webnovel

S2-32 A SINCERE HEART

"Because I love you, then I am here."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

BRUGHHHH!

"APO!" jerit Ameera, yang langsung menabrak peluk dengan pipi basah. Dia terisak-isak di bahu Apo. Menjerit pilu. Dan langsung diselimuti oleh sipir agar dibawa keluar.

"Ayo, Tuan Natta. Semuanya sudah beres," kata Masu. Lelaki itu membantu Apo memegangi tubuh Ameera. Lalu membawanya keluar dari tempat itu. Namun, Jeff dan perwakilan Nyonya Bretha sempat melipir ke arah lain. Mereka menemui penjaga bagian obat, lalu menanyakan banyak hal yang mirip-mirip. Tentu saja dijawab, tapi harus memakai pelicin lagi.

"Sial, mereka benar-benar memeras kita!" kata Jeff setelah keluar dari ruangan. Dia memaki-maki sepuas hati, menendang kerikil, tapi kasus ini harus selesai! Gerah sekali rasanya kalau tak tuntas. "Ameera saja habis 13,4 juta krona. Sekarang minta tambahan lagi? Brengsek! Hasil culikan saja sombong!" (*)

(*) Krona adalah mata uang Norwegia. Nah, 13,4 juta krona itu setara 20 Miliyar Rupiah.

"Sudah, sudah ...." kata Masu. "Mungkin karena Amaara kan sudah kabur. Terus Ameera yang kurang berguna menggantikan saudarinya. Jadi, mereka pasti rugi karena kecerdasan mereka tak sama."

"Tapi tetap saja kan!" kata Jeff kesal. Dia menatap Paing yang membuka pintu mobil untuk Ameera di seberang jalan. Lalu memikirkan harus bagaimana saat meminjam uang sekali lagi. Toh kasus ini dalam tanggung jawabnya. Apo takkan mungkin dia suruh melakukannya, atau sang bos malah makin terbebani. Lihatlah situasinya, Jeff! Gas! Jangan mempermalukan harga dirimu sebagai Alpha--

"Apakah ada masalah?" tanya Paing. Usai memastikan Ameera dan Apo di dalam mobil, dia mendekat karena sepertinya telah menyelesaikan pekerjaan. "Jeff?"

"Ck, ada tentu saja ada!" kata Jeff malah marah-marah. Namun, dia segera mendekat untuk membicarakan apa adanya. Sementara Paing tampak berpikir sejenak.

"Kalau begitu kau pergi denganku, Masu," kata Paing, lalu menatap co-translator-nya. "Kita cari bank terdekat. Aku tidak mempersiapkan mata uang Krona sebanyak itu. Kita tukarkan terlebih dahulu."

"Baik."

"Tunggu sebentar di sini," kata Paing sembari menepuk bahu Jeff. Alpha itu mengecek arloji, lalu menoleh kanan kiri sebentar. "Tinggal 35 menit sebelum penjaranya ditutup. Kita harus cepat."

"Oke, aku jaga bersama yang lain," kata Jeff.

Paing dan Masu pun langsung melesat pergi. Mobil disetir si sopir lumayan ugal-ugalan. Karena mungkin bank tersebut lumayan jauh. Yang pasti, apapun itu urusan Ameera harus selesai hari ini. Jika tidak, buruk. Besok sudah beda pekerjaan lagi--setidaknya bagi CEO bermarga Takhon tersebut.

BRRRRRRRMMMMMMMM!

Untungnya tidak telat-telat amat. Tujuh menit sebelum gerbang dikunci, mobil itu sudah kembali dan Paing keluar dengan terburu-buru. Suara langkahnya menggebuk bumi. Urgen. Lalu menyerahkan tas berisi uang dengan jumlah yang disepakati: 8,5 juta krona.

"Jeff!"

BRUGH!

"Oke, thanks. Ayo, Masu. Cepat!" teriak Jeff setelah mendekap tas berat tersebut. Sial--dia baru sekarang merasakan beratnya mengungkap kasus. Alpha itu pun meloncati seekor kucing yang mendadak lewat. Memaki dengan nama-nama binatang. Lalu masuk kembali disusul Masu.

Bukannya apa, tapi ... si sipir utama tegas sekali. Aura dominannya 11:12 dengan Paing Takhon, dan pelototannya tidak bisa dibantah. Namun, harus bagaimana kalau persoalan obat ini penting? Jeff rasanya ingin berteriak bebas kalau selesai.

Deg ... deg ... deg ... deg ....

"Fuck! Syukurlah ....." kata Jeff setelah keluar. Dia diberi 2 pcs pil dari si penjaga obat. Dan isinya beda-beda efek. Jeff meminta semua varian yang ada. Dan mengira-ngira mana saja yang termasuk dia curigai. Bagaimana pun, Apo tidak berhasil memberikan pil yang dia curi waktu itu. Namun, bukan Jeff namanya kalau tidak ingat semua bentuk dan warnanya bagaimana. "Hahh ... hahh ... hahh ...."

"Berhasil?" tanya Paing.

"Ya, tentu," kata Jeff. Lalu memasukkan benda-benda itu ke dalam tas. "Sekarang ayo kembali. Tidak baik terus-menerus di sini. Biasanya ada pihak keamanan wilayah. Mereka bisa-bisa curiga kepada kita."

"Oke."

BRAKKKHHH!!

BRRRRRMMMMMM!!!

Barisan mobil tersebut pun langsung kembali ke hotel. Mereka menghabiskan waktu lebih singkat, karena kali ini lebih ingat jalurnya. Tepatnya pukul 9. Ameera dapat kamar hotel sendiri yang lebih nyaman, tapi Apo sempat menemaninya di sana. Mereka mengobrol banyak hal. Dan saling mengerti karena sesama Omega yang pernah digampar.

"Jadi, benar yang membawamu ke sana Amaara?" tanya Apo.

Ameera mengangguk kecil. "I'm sure it's her, tapi kupikir dia berkunjung setelah kita tidak bertemu sekian tahun," katanya. "Hanya saja memang aneh. Waktu itu dia memuji-mujiku berlebihan. Seperti wajahku, karirku, dan lain-lain. Tapi karena aku baru saja bicara denganmu soal Mile, mana mungkin fokus ke sana."

Oh, Apo ingat Ameera pernah meminta jaminan keamanan atas kasus Mew siang harinya. Omega ini pasti dalam kondisi bingung, patah hati, malah dicekoki obat juga.

"So, that's actually happened," kata Apo. Namun, dia tidak mengobati luka-luka Ameera karena sudah mengering sendiri. Kelihatannya itu cukup lama, sehingga ketahuan dia tidak digunakan lagi setelah eksperimen pertama. "Memang yang kau rasakan sendiri apa? Waktu diberikan obat?"

"Ya, kalau aku ... ingin marah? Tapi bingung mau marah ke siapa," kata Ameera. "Dan diantara semuanya, aku paling tidak bisa kalau diperkosa Alpha-Alpha itu. No! Menjijikkan. Walau, oke, fine ... I'm okay dengan one night stand. Tapi teman seks-ku harus mauku. Kalau mereka sembarang orang, aku benci, Apo. Aku melawan mereka malah dipukuli sipir. That's hurts."

Dan Apo memperhatikan marking Ameera juga sudah menghilang. Pertanda Omega ini bisa memilih pasangannya sendiri, meski waktu itu sempat ditandai Mew Suppasit.

"Oke, oke, tenangkan saja dirimu," kata Apo. Lalu mengunciri rambut panjang Ameera agar tidak serabutan di depan wajahnya. "Kita bisa mulai dari awal lagi. Kau pun sudah keluar, Ameera. Nanti bisa kembali lagi ke Sydney."

"Hiks ... hiks ... no ...." isak Ameera dengan mengusap wajah basahnya. "Aku mau pulang ke Korea saja, Apo. Aku capek ...." katanya. ".... toh Mile sudah menjadi suamimu. Buat apa lagi di Sydney--hiks ... hiks ... tidak ada gunanya."

DEG

Tunggu, apa?

Apo pun terkesiap karena pengakuan tersebut. Dia tidak menyangka Ameera sangat serius, walau dulu--di matanya--pernah menjadi wanita jalang. Tapi, ahh ... apa dia tahu sebajingan apa Mile sekarang? Walau jika ingat Ameera menyukai Mile sejak di Sydney, kemungkinan dia tak mempermasalahkan soal teman seks lelaki itu. Toh mereka dari lingkungan yang sama.

"Aku ini benar-benar mencintainya-- hiks ... hiks ... maafkan aku, Apo ...." Ameera menutup wajahnya yang begitu merah. "Padahal kau sudah menolongku, tapi--hiks ... aku pasti melupakannya mulai sekarang. Aku takkan mengganggu kalian lagi ... hiks ... hiks ...."

Terlalu emosional. Apo pun tak bisa menanggapi lagi. Setelah tenang, dia  hanya menyuruh Ameera beristirahat. Lalu menyelimuti wanita itu perlahan. Tak masalah belum mandi berapa lama--toh kalau pikirannya kembali stabil, Apo yakin Ameera bisa merawat diri seperti dulu. Namun, tidak dipungkiri kalau badannya kurus sekali. Padahal sosok yang Apo kenal dulu benar-benar Dewi visual. Tidak heran jika Ameera menjadi model editorial.

"Tapi aku paham perasaanmu," batin Apo sebelum menutup pintu kamar tersebut. Dia menatap wajah terluka Ameera sekilas, membayangkan Mile pernah bekerja dengan sang model sebagaimana akrabnya rekan. ".... tidak apa-apa, Ameera." Dia mengepalkan tangan. " Justru Mile yang mungkin harus bersyukur, karena ada seseorang sepertimu, yang mencintai juga paham dunianya."