"A plant without flowers, that's me without you."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Perjalanan pulang pun langsung dilakukan pada pagi harinya. Pukul 8 waktu Oslo berangkat. Sampai ke Bangkok sudah pagi lagi. Tepatnya sehabis subuh. Arloji Paing masih menunjukkan pukul 5, matahari belum keluar, dan Ameera dapat jetlag hingga lemas sekali. Tubuhnya digendong sang Alpha untuk dibawa ke taksi. Dia langsung dilarikan ke rumah sakit Bumrungrad, dirawat. Agar kondisinya tidak semakin parah.
Apo yakin, Ameera belum peka pola hubungannya dengan Paing. Tapi, cepat atau lambat akan tahu. Yang pasti, untuk menampungnya setelah sembuh, Ameera tentu bergabung dengannya di kediaman Takhon. Dia sudah masuk dalam daftar pemecahan kasus. Tak masalah kalau tahu selengkapnya. Toh ini untuk membantai keluarga Suppasit juga. Apo harus siap dengan apapun yang terjadi, karena ini merupakan jalan yang telah dia pilih.
Tinggal menunggu Jeff meneliti obatnya saja. Apakah sama dengan yang Mile miliki. Kali ini lebih hati-hati. Secara diam-diam Apo menelpon rumah yang diangkat seorang pelayan. Sepertinya waktu itu Mile sedang bekerja. Dia pun meminta sang pelayan membawakan obat dalam plastik yang tergeletak di kamar sang suami, lalu mengambilnya di luar gerbang.
"Terima kasih," kata Apo yang sudah berani keluar menyetir mobil sendiri.
Namun, karena sang pelayan melihat bekas luka di wajahnya belum sembuh, dia menangis. "Sama-sama, hiks. Tapi, Tuan ... adakah yang bisa saya bantu?" tanyanya. "Saya minta maaf karena waktu itu tidak bisa melawan suami Anda."
DEG
"Oh ...." desah Apo. Dia pun melihat wajah dan perawakan wanita itu lebih detail, kemudian ingat kalau sosok ini pernah dicumbu Mile Phakpum di kamar mereka. "Ya, aku yang sekarang sudah tidak terlalu memikirkannya," katanya. Walau tidak memikirkan, bukan berarti lupa. Apo ingat betul detail sang suami bercinta dengan orang lain. Lalu mengantungi pil tersebut. "Tapi, bagus kalau kau membantu. Bukankah kau bisa bersaksi untukku? Waktu itu CCTV kamar kumatikan untuk suatu hal. Jadi, nanti di pengadilan bilang apapun sejujurnya. Termasuk Mile yang menyerangku terlebih dahulu."
DEG
"A-Apa?" kaget sang pelayan. "J-Jadi, Anda dan Tuan Mile akan--"
"Belum tentu," sela Apo secepatnya. "Soal itu belakangan saja. Tapi dari aku pribadi, sementara ini fokus ke kasus yang melawan Suppasit. Kau tahu, kan? Phi Chay dan Mile harus menyelesaikan urusannya dengan mereka. Atau masalah ini akan membesar dan jadi batu sandungan di masa depan."
"B-Baik," kata sang pelayan. Walau dia tidak tahu detail, tapi setelah Mile dan Apo cekcok beberapa kali. Ditambah datangnya Songkit dan Nathanee yang mendadak datang merebut bayi--jelas rumah tangga itu sudah tak sehat.
Dan diamnya sebagai pelayan bukan berarti tak punya indra untuk memperhatikan.
"Oke, kalau begitu masuk sekarang," kata Apo. Dia pun mengenakan masker lagi setelah beres. Lalu menyetir cepat mobilnya pulang--sebenarnya tak bisa disebut begitu kalau tujuannya kediaman Takhon.
Yuzu sendiri tidak lagi berteriak kepada Apo. Sebab ada bayi gabung bersama mereka, dan ternyata gadis itu cukup respek. Ya, walau tetap saja kesal. Dia pun menghindari Apo dan belum mau bicara. Namun, saat Apo menciumi Er di ruang tengah--Yuzu ketahuan memperhatikan.
DEG
"Ah, aku tadi mau apa, ya ... oh! Benar juga. Les balet. Ha ha ha!" kata Yuzu ngeles. Omega itu pun kabur dengan wajah yang merona, mungkin malu karena ketahuan gemas bayi.
"Benar-benar adik yang imut," batin Apo. Lalu kembali main peek a boo, dengan Blau Er.
Tidak hanya itu, Ameera juga dibawa pulang Paing setelah kondisinya mendingan. Sang Alpha mempersilahkan model tersebut masuk, walau rautnya agak takut saat menaiki tangga--mungkin karena dia masih curiga? Bagaimana pun ada banyak hal baru yang Ameera hadapi selama setahun terakhir.
Namun, lama-lama Apo menyadari. Ada terlalu banyak hal yang ditampung Paing sejak dia datang. Dan sang Alpha belum pernah protes. Dia tetap pada kesibukannya. Berangkat dan pulang bekerja secara normal. Dan akhir-akhir ini makin sibuk karena pernikahan Yuzu tinggal menghitung hari.
"Kau tahu? Sebentar lagi aku pergi dari sini," kata Yuzu tiba-tiba. Apo yang duduk di balkon pun tersentak menoleh. Padahal dia sibuk memeriksa file sambil menjaga Blau Er yang terbaring mengoceh di sofa.
"Oh, Yuzu ...."
Apa Yuzu sudah membuka hatinya? Sudah hampir dua minggu mereka serumah. Omega itu kini malah memangku Blau Er, duduk di sofa beraroma bayi, lalu mau angkat bicara. "Dan meskipun aku memang kecil--sekecil bayi harum ini--tapi, Tuan Natta. Aku adalah pelindung Phi Paing. Kau paham?"
Apo pun berhenti menggerakkan pulpen di berkasnya. Dia juga menghormati Yuzu, lalu fokus ke pembicaraan. "Iya, sangat jelas kok bagaimana kau berteriak padaku waktu itu," katanya. "Dan soal caramu menatapku, maaf. Sejujurnya aku agak menyisihkan soal dirimu karena banyak hal yang harus kuurus terlebih dahulu."
"I know, I know. Aku lebih cerdas daripada yang kau lihat, Tuan Natta. Karena itulah setelah ini kuliahku di Harvard," kata Yuzu penuh percaya diri. "Jadi, tolong jangan sepelekan. Atau aku makin membencimu."
"Iya."
Yuzu tampak kesal tapi juga gemas kepada Blau Er. "Cih, Dasar Lucu. Kenapa kau lucu sekali? Dan kenapa Daddy-mu sebrengsek itu? Sampai meninggalkanmu di sini?" omelnya. Tapi Er justru tertawa-tawa. Menandakan dia nyaman dengan Yuzu. "Merepotkan kakakku saja. Tapi, ya Tuhan. Setelah cinta monyet yang tidak kuhitung. Aku belum pernah melihatnya jatuh cinta lagi dalam 7 tahun terakhir."
"...."
"Terus sekarang malah ke ibumu? Kakakku benar-benar bodoh."
DEG
Tanpa sadar, Apo pun menggigit bibir karena sungkan. Entah kenapa, setiap ada orang yang membaca perasaan Paing kepada dirinya, Apo kesulitan percaya. Mungkin karena masih memandangnya senior? Jujur, Apo belum bisa memposisikan diri sampai saat ini.
Yuzu masih melanjutkan omelannya. "Kau tahu, Cil ... entah siapa namamu lupa--kakakku itu mirip ultraman. Kalau kau mengalahkannya sekali, nanti perlawanan kedua dia malah makin kuat," katanya. "Makin besar, makin kokoh, dan dia adalah pahlawanku sejak dulu."
Apo hanya diam mendengarkan.
"Tapi, apa kau pernah lihat ultraman kalah? Tidak kan?" kata Yuzu. "Semua karena lampu merah di dadanya cuma redup sekali."
"...."
"Tapi, bisa bayangkan kalau itu redup lagi? Okay. Kakakku pasti langsung jadi biksu."
DEG
...
.....
Yang benar saja?!
Percaya tidak percaya, kali ini Apo sangat tertekan. "Maaf, Yuzu. Bisa kau berikan baby-ku? Takutnya jatuh ...."
Tapi Yuzu malah menggendongnya dengan posisi baru. "Tidak, ya. Enak saja. Kan Bocil ini sudah jadi keponakanku," katanya. "Dia milikku, paham? Lagipula aroma-nya sudah berubah. Dan kau akan terus kumarahi. Sampai memberikan kepastian pada kakakku." Matanya kini melotot.
Oke? Kenapa Apo bingung cara melawannya? Dan kenapa dirinya tidak seperti dulu? Apakah karena Apo tidak mau menyakiti hati Yuzu? Memang seberapa berharga gadis ini dalam hidupnya?
"Aku benar-benar minta maaf."
DEG
"Maaf?" tanya Yuzu. Langsung menoleh dan makin lancar berkata-kata. "Apa kau juga akan bilang begitu pada kakakku? Wah mudah sekali kedengarannya? Oh, jadi iya. Tak masalah kok. Lagipula, tak ada sejarah ultraman mati. Palingan kalah populer saja. Soalnya ada serial baru yang berjudul Power Rangers." (*)
(*) Ini fakta. Ultraman rilis pertama tahun 1966, sementara Power Rangers 1993.
Sebetulnya, Apo paham meskipun Yuzu pakai pengandaian yang bermacam-macam. Sebab sebelum tidur dia memikirkannya, tapi tidak pernah benar-benar yakin. Bukan karena Paing tak baik sih. Malahan sebaliknya. Tapi, meski dirinya dan Mile nanti bercerai--apakah semuanya bisa memudar dengan cepat? Apo tidak mau menyakiti Paing jika dirinya sendiri belum berdamai secara total.
"Kupikir kau sebenci itu padaku," kata Apo mengawali. "Tapi, terima kasih. Sekarang aku mengerti kau hanya sedang memikirkan kakakmu."
Lidah Yuzu mulai terbelit entah kenapa. "Y-Ya, bagaimana ya ... Phi itu tipe yang tidak memikirkan diri sendiri. Terus kalau bukan aku? Siapa lagi? Hanya aku yang paham soal dirinya!" katanya sambil menggebuk dada. "Kau harusnya tunduk padaku, Tuan Natta. Restu-ku itu penting kalau kau bergabung dengan keluarga kami."
Ditekan begitu kuat, seharusnya Apo marah karena dirinya harus membela diri. Sayang, kali ini sepertinya dia memang sangat salah. Jadi, kalau pun dia melakukannya, kelirunya makin menjadi. "Ah ...." desahnya gelisah. Lantas menutup bibir dengan telapak tangan.
Rasanya gila, sungguh. Menjawab Yuzu seperti akan ulangan harian mendadak. Tapi semalam kau malah main PSP hingga pagi. Apo benar-benar tidak siap. Dia bingung. Hanya saja dadanya berdebar keras.
Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....
"Sebenarnya kau ini suka kakakku atau tidak, Tuan Natta?" cecar Yuzu tidak sabaran. "Kenapa mondar-mandir tak jelas? Aku tahu kok jawabanmu selalu buram. Toh si Ameera, pelayanmu, dan Jeff-Jeff yang pernah kemari mengambil obat--semua sudah kuwawancara. Mereka bilang, ya--kau hanya seperti ini. Mau sampai kapan, hei? Aku yakin Phi pasti penasaran juga. Tapi dia takkan pernah melakukan ini padamu. Oke! Kalau begitu kuwakili saja apa susahnya. Tapi, awas saja, ya. Aku benar-benar tidak tenang kalau kau sampai--"
"Aku menyukainya."
DEG
"APA?!"
"OEEEEEEEEEEEEEE!!!"
Dari keterkejutan, Yuzu pun langsung mengayun-ayun Er dalam gendongan. "Eh! Eh! Ya ampun, sayang ... sayang ... sayang ... cup-cup! Cup-cup ...."
Namun, Blau Er tidak semudah itu patuh. Dia tetap menggeliat tak tenang. Meringis-ringis karena kaget, dan menangis sesaat hingga wajahnya mendusel ke dada Yuzu.
"Aku suka dengan Phi-mu, Yuzu. Aku senang dengan semua yang dia lakukan," aku Apo sambil mengusap wajahnya sendiri. "Tak peduli baik, atau buruk--ya, aku menyukai semuanya walau pernah merasa tersinggung karena dia menolak bantuan," katanya. "Terlalu kaku, terlalu supel, menyebalkan karena sopan kelewatan, dan mengabaikan kalau dia punya urusan--tapi semua itu bisa kuterima. Hanya saja, aku benar-benar takut sekali ...."
"...."
"Karena aku yang sekarang tidak dalam posisi benar menyukainya. Apalagi berhubungan dengannya. Ya Tuhan ... Apalagi Mile belum bicara denganku," kata Apo. "It's hard. Aku sampai titip pesan Ma hanya untuk pertemuan keluarga, karena Mile tidak lagi menjawab teleponku. Apalagi pesan-pesanku."
"...."
"Aku benar-benar ingin tahu perasaan suamiku dulu, Yuzu. Aku ingin tahu apa yang terjadi padanya. Apakah masih bisa kutoleransi? Dan aku takut dia masih menginginkanku, tapi aku malah pergi darinya. Aku tidak bisa mengabaikan Mile karena dia Ayah dari anak-anakku."
"...."
"Hkss--jadi, aku benar-benar minta maaf."