15 Bab 14

Namaku Lily...

Gadis berusia dua belas tahun yang terjebak dalam sebuah hutan magis bersama dengan seorang Spectre bernama Spectra.

Dan sekarang aku kehilangan dia...

Dimana aku?

Apa ini? sebuah ranjang?

Aku berada di dalam sebuah tenda, beralas tempat tidur yang cukup nyaman. di sampingku ada segelas penuh air putih di atas meja bundar kecil.

Siapa yang membawaku ke tempat ini?

Apakah ini adalah perkemahan para prajurit Echalost?

Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

Aku memutuskan untuk keluar dari tenda, aku ingin tahu dimana diriku sekarang ini. Jika memang aku sudah keluar dari hutan itu, seharusnya aku bisa mendengar Mozart dan beberapa prajurit lainnya.

Namun, itu hanyalah mimpiku saja.

Ini bukan perkemahan prajurit Echalost.

Bahkan mereka bukanlah manusia.

Mereka memiliki telinga panjang dengan ujung lancip seperti segitiga. Tubuh mereka ramping dan lebih tinggi dari orang-orang dewasa pada umumnya. Mata mereka juga sedikit lebih elips dengan kornea mata berbentuk seperti salip - seperti burung hantu.

Pernahkah Mozart menceritakan siapa mereka?

Mungkin pernah, hanya saja...

Aku tak mengingatnya.

"Selamat pagi, gadis kecil. Aku senang kau sudah sadar."

Seseorang dengan wujud itu datang kepadaku dengan tubuh berwarna ungu dan tubuh berbalut rompi dan celana panjang berwarna hitam.

Tunggu dulu! Ia menutup matanya dengan sebuah pita hitam? Bagaimana ia tahu kalau aku sudah siuman?

"Selamat pagi."

Aku tidak bisa menanyakan semua kebingungan itu sekaligus. Itu sebabnya aku menjawab salamnya dengan nada seperti orang bingung.

"Kau pasti bertanya ini dimana, bukan? Ini adalah perkampungan para Elf, Desa Ondoras."

Elf? Jadi mereka adalah para elf itu?

"Dan semua yang kau lihat di sekitarmu, mereka adalah para elf." Lanjutnya, menjelaskan.

Sekarang aku ingat. Mozart juga pernah bercerita saat ia bertemu dengan para Elf di dalam hutan. Mereka adalah orang yang ramah dan bersahabat baik dengan manusia. Mozart diizinkan menghinap di sana dan ia dilayani dengan baik sebagai tamu. Tentu saja, mereka juga mengharapkan bantuannya untuk ikut membangun desa ini selama ia tinggal.

Tapi... Jika memang aku harus melakukannya, apa yang bisa ku lakukan?

Seharusnya saat aku bersama dengan Mozart, aku bisa belajar lebih banyak darinya.

"Oh, ya aku lupa memberitahumu. Namaku Illidian."

"Namaku Lily."

"Lily... Nama yang indah."

Sebelumnya, Spectra juga pernah berkata demikian. Apa sebaiknya aku membalas pujiannya juga?

"Terima kasih, aku rasa namamu juga keren."

Aku tidak tahu harus menyebutnya apa, karena itu kata "keren" lebih tepat untuknya. Sekalipun, aku tidak tahu apa yang keren dari nama Illidan? Artinya?

Akupun tidak tahu apa arti dari Illidian itu sendiri.

"Aku senang mendengar balasan pujian darimu, Lily. Andaikan aku bisa melihat dunia, aku yakin wajahmu semanis nada bicaramu."

"Jadi..." aku takut mengatakannya secara lengkap, aku takut itu akan membuatnya sedih dan tersinggung.

"Aku kehilangan pengelihatanku dua belas tahun yang lalu. mataku tertusuk dua panah berapi, semuanya tertancap tepat di tengah mataku. karena itulah, aku menutupinya agar tiada seorangpun melihatnya. selain mengerikan bagi mereka -juga mungkin bagimu-, ini adalah suatu aib untukku."

"Maafkan aku..."

Seharusnya aku tidak perlu berkata apa-apa. sekalipun umurnya sudah dewasa, aku tetap takut itu akan menyinggung hatinya. bisa saja kan, perasaan manusia dan Elf itu berbeda. bisa saja ia memiliki perasaan yang lebih peka dan sensitif dibandingkan para manusia.

"Kau tidak perlu meminta maaf, Lily. ini adalah takdir yang sudah ditetapkan Sang Penguasa padaku."

Satu catatan yang mungkin lupa diceritakan oleh Mozart padaku, mereka begitu religius.

"Tidak perlu kau pikirkan soal itu. kedatanganmu kemari karena ada sesuatu yang harus ku beritahu padamu."

Sesuatu?

Oh, ya. aku melupakan seseorang yang kini aku kehilangannya...

Aku mulai takut...

"Ksatria terkutuk Spectra yang menyelamatkanmu, kini terbaring lemah karena kehilangan daya hidupnya..."

avataravatar
Next chapter