webnovel

Gengsi Ara kepada Aya

Aya sedang duduk sendiri di samping jendela kaca, menikmati pemandangan di hadapannya. Entah apa yang sedang dilihatnya, yang jelas ia melihat lurus ke depan. Ia dengan pikiran-pikirannya melayang tak tentu arah.

Tangan kirinya menopang wajahnya dengan sedikit menyandarkan kepalanya di jendela kaca tersebut.

"Minum teh bu?" Tawar bude Welas saat melihat Aya melamun. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore.

Sedari awal Aya duduk di tempat itu, bude sudah memperhatikan tingkah Aya. Namun ia tidak menegur sama sekali.

"Iya bude." Jawab Aya malas tanpa mengalihkan pandangannya dari tatapannya yang tidak jelas.

Bude pun segera melenggang ke dapur untuk membuat teh panas manis, kesukaan Aya. Sekembalinya bude, Aya masih melamun di depan jendela. Masih belum bergerak dari posisi semula.

"Aduhh bu.... Orang hamil itu ndak boleh melamun, apalagi sore menjelang mahrib. Begitu kata orang tua dulu." Kata bude Welas sambil menggeser meja kecil yang ada di seberangan Aya. Budepun menuangkan teh panas tersebut ke sebuah cangkir.

"Ih bude. Kata orang tua dulu. Orang tua yang mana?" Cibir Aya sambil tersenyum dan menggeser posisinya untuk menikmati teh panas disertai camilan gorengan buatan bude.

Budepun tersenyum dan duduk menemani Aya minum teh. Ia juga menuangkan teh untuk dirinya sendiri dan menyeruputnya perlahan.

"Ibu ah. Di dengarkan to bu kalau ada larangan-larangan orang tua." Tambah bude, masih berusaha membujuk Aya yang tampak tidak percaya dengan mitos atau pantangan yang biasa disebutkan kepada wanita hamil.

Aya melihat sekilas kepada bude dan tersenyum. Ia menyeruput minumannya. "Iya bude...." Ucapnya menyenangkan hati bude.

"Ibu kenapa? Dari tadi melamun aja bude liat?" Tanya bude lagi, penasaran. Bude berdiri mengambil tisu yang ada di atas lemari bupet di dekat pintu dan diletakkannya di dekat cangkir minuman Aya.

"Nggak apa-apa bude. Lagi pengen melamun aja. Habisnya bingung mau ngapain." Aya cengingiran sambil menikmati gorengan.

"Oalah bu, bu. Yowes, bude mau kembali ke belakang dulu. Mau gantian menemani pakde." Kata bude yang sudah berdiri dengan membawa cangkir minumannya.

Aya menoleh melihat gerakan bude. "Loh, kenapa nggak sekalian aja pakdenya suruh kesini? Minum sama-sama kita?" Tanya Aya heran.

Bude yang hendak melangkahkan kakinya, kembali menatap Aya dan tersenyum. "Pakde baru habis membersihkan rumput di belakang, jadi masih keringetan. Bau." Bude Welas menjelaskan. Dan ia segera pergi meninggalkan Aya.

Aya hanya memanyunkan mulutnya dan ia pun berdiri membawa secangkir minumannya menuju teras luar. Berharap ada orang yang bisa diajaknya menjadi teman bicara.

▪︎▪︎▪︎

Ara baru saja selesai mengikuti kegiatan rapat di salah satu hotel ternama di Jakarta. Ia bersama Sony sedang mengadakan kerjasama dengan salah satu pemilik hotel yang ada di Jakarta.

"Kamu selesaikan sisanya ya?!" Perintah Ara pada Sony yang masih berkutat dengan notebook dan berkasnya. Ia harus menyelesaikan pembahasan kontrak dengan rekan kerja mereka. Sedangkan Ara hendak pergi terlebih dahulu.

"Okeh. Kamu mau kemana?" Tanya Sony.

"Aku mau kembali ke kamar." Jawabnya sambil pergi meninggalkan Sony.

Sony hanya mengangkat bahunya seraya tidak peduli dengan kegiatan Ara selanjutnya. Yang perlu ia perhatikan adalah, pembahasan kontrak ini harus selesai malam ini juga. Karena ia sangat mengenal Ara yang paling tidak suka mendengar kata "BELUM" saat ditanya mengenai pekerjaan. Walaupun mereka bersahabat. Pekerjaan tetaplah pekerjaan.

Sony kembali mendatangi rekanan kerja mereka, yang mengurusi tentang kontrak kerjasama mereka. Ia pun terlibat pembicaran dan diskusi yang berkepanjangan.

▪︎▪︎▪︎

Ara merindukan Aya. Sangat merindukannya. Tapi ia dengan sekuat hati menolak untuk menghubunginya. Ia dengan sengaja berusaha mengabaikan Aya.

Ia masih berharap, Aya akan perhatian padanya. Peduli padanya. Namun sudah dua hari ini, Aya belum ada menghubunginya.

"Arghhhhhh, sialan. Dasar kau Aya!!" Teriak Ara mengepalkan tangannya dan meninju udara.

Terasa sepi berada di dalam kamar luas yang megah. Ia hanya sendiri tanpa semangat untuk melakukan apapun. Ia sudah merasa malas dan bosan.

Ingin rasanya ia menghancurkan semua barang yang tampak di depannya. Tapi untungnya, Ara masih bisa berpikir sehat. Ia tidak mau, ujung-ujungnya, ia juga yang akan membersihkan hamburan barang-barang tersebut.

Sungguh perasaan Ara antara ingin memeluk atau menyakiti Aya. Ia berpikir sudah sangat bersabar selama ini.

Ara membuka kancing baju kemejanya dan menyandarkan dirinya di sofa yang berada di tengah ruangan kamar. Ia memijit-mijit keningnya sambil memejamkan kedua matanya.

"Drttt, drttt..." Terdengar suara getar dari ponselnya yang terletak di atas meja di samping tempat tidurnya. Dengan malas Ara bangkit dari posisinya menuju meja kecil tersebut.

Dilihatnya layar ponselnya dengan tidak serius. Tertera pesan dari bude Welas. Mata Ara langsung terfokus pada layar posel dan segera melihat isi pesan bude.

[Pak, sesorean ini, ibu hanya duduk melamun di samping jendela ruang tengah.] Lapor bude Welas tentang kondisi terkini Aya. Selain itu bude juga mengirimi sebuah gambar foto saat Aya masih duduk melamun.

Ara menatap lekat dan lama foto tersebut. Diusap-usapkannya ibu jarinya pada wajah Aya di foto tersebut.

"Kamu kenapa lagi Ay?" Rintihnya perlahan.

Pukul 10 malam, Ara bersiap untuk mengistirahatkan tubuh dan matanya yang dalam dua hari ini sudah bekerja aktif.

Saat Ara hendak merebahkan badannya, terdengar suara getar dari ponselnya.

Ara segera mengambil dan melihat, siapa yang menghubungi. Ara terkejut dan matanya berbinar melihat layar ponselnya. Tertera nama *Trust Me* dan ia langsung melihat isinya.

[Hai, lagi ngapain mas? Sudah makan malam kah?]

Hati Ara seakan runtuh tapi juga berbunga-bunga. Mungkin orang lain berpikir ini adalah sesuatu yang biasa, sehingga Ara bisa dikatakan berlebihan menanggapi sebuah pesan singkat. Tapi bagi Ara ini sesuatu yang istimewa karena diharap-harapkannya.

Sengaja ia tidak langsung membalas pesan singkat tersebut. Padahal Ara sudah mengetik balasannya.

Ia tersenyum-senyum sendiri sambil memeluk bantal yang tadinya hendak direbahinya.

Ia kembali cekikikan dan berguling-guling di tempat tidur. Dipandanginya pesan singkat itu dengan penuh rasa bahagia. Sampai pada saat ia dengan tidak sengaja memencet tombol hapus pesan singkat.

Dan.....byarrr....

"Astagaaaaaaaaaaa!!!" Teriak Ara saat melihat pesan singkat dari Aya terhapus dengan indah. Ia langsung bangun dari rebahannya dan duduk dengan mata terfokus pada layar ponselnya.

"Sialannnnn, sial sial sial..." Ara memukul dirinya sendiri karena kebodohannya.

"Arggghhhhhhhh Ayaaaaaaaaa" Teriaknya kembali.

Akhirnya Ara dengan rasa kesal pada dirinya sendiri, menelepon Aya pada saat itu juga.

Panggilan pertama terputus tanpa dijawab. Ia menimbang untuk melakukan panggilan telepon kedua. Akhirnya ia menelepon kembali.

Tak lama berdering, teleponnya dijawab oleh Aya.

"Hallo."