webnovel

Bab 13

Lily...

Ini kedua kalinya aku melihatmu menangis...

Namun tangismu tidaklah semerdu saat kau pertama kali menunjukkan suaramu di dunia ini. bahkan aku mendengarnya bukan sebuah lagu, melainkan badai yang bergejolak di dalam hatiku.

Apa yang telah mereka perbuat? katakanlah padaku.

Namun gadis itu tidak menjawab sama sekali, ia hanya terfokus pada tangisannya itu. aku bisa melihat dalam hatinya ia hanya memeluk dirinya sendiri dalam hawa dingin dan sebuah ruang kosong redup cahaya tanpa ujung.

Maafkan aku, Lily. karena aku sempat meninggalkanmu.

Wahai Tuan Puteri, wahai kehormatanku. bolehkah aku meminta izin darimu?

Izinkanlah aku untuk marah.

Bukan, bukan padamu. tetapi... izinkanlah aku marah kepada mereka yang membuatmu menangis.

Mungkin kau akan takut ketika melihat diriku haus darah laksana binatang buas.

Tidak, mungkin kau tidak akan pernah tahu.

Seluruh tanah hijau berumput di bawah kakiku telah berubah menjadi padang es. semuanya juga turut membeku. hawa di sini terasa dingin, seakan telah memasuki musim dingin.

Beginilah tangis gadis kecil itu, air matanya membawa badai musim dingin dari lubuk hatinya.

Namun itu tidak akan membuat bara api kemarahan dalam hatiku meredup.

Mereka pasti sudah berbuat terlalu jauh!!

Aaaaaaarrrgggghhhh~!

"Siapa di sana!?"

Satu goblin kembali remuk dalam genggamanku. sedang lainnya hanya menyambutku dengan wajah takut.

Sebuah bola api membara dalam mataku. berkobar...

"Dia..."

"Ksatria terkutuk! Uaaaaaggghhh~"

Satu goblin lainnya juga telah hancur menjadi tumpukkan daging bersiram darah. bukan karena mereka memanggilku demikian, tetapi suara tangis gadis itu kian kencang bergema dalam jiwaku.

Melangkah maju, tanpa pedulikan apapun dari mereka.

Karena kalian sendirilah yang membuatku melakukan ini!

Aku bisa melihat wajahmu yang ketakutan itu. kau berani membuat gadis kecil menangis, tetapi kau tidak berani berhadapan dengan sang singa yang baru terbangun dari tidurnya!

"A-a-a-a...apa yang kau lakukan?! kau membunuh kami para demihuman!"

"Apa aku peduli?!"

Jika yang mereka maksud adalah kutukan dan perjanjianku dengan Paduka Arryutus, maka aku sudah tidak peduli lagi. karena tangisan gadis itulah yang kini berdendang di dalam sanubariku.

Sebuah gendang perang yang bertabuh.

"Kalian semua, maju dan bunuh ksatria terkutuk itu!"

"Bodoh!"

Mereka takkan sempat menyentuhku sebelum api menyambar tubuh mereka.

Mereka juga tidak akan sempat terbakar olehnya karena sudah tersayat menjadi potongan yang kecil-kecil oleh pisau apiku.

[Elemen api: pisau api]

Aroma amis darah mereka bercampur dengan isi perut mereka yang hijau dan busuk. bagiku sudah menjadi warna yang indah untuk kematian mereka.

Jika kalian berpikir aku ini sadis, maka jawabannya adalah iya.

Tidak ada kata ampun bagi mereka yang berani membuat gadis kecil itu menangis!

"Dasar lemah! kalian tidak lebih menjijikan dari mayat-mayat kalian sendiri!"

Mengangalah Goblin kecil, kau tidaklah lebih dari seorang pengecut. kau bisa mengacungkan pedangmu padaku, namun kakimu yang kecil dan lemah itu tidaklah bisa berbohong kalau kau takut padaku.

"Aku sudah berjumpa dengan kalian sebelumnya. aku menahan diriku untuk tidak menghabisi kalian. Kalian boleh menyakitiku, mengutukku, menghinaku, menghancurkanku, bahkan kau boleh membunuhku dan menjadikanku mainan bagimu. tapi, demi Dewi Suci..."

Selintas kilasan gambar agung dan hangat mereka menyambar mataku...

"Demi Tuanku, Ayahanda Baginda Achestria... Demi Ratuku, Ratu Cellia..."

....dan sebuah sumpah yang masih ku genggam sampai sekarang ini: 'Aku berjanji, aku akan menjagamu. Sebagai kakakmu, sebagai pengawalmu, dan sebagai pelayanmu...'

"JANGAN SEKALI-KALI KALIAN MENYENTUHNYA!!"

"Uaaggh... Aaaaarrrgggghhhh~!"

Untuknya, aku berikan hadiah terbaik atas segala perbuatannya itu.

[Elemen api: Api keabadian]

Nikmatilah api itu, bajingan!

Ia akan terus tersiksa di dalam api itu dan mati karenanya. namun, kematiannya takkan pernah menjadi mudah.

Ia akan tersiksa jauh lebih lama dari yang ia bayangkan.

Namun aku tidak ingin itu.

[Elemen api: duri-duri api]

Sebuah stalagmit mencuat dari dalam tanah dan menusuk tubuhnya dari bawah hingga menembus kepala. duri itu tepat keluar dari mulutnya.

Aku yakin seluruh organ dalamnya meleleh.

Namun itu takkan membuat jantungnya cepat berhenti. penyiksaannya tidak akan pernah selesai. semuanya belum terbayar tuntas.

"Sekarang... matilah kau! MELEDAK!"

Uaaaarrrrggghh~!

Nampa kedua bola matanya menggelinding ke arah kakiku. nampak tak lebih dari sebuah bola dari hidrogel. aku hanya menginjaknya hingga benyek dan berjalan berlalu.

Syukurlah, Lily tidak terkena puing-puing mayat itu.

Ia masih menangis kencang... kencang sekali.

Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan.

Satu-satunya yang aku bisa lakukan hanyalah, memberikannya pelukan.

"Lily..."

Seraya menyebut namanya dengan lirih, berharap dapat menghapus air matanya...

"Izinkanlah aku masuk... masuk ke dalam hatimu, Lily. sampai kau kembali kepada Ayahanda, akan ku pastikan kau aman bersamamu."

"Spectra?"