri.

Kini alat musik sudah berbunyi untuk mengiringi Bela saat menyanyi. Ternyata Bela menyanyikan sebuah lagu yang bisa menyentuh hati. Lagu tersebut berjudul "Bunda."

Bela terlihat menghayati sekali saat menyenyi lagu tersebut. Memang dulu ketika masih kecil dia sering menynayi lagu tersebut sambil diiringi piano. Saat menyanyi benar-benar Bela memutar moment-moment bahagianya dimana dia masih tinggal sama keluarganya. Dia membayangkan waktu itu terulang lagi. Sehingga semua orang yang ada di depannya sudah tidak dianggapnya.

Puteri yang ada disamping panggung yang masih setia menemani dan menunggu Bela terlihat terhanyut dengan lagu Bela. Dia mampu merasakan kalau Bela menyanyikan lagu tersebut dengan setulus hati. Hingga tanpa sadar Puteri sampai berkaca-kaca dan yang paling parahnya, perasaan Puteri terasa bergetar selama Bela menyanyi lagu Bunda itu.