"Kamu beruntung."
"Astaga!" Clarisa memekik disaat ada sosok wanita berambut coklat yang tiba-tiba berdiri disampingnya.
"Maaf kamu siapa?" Wanita itu tersenyum ramah sembari mengulurkan tangan pada Clarisa dan tanpa ragu Clarisa menyambut uluran tangan itu.
"Aku Denise, satu kelas pelatihan balet dengan kamu." Baru kali ini ada yang mengajak Clarisa berbicara, selama seharian pelatihan kemarin tidak ada yang menyapanya. Entah karena wajahnya yang terlalu lokal atau mungkin semua orang enggan mendekatinya.
"Aku Cla..." Clarisa menelan nama itu bulat-bulat.
"Jasmine." Hampir saja Clarisa menyebut nama aslinya. Ingat! Ia disini, dikota ini bernama Jasmine.
"Apa itu tadi kakakmu?"
"Bukan. Dia tunanganku."
"What, tunangan. Di zaman seperti ini masih ada tunangan. Aku hampir tidak mempercayainya. Tapi kamu beruntung karena tunanganmu itu sangat tampan. Siapa namanya?"
"Leo. Leonard Alberto, ups." Clarisa memukul mulutnya yang dengan kurang ajarnya lancar mengucapkan nama lengkap Leo.
"Leonard Alberto? Namanya tidak terdengar asing bagiku.." Jantung Clarisa berdebar disaat Denise berfikir keras mengingat siapa Leo. "Astaga! Dia direktur utama sekaligus pemilik dari perusahaan Realize Corp. bukan? Aku tidak salah mengenalinya bukan?" Seakan menemukan emas di dasar laut, Denise kegirangan mengetahui siapa tunangan Clarisa.
"Kamu tahu? Aku kira kamu tidak akan mengingatnya karena menurut gosip dia tua, gendut dan jelek." Sekarang bagaimana jika Leo tahu Clarisa membocorkan wajahnya ke publik.
"Oh, semua yang pernah tidur dengannya pasti tahu kalau dia yang sebenarnya sangatlah tampan. Aku baru tahu kamulah wanita yang beruntung akan menikah dengannya. Bodohnya aku yang melupakan ketampanannya." Ucap Denise mendamba.
"Maksudmu.. kau pernah tidur dengannya?" Tanya Clarisa ragu, sebenarnya seberapa gelap kehidupan Leo. Clarisa merasa hina sekarang, memikirkan calon suaminya tak cukup baik untuk dirinya.
"Bukan aku, aku hanya mengantar Alexa untuk menemui Leo, begitulah aku bisa tahu wajah asli Leo. Tunggu.. kenapa kau tanya seperti itu? Kau yang tunangannya pasti pernah tidur dengannya bukan?" Denise yang melihat Jasmine hanya terdiam kini tahu jawabannya.
"Oh Gosh. Kau belum pernah yang benar saja. Aku bahkan ingin sekali saja merasakannya. Sayang dia tidak tertarik padaku. Kau yang tunangannya seharusnya menang banyak bukan?" Clarisa menghela nafasnya malas. Apa tidak ada bahasan lain selain Leo? Clarisa mulai sedikit muak mendengar orang itu.
"Ehm, aku akan berikan pada siapapun yang menginginkannya." Clarisa tak main-main, jika Leo menginginkan orang lain, bukankah itu artinya Clarisa tidak perlu menjalani kebohongan ini?
"Kau gila!"
"Well, dia punya temperamen yang buruk dan sedikit pemaksa. Juga dia sangat kejam kalau kau mau tahu, aku sarankan berhati-hatilah padanya." Kata Clarisa menunjuk Denise dan membuat langkah mereka terhenti di tengah lorong gedung studio tari.
"Pemaksa? Waw kedengarannya keren." Oh, ada apa dengan Denise. Apa Denise tidak tahu kalau Leo benar-benar kejam hingga tidak segan-segan membunuh orang? Bagaimana cara mengatakannya?
"Sekarang kau yang terdengar gila, Denise."
"Aku bercanda. Tapi aku serius tunanganmu sangat tampan."
Clarisa terkekeh, mengabaikan ucapan Denise dan melangkah masuk kedalam ruang tari balet pemula.
"Aku dengar dulu kau balerina yang paling banyak dicari, namun tiba-tiba vakum dan muncul lagi di studio balet sebagai murid. Apa aku boleh tahu kenapa?" Kata Denise meletakkan tasnya di loker samping milik Clarisa.
"Kau tahu, ada sedikit kecelakaan kecil yang membuat kakiku terluka." Oh, sungguh akan ada ribuan kebohongan lain setelah ini.
"Ya tuhan, pasti kau sangat menderita." Ucap Denise iba.
"Tidak perlu seperti itu, buktinya aku masih memiliki semangat untuk memulai balet lagi. Sini biar kubantu." Kata Clarisa membantu Denise untuk menaikkan resleting pakaian baletnya.
"Terima kasih. Aku rasa, aku akan mengikuti caramu untuk memakainya saja dari rumah." Ucap Denise melihat Jasmine yang hanya tinggal melepas kemeja dan celana jeans saja tanpa perlu bersusah payah membawa tas besar untuk menyimpan bajunya.
Disaat merasa penampilan mereka sudah rapi, mereka keluar melakukan sedikit pemanasan sebelum instruktur mereka datang dan memulai kelas.
"Kau penasaran siapa Alexa?"
"Tidak." Jawab Clarisa cepat. Untuk apa penasaran pada wanita-wanita Leo. Itu merepotkan saja.
"Aku rasa kau harus melihatnya. Dia disana sedang berbicara dengan instruktur kita." Sontak mata Clarisa mengikuti arah mata Denise yang sedang menatap dua orang yang sedang berbincang itu.
Oh Ya Tuhan. Alexa sangat cantik. Rambutnya yang berwarna coklat keemas-emasan indah terurai. Mata dengan iris berwarna coklat terang dipadu dengan alis yang rapi dan bulu mata yang lentik bak ombak di lautan yang menerjang pantai. Hidungnya tinggi menjulang, juga bibir penuhnya jangan lewatkan tubuh langsingnya itu. Setiap kedipan Alexa mengisyaratkan bahwa dia gadis yang lembut.
Sedangkan Clarisa? Tubuh pendek dan kelewat kurus. Hidungnya lumayan mancung lah ya. Mata berwarna coklat hampir berwarna hitam dan alis yang tidak rapi, juga bulu mata ya.. cukup lentik dan bibir tipisnya.
Tunggu, untuk apa Clarisa membandingkan dirinya dengan Alexa.
"Dia sangat cantik bukan? Dia itu incaran para investor, termasuk tunanganmu. Lebih baik kau berhati-hati dengannya, hanya mukanya saja yang terlihat bagai malaikat. Nyatanya dia bermuka dua, gadis jahat. Sudah banyak balerina lain terusir karena dia." Mendengar ucapan Denise membuat otak Clarisa sedikit menyesal karena telah memuji wanita bernama Alexa itu.
"Ngomong-ngomong kau berumur dua puluh enam tahun bukan?" Tanya Clarisa memastikan.
"Ya, seumuran denganmu." Oh Tuhan, Clarisa hampir lupa bahwa jarak umurnya dan Jasmine terpaut cukup jauh. Hampir saja Clarisa mengatakan bahwa umurnya dua puluh satu tahun.
"Kalau alasanku memulai balet lagi karena cidera. Lalu apa alasanmu mengikuti kelas balet diumur yang cukup tua ini?" Denise meringis, hanya alasan konyol yang membawanya kemari.
"Kau tahu, aku hanya bosan. Aku sudah mencoba mengikuti banyak kelas dari piano hingga teater tapi tidak ada yang menarik perhatianku hingga aku berakhir disini."
"Aku kira karena apa." Clarisa menggelengkan kepalanya. Denise adalah orang paling absurd namun paling bisa diajak komunikasi semenjak datang ke kota ini.
"Aku peringatkan sekali lagi, lebih baik Alexa tidak tahu kalau kau tunangan Leo."
"Oke-oke, aku ngerti. Kau tidak perlu memperingatkanku hingga berulang kali." Clarisa mulai tidak suka saat nama Alexa di sebut.
"Baiklah lakukan pemanasan. Lima menit lagi kelas dimulai!" Ujar Instruktur sambil berteriak keseluruh ruangan. Setelah mengatakan itu Intruktur keluar bersama dengan Alexa.
"Aku merasa tua karena beberapa diantara kita masih muda dan kau juga terlihat muda." Ujar Denise berbisik, memang benar kelas senior dan junior dibedakan. Tapi tak sedikit juga di kelas ini yang baru menginjak usia dua puluh tahu.
"Bagaimana kalau setelah kelas kita bersenang-senang. Aku bosan karena tak memiliki teman di sini semenjak kedatanganku."
"Kau malang sekali. Kalau gitu ayo aku temani."
Yuk, jangan lupa beri dukungan author berupa kasih PS, komen dan juga review ya...
Biar author semangat nih ;)