Lily menatap kosong ke arah luar jendela selama dalam perjalanan pulang. Embun tertidur di pangkuan Juno. Lily duduk di depan sementara Juno dan Embun di bangku belakang kemudi.
Juno memperhatikan Lily yang nampak murung setelah pulang dari rumah sakit tadi.
Sampai di depan rumah pun mereka masih saling diam. Bimo yang tidak tau menahu perkara itu pun hanya mampu diam.
"Tuan, kita sudah sampai sejak 10 menit lalu. Apa kalian tidak ingin turun?" tanya Bimo yang bingung dengan yang terjadi.
"Bim, kamu turun dulu bawa Embun masuk ke dalam. Aku ingin di sini sebentar" ucap Juno sambil menatap ke arah Lily tanpa berkedip entah apa yang ada di dalam otaknya.
Bimo sudah turun dengan menggendong Embun. Lily pun bersiap turun.
Tiba tiba Juno meminta Lily untuk masuk kembali dan duduk di sebelahnya.
"Duduk sini kamu, aku mau ngomong" ucap Juno ketus sambil menatap Lily tajam.
Lily hanya menurut dan duduk di sebelah Juno yang nampak garang untuk saat ini.
"Ada apa pak?" Sahut Lily dengan nada suara yang tak bersemangat sama sekali.
"Kamu kenapa? enggak suka ikut nganterin aku?" tanya Juno tegas.
"Suka"
"aga usah bohong, raut wajahmu ga bilang gitu"
"Tadi wanita paruh baya yang lewat dan menghampiri aku dan Embun adalah nyonya Mella, pak"
"Lalu apa hubungannya dengan wajah manyunnmu itu"
"Aku khawatir nanti kondisi kesehatannya akan menurun jika tau aku dan kak Nando hanya pura pura"
"Bukankah itu sudah resiko kalian? Kenapa sekarang memusingkan hal yang sudah tau akan terjadi. Sudah waktunya bangkai itu terungkap" ucap Juno dengan nada sinis.
" Kok bapak gitu ngomongnya? seperti enggak suka banget sama aku dan kak Nando" jawab Lily mematahkan keangkuhan Juno.
"Asal kamu tau ya. Tante Mella dan mamaku itu tidak jauh beda. Hanya bedanya Tante Mella pergi dengan membawa Nando sementara mamaku tidak. Pandangan mereka itu sama hanya tentang harta dan kasta perkara cinta itu tidak ada harganya"
"Jadi menurutku ini saatnya pohon yang mereka tanam di masa lalu sekarang mulai berbuah lebat" ucap Juno sambil menatap Lily lekat.
Lily tidak menduga jika lelaki yang ada di depannya itu mampu berkata seperti itu. Sepanjang yang Lily tau, Juno adalah orang yang baik dan lembut. Tapi baru saja apa yang di dengarnya membuatnya tak habis pikir.
"Tapi, aku kasihan kak Nando. Dia lelaki baik yang harus menerima hal seperti ini dari ibunya" jawab Lily begitu saja.
"Jadi menurutmu aku lelaki jahat karena berpikiran seperti ini?" Juno stengah berteriak karena tersulut emosi mendengar ucapan Lily yang terkesan mengiba pada Nando.
"Bu, bukan seperti itu pak. Anda salah paham"
"Sudah, aku tidak suka ya. kamu membanding bandingkan aku dengan Nando"
"Aku tidak membandingkan pak, aku hanya menilai dari sudut pandang ku." jawab lily lirih dan menunduk.
"Mulai saat ini jangan sebut laki laki lain di hadapanku dari mulutmu itu"
"Tapi kenapa?" tanya Lily polos yang tak tau maksud dari ucapan Juno saat ini.
"Karena aku menyukaimu" ucap Juno seketika tanpa penyaringan kata.
"A... apa pak?" Lily menelisik untuk memastikan ucapan Juno.
"A.. aku..." jawab Juno gugup yang mengalihkan pandangan dari wajah Lily.
"Ya sudah kalau bapak enggak mau jawab. Saya masuk dulu" ucap Lily menggoda Juno untuk mengulang kata katanya sambil membuka pintu mobil.
"Jangan! A... aku... menyukaimu Lily Liana" kata Juno terbata bata dengan raut wajah yang memerah menahan malu.
"Benarkah? aku tidak salah dengar?" ucap Lily meyakinkan dan kembali masuk ke mobil.
Juno hanya mengangguk dan menatap Lily lekat. Wajah Lily terlihat sangat bahagia dan riang sekali. Tapi seketika berubah kembali.
"Tapi maaf pak, saya itu hanya pengasuh anak bapak. Saya bukan apa apa di kalangan orang seperti bapak. Bapak bisa mencari yang lebih baik dari saya" jawaban Lily meremukkan hati Juno seketika.
"Dengar Lily, kamu pikir siapa yang akan Sudi dengan saya yang seperti ini? dengan saya duda yang sudah memiliki anak dan cacat" ucap Lily sambil menyeka air matanya.
"Lalu ada apa dengan air mata itu? bukankah itu pertanda jika perkataan yang baru saja kau katakan itu melukai perasaanmu sendiri?"
Lily tak mampu menjawab dan hanya terdiam tak dapat memungkiri jika apa yang di katakan Juno memanglah benar adanya. Lily menunduk dan menangis.
"Saya sadar diri pak, saya ini siapa. Saya juga sangat sadar kenapa sikap bapak akhir kahir ini menjadi lebih rewel. Tapi saya tidak yakin dengan diri saya sendiri pak. Bapak silahkan cari wanita yang lebih pantas dengan bapak" ucap Lily di iringi Isak tangis.
"Jangan bohong lagi ly. Baiklah jika itu maumu. Mungkin saya bisa dengan mencari wanita lain. Tapi bagaimana dengan Embun? Apa dia mau memiliki bunda selain kamu. Apa kamu mampu melepas Embun begitu saja?" ucap Juno menegaskan pendapatnya.
Lily semakin menjadi dengan tangisnya,Juno meraih pundak Lily dan memluknya. Lily tak menolaknya sama sekali dan masih terus menangis.
"Aku memohon padamu, jadilah bunda yang sesungguhnya, sah secara agama dan hukum untuk Embun. Tak apa jika kamu tak mencintaiku. Aku juga sangat menyadari keterbatasanku saat ini. Tapi, aku hanya ingin yang terbaik untuk putriku ly. Bukankah dia juga sudah seperti putrimu sendiri?" Tanya Juno pada Lily yang masih di peluknya.
"Maafkan aku pak, bukan maksudku untuk membahas keterbatasan atau kekuranganmu. Maafkan aku pak?" ucap Lily sambil sesenggukan.
"Sudah jangan menangis lagi, kamu mau menjadi bundanya Embun?" tanya Juno dengan memegang wajah Lily dan menatapnya lekat.
Lily hanya menjawab dengan anggukan dan terisak dalam pelukan Juno. Juno mengusap lembut rambut Lily. Lily merasakan kenyamanan yang sama sekali belum pernah dirasakannya sebelumnya.
"Pak, maaf"
"Kenapa?"
"Ingusku menempel di kemejamu" ucap Lily dengan mata yang berkaca kaca.
Juno menahan tawa dan menatap Lily yang juga masih menangis tapi berusaha menahan tawa.
"Kalau kata embun bunda joyok"