webnovel

Bab 17

Namaku Lily, seorang putri dari Kerajaan Echalost yang terjebak dalam Hutan Magis Spectrum dan bertemu dengan Sang Spectre bernama Spectra.

Dan sekarang hidupnya berada di ujung kerongkongan hanya untuk menolong nyawaku seorang.

Kini aku tengah dalam perjalanan untuk menyelamatkannya...

Lebih tepatnya, membayar semua hutang-hutangku kepadanya atas segala pemberian itu.

Bertunggang kuda peliharaan Illidian, perjalanan jauh terasa sangat singkat karena ia berlari dengan begitu cepat seperti kilat.

Menurut ceritanya, Arryutus tinggal di dalam sebuah gua di tengah Hutan Spectrum.

Hanya dengan mengikuti arah sungai ini, siapapun bisa menghadap raja hutan itu kapanpun.

Jika dilihat, sepertinya ini juga sungai yang sama dengan yang menunjukkanku arah pulang.

Akupun menanyakan hal itu pada Illidian.

Katanya memang sungai ini adalah satu, dimana ia akan menunjukkan jalan untuk pergi dari satu sisi hutan ke sisi hutan yang lain.

Air dari sungai itu berasal dari air terjun Ridhorana yang terletak di Tengah Hutan Spectrum. Illidian juga berkata, dimana kau menemukan air terjun disana pula kau akan melihat Sang Singa Agung.

Aku bertanya, apakah ia suka mandi di sana?

"Aku bisa mendengar suara air terjun itu, kau dapat melihatnya Lily?"

Aku juga bisa mendengarnya, suara air yang terjun dari ketinggian empat puluh meter itu terdengar keras membentur bebatuan di bawahnya.

"Indah sekali..."

Ini pertama kalinya aku melihat air terjun.

Indah sekali...

Laksana melihat kumpulan berlian berjatuhan seperti bintang-bintang. airnya bercahaya terang berwarna putih bening seperti kristal dan memercikkan cahaya kecil kesana-kemari setelah sampai di dasarnya.

Di sana juga ada beberapa titik cahaya berwarna-warni terbang mengelilingi air terjun itu.

Apakah titik cahaya itu adalah ruh yang pernah dikatakan oleh Spectra?

Aku tidak bisa melihat wujud mereka dengan jelas dari kejauhan...

Mereka terlalu kecil.

Tapi kita tidak punya banyak waktu untuk hanya memandang air terjun.

Illidian memberitahuku tentang keberadaan Sang Singa itu:

"Tidak lama lagi kita akan sampai di kediaman beliau. aku berharap beliau memberikan kita izin untuk menghadapnya."

"Itu tidak perlu..."

Siapa yang menjawab?

"Karena kau sudah berada di hadapanku, Illidian."

"Paduka?"

Dia adalah sang singa itu, raja rimba yang hampir menghabisi nyawaku. raja rimba yang sama pula yang telah mengutuk Spectra hingga ia terbaring lemas seperti sekarang ini.

Sang Singa Agung, Raja Hutan Arryutus.

Ia tidaklah sendiri, ia bersama dengan beberapa prajuritnya. mereka tidak nampak seperti singa, melainkan mereka memiliki wujud yang berbeda-beda. Ras Elf, makhluk seperti berkepala banteng, kepala babi, dan yang lainnya. jumlah mereka tidaklah lebih dari dua puluh orang.

Apakah mereka hendak berperang?

Simpan pertanyaanmu nanti, putri lilin!

Kau harus memberikan sang singa itu haknya terlebih dahulu.

Ketika Illidian bergumam menyebut nama sang singa itu dengan penuh hormat, ia segera turun dari kudanya. tentu saja, ia tidak meninggalkanku dan turut membantuku untuk turun.

Tidak hanya itu, ia juga menggandeng tanganku dan pelan-pelan mendekat ke hadapan sang singa.

Ketika dirasa jaraknya sudah cukup di antara dekat dan sopan, ia yang pertama kali bertekuk lutut di hadapan sang singa itu seraya menundukkan kepala dalam-dalam.

Akupun mengikuti setelahnya.

"Tidak biasanya kau datang menghadapku, nak. tetapi..."

Pandanganku masih tertunduk, karena itulah aku tidak tahu apakah ia menatapku atau tidak.

"...mengapa kau membawa gadis itu kemari?"

"Ampunilah hamba, Paduka. karena yang memiliki kehendak adalah gadis ini. hamba hanya mengantarkannya saja."

Ada jeda sejenak.... apakah ia mau mendengarkanku?

"Kau saja yang urus gadis itu, aku tidak punya banyak waktu."

Apa?!

Segitukah kau dendam pada manusia hingga tak mau mendengarkan permintaan gadis kecil sepertiku?

Bahkan aku belum sempat berkata apapun, ia sudah berlalu melewatiku. bersujudnya kami di hadapannya hanya dianggap sebagai batu besar di jalan.

Ini membuatku sangat kesal!

Kau tidak peduli dengan nyawanya yang hanya cuma satu.

"Sebegitu bencinya kau terhadap manusia sampai kau tidak mau mendengarkan seseorang yang ingin meminta kepadamu!?"

"Lily!"

Aku tahu tindakanku itu tidak sopan sama sekali. tapi aku tidak peduli sama sekali. aku masih ingat ayahku sang raja juga Mozart sering berkata padaku bahwa seseorang tidak akan pernah menghormati orang yang tidak pernah menghormatinya.

Bahkan bagi seorang raja sekalipun!

Namun ia tidak mempedulikanku sama sekali.

"HAI SINGA TUA! AKU BERBICARA PADAMU!!"

"LILY!!"

Sudah ku duga, seseorang baru menengok jika lawan bicaranya mulai menyinggungnya.

Mereka semua berhenti. tetapi...

Yang menengok pertama kali bukanlah sang singa itu.

"Hai gadis kecil, jaga cara bicaramu itu di hadapan Sang Singa Agung!"

Dia adalah yang berkepala banteng. kenapa ia sangat tersinggung?

Tidak, ia melakukan hal yang benar.

Mozart juga sering bercerita bahwa ia tidak akan segan untuk melakukan apa saja jika jika terjadi apapun padaku ataupun kedua orangtuaku bahkan walau hanya hinaan.

Itu karena di matanya, ayahku adalah raja yang mulia. ayahku mau dekat dengan siapapun dan menerima semua keluh-kesah hati rakyatnya. sekalipun memang diriku menjadi terabaikan.

Tetapi sang singa ini...

"Heiron, tahan dirimu! dia hanya anak kecil, tidak perlu hiraukan..."

"Ampunilah hamba Tuan."

"Biar aku urus gadis kecil ini sendiri."

Aku bisa mendengar percakapan mereka dari jauh, sepertinya sang singa itu sekarang mau mendengarkanku.

Ia melangkah maju pelan-pelan dengan mata tajam dan buas menusuk kedua mataku. tetapi, tidak seperti dahulu saat aku berjumpa dengannya. tidak ada lagi rasa takut yang menyelimuti tubuhku.

Akupun maju perlahan-lahan mendekatinya pula seperti seorang pemburu yang ingin mengejar buruannya.

Dan buruan yang ku cari adalah...

Keselamatan Spectra juga cerita di masa lalu...