webnovel

Contoh Karma Kecil

Sesampai di rumah, Arya langsung memasukkan motornya ke dalam bagasi lalu mengunci gerbang rumah, melihat mobil ayahnya sudah terparkir dengan rapi. Arya melihat ponselnya sejenak dan sedikit terkejut dengannya. Ini masih pukul 8 malam dan tak biasanya sang ayah pula di bawah jam 9 malam. Bukan berarti Arya tak senang dengan keberadaan ayahnya, hanya saja seperti tak terbiasa melihat sosok sang ayah mendahuluinya pulang ke rumah.

Setelah membuka pintu rumah, Arya mengucapkan salam dan bisa melihat di mana keluarganya sedang makan malam di ruang makan. Pemandangan ini sudah tak asing bagi Arya setelah selesai latihan basket di universitasnya. Ayah, ibu, serta kakak sepupunya sudah siap-siap melakukan malam bersama, menunggu kepulangan sang anak.

Arya berjalan mendekati mereka dengan langkah yang tak biasa. Ayahnya pun langsung penasaran mengapa anaknya berjalan seperti orang pincang.

"Kakimu kenapa, Yak? Jatuh pas latihan?" tanya ayahnya.

Sedang asyik-asyiknya menonton televisi yang terletak di sudut ruang makan, ibunya langsung menoleh secepat kilat begitu mendengar pas latihan. "Siapa yang jatuh?"

"Arya, Tante." Sherla berkata dengan suara tak jelas, memaksakan berbicara ketika sedang meneguk air minum

Spontan pandangan ibunya langsung teralihkan pada putra tercintanya. Kedua mata ibunya terbuka sangat lebar seakan dengan melakukan hal tersebut bisa melihat dengan alami luka yang dialami Arya. "Tapi… enggak ada luka apapun di kaki luarnya. Kamu sakit apa, Nak?"

"Bukan apa-apa, Bu. Arya hanya terlalu bersemangat saja sampai Arya kelelahan dan kaki juga pegal-pegal. Kalau keseleo, sih… kayaknya enggak." Arya bisa merasakan kakinya seperti ditusuk-tusuk saat itu juga begitu memperagakan langkah lebar yang dipaksakan. Di depan keluarganya memang tak baik menunjukkan rasa sakitnya.

"Oh, hanya pegal. Kalau begitu setelah kamu mandi dan makan malam, biar ibu pijatkan kakimu."

Arya mengangkat kedua tangannya lalu dikibaskan. "Enggak usah, Bu. Sebelum Arya pulang, Coach Alex memberi Arya salep sekalian dipijat juga. Mungkin ditinggal tidur saja, besoknya sudah membaik." Arya sedikit membohongi ibunya sebab tak ingin merepotkan. Tak ingin memaksa, sang ibu hanya tersenyum lalu menyuruh Arya bergegas mandi untuk makan malam bersama.

Makan malam berlangsung tak lebih dari sepuluh menit. Arya sudah menghabiskan semua makanannya tanpa sisa dengan kemampuan penguyah makanan yang tak biasa. Bahkan ibunya pun belum menghabiskan seperempat bagiannya dan sempat menawarkan anaknya untuk menambah porsi makannya.

Arya menolak dengan halus, berkata kalau sedang tak ingin makan malam, dengan porsi banyak perutnya saat ini sedang tak ingin dipenuhi makanan, tentu itu semua karena dirinya kelelahan. Meski dirinya sudah tahu tak ada lagi banyak tenaga yang tersisa di tubuhnya, perlahan Arya mengendap-endap menuju bagian belakang rumah. Tanpa menggunakan sepatu basketnya, pemuda itu berencana ingin memaksakan dirinya untuk latihan lagi, walau hanya sekedar menembak saja.

Setelah berhasil kabur dari pengawasan orang tuanya, Arya cepat-cepat memasuki bangunan itu, yang mana di sanalah Arya menghabiskan waktunya selama di rumah, lapangan olahraga yang dibangun tepat di belakang rumahnya. Secara kepemilikan, memang itu milik keluarga Arya seutuhnya sebab tanah yang ditempati masih milik keluarganya.

Namun berulang kali tetangga di sekitar rumahnya meminta izin pada keluarganya untuk menggunakan tempat itu. Pada awal pembangunan bangunan itu, keluarga Arya sangat murah hati mengizinkan mereka menggunakan tempat itu asal masih cakupan orang terdekat serta tetangganya. Hanya saja lambat laun banyak properti-properti dirusak dan sejumlah bola dihilangkan tanpa ada tanggung jawab dari mereka sama sekali.

Sebab itu ayahnya memutuskan untuk membangun tembok setinggi 3 meter di belakang rumah, agar tak ada lagi tetangga atau orang luar yang bisa menggunakan secara leluasa. Dari pengalaman itu pula dijadikan alasan utama Arya tak sangat jarang mengundang teman-temannya olahraga di sana, walau ayahnya setiap 2 minggu sekali, pasti menggunakan bangunan itu bersama teman kerjanya.

Begitu memasuki bangunan yang dipenuhi berbagai properti olahraga, Arya langsung menyalakan keseluruhan lampu yang berada di langit bangunan. Sangat sunyi namun tak menegangkan. Dengan begini Arya bisa latihan menembak sampai giliran tangannya mengalami pegal dan nyeri setelah kakinya.

Hanya saja baru beberapa tembakan, rasa nyeri kaki Arya tahu-tahu kambuh, di bagian lutut hingga tulang betis. Ia sempat meringis kesakitan dan suaranya cukup keras. Namun tak ada siapapun di sekitarnya, sehingga tak ada yang berusaha memarahinya sekarang. Arya tak tahu jika dengan menembak saja, kakinya kambuh sedangkan ia sama sekali tak melompat, hanya jinjit sesekali.

Nampaknya ini karma karena tak mendengarkan nasehat ibunya ketika sebelum makan malam, Arya mendapat amanat jika tak boleh melanjutkan latihannya malam ini setelah apa yang ia alami sebelumnya. Dengan perasaan tak puas, Arya berjalan sangat pelan, meninggalkan tempat itu tanpa membereskan bola-bola berserakan terlebih dulu.

Jika menuju bangunan di belakang rumah sambil mengendap-endap, maka memasuki rumah ia juga melakukan hal yang sama. Hanya saja begitu Arya tahu jika ayah dan ibunya sedang menonton televisi di ruang keluarga, ia sedikit merasa lega seakan lolos dari hukuman maut. Setiap langkahnya sangat percaya diri dan menuju kamar tanpa mendapat pertanyaan dari orang tuanya.

Namun di sisi lain, sang ibu melihat Arya menaiki anak tangga sambil terkekeh pelan. Pasalnya ia sudah tahu jika anaknya memaksakan diri latihan malam walau kakinya sedang tak membaik sekarang. Ibunya sempat mencari Arya setelah makan malam tapi tak bisa menemukan anaknya di manapun. Saat itu juga sang ibu langsung mengerti ke mana anaknya pergi, terlebih tanpa mengatakan sepatah katapun.

Memasuki kamar dipenuhi dengan berbagai lemari, Arya menyesal tak menyalakan ruang pendingin terlebih dulu sebelum meninggalkan rumah. Sekarang ia harus menahan rasa sakit sambil melepas bajunya, merasa suhu di kamarnya sedang naik ketika ruangan itu cukup lama tak mendapat angin dari luar.

Sembari menunggu, Arya mengambil ponsel di tasnya dan melihat beberapa pesan. Ketika membuka pesan itu, ia sama sekali tak melihat nama Amelia. Ingin menemui gadis itu nampaknya memang tak bisa untuk sekarang, Terlebih setelah ini Arya harus mengikuti turnamen di luar kota selama beberapa minggu.

Arya sendiri juga ingin mengirim pesan. Hanya saja ia bingung pesan apa yang harus dikirim pada gadis seumurannya sedangkan tak ada sesuatu yang tak ingin dibicarakan. Berdasarkan pengalaman teman-temannya, mereka selalu membanggakan diri ketika menelepon pacar mereka selama berjam-jam. Tak hanya sekali, namun Arya seminggu sekali pasti melihat story teman-temannya sedang melakukan obrolan panjang dengan pacar mereka.

Namun ketika kamar sudah dingin, Arya kembali menggunakan bajunya, merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan selimut menutupi ujung kaki hingga leher. Ketika Arya berencana mengistirahatkan tubuh, tiba-tiba saja ponsel di atas meja berdering keras.

Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa vote dan kirim power stone ya ^^

Bimbrozcreators' thoughts